Satu Bulan (Madu) di Pare #judulguyon

Tulisan ini ditulis tanggal 9 Februari beneran. Tapi baru keupload karena males ngunggah foto yang banyak. hehe, kelihatan pemalasnya.

Alhamdulillah... Akhirnya saya sampai juga di Jogja setelah 1 bulan tinggal di Kampung Pare, Kediri.

Malam ini, 9 Februari 2014, sekitar jam 7 malam saya sampai di stasiun Lempuyangan bersama Riris.

Senang sekali, sangat.......senang. hehe,
Rasanya seperti sampai di kampung halaman sendiri.

Mungkin alasannya karena selama 1 bulan di Kediri, banyak banget hal-hal yang membuat kita ingin balik Jogja. Nanti saya cerita.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kemarin saya dan Riris baru saja seharian berwisata ke Gunung Bromo Pasuruan, dan Air Terjun Cubanrondo Malang.  Kemudian hari ini kita harus bangun pagi-pagi karena harus packing, dan sekitar jam 11 siang sudah berangkat ke stasiun Kediri. Tentunya dengan barang bawaan yang super berat.




Ini foto-foto waktu di Bromo dan Air terjun Cubanrondo,Malang.
Sangar lah pokok'e..








Sekarang pukul setengah 10 malam, kira-kira 2 jam setelah saya sampai di kost-kost an.

Tubuh masih terasa lelah, efek dari wisata kemarin dan perjalanan pulang hari ini. Tapi saya belum ingin tidur. Benak saya masih penuh dengan Kampung Pare. Saya ingin menulis tentang apa yang saja yang saya rasakan selama disana. Perasaan-perasaan selama 1 bulan mengikuti program TOEFL Camp di Elfast.

Akhirnya saya putuskan, saya mau minum Kopi ! Minum kopi sambil menyelesaikan tulisan ini !
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nggak betah !!!
Haha, hal ini yang pertama kali ingin saya ungkapkan. Mungkin tulisan ini akan terkesan menyebalkan, karena belum-belum saya sudah membagikan aura-aura negatif saya selama disana. Tapi bener, saya nggak betah tinggal di Pare.

Ada beberapa alasan kenapa saya nggak begitu suka dengan kampung Pare. Hal ini mungkin akan sangat bertentangan dengan kebanyakan tulisan orang di blog, karena kalau kita cari tulisan tentang Kampung Inggris Pare, semua pasti menuliskan hal-hal yang menyenangkan. Seperti bisa belajar bahasa Inggris dengan menyenangkan, bertemu dengan teman-teman baru yang berasal dari berbagai penjuru di Indonesia, makanannya murah-murah, dll.

Apa saya nggak betah karena nggak merasakan apa yang mereka-mereka rasakan??
Mereka benar !! Saya merasakan hal itu juga.

Saya merasa senang dengan cara belajar di Elfast. Kita di gembleng belajar TOEFL dengan metode yang sangat tertata. Bertahap, pelan tapi pasti. Dari TOEFL saya yang sebelumnya hanya 460, Alhamdulillah saya bisa pulang dengan skor diatas 550, J .

Bertemu dengan teman-teman baru se Indonesia raya. Iya. Saya juga merasakan itu, dan senang sekali rasanya. Kita juga sangat akrab. Mungkin alasannya karena intensitas waktu kita untuk saling bertemu itu banyak banget. Program TOEFL Camp dimulai pukul 5 pagi. Dari jam 5 sampai 6, kita menghafal Vocab yang sering keluar di Tes TOEFL. Kemudian istirahat sampai jam 7. Nah, mulai pukul 7 pagi sampai setengah 12 siang, kita ada 3 kelas, Listening, Structure, dan Reading. Setelah itu kita istirahat dan setengah 3 sore sampai jam 4, kita belajar structure lagi. Kemudian setengah 8 malam, kita ada test TOEFL sampai jam setengah 10 setiap hari. Begitu terus setiap hari senin sampai Jumat. Capek?? Capek banget !! hehe. Tapi justru karena hal ini kita jadi akrab dengan teman-teman. Bahkan dengan pengajar-pengajar disanapun kita sangat akrab.

Lho? Kok bilang nggak betah??

Nah nanti akan saya ceritakan.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Jumat, 10 Januari. 1 bulan yang lalu, saya dan Riris sampai di Kampung Pare. Kampung Pare itu Kampung di Kediri yang dijuluki kampung Inggris. FYI, di 1 kampung ini ada sekitar 300 tempat les bahasa Inggris. Banyak banget, bener banyak banget ! Kalau disana, tiap 5 meter, kita akan menemukan les-lesan bahasa Inggris. Dimana-mana juga kita akan dengar orang-orang berbicara dengan bahasa Inggris. Jadi pantas kalau Kampung Pare dapat julukan Kampung Inggris.

Tapi kita ngasih julukan lain. Untuk Kediri sih khususnya. Kediri itu Kota Klaxon.

Haha, maaf ini bukan mau jelek-jelekin lo. Tapi hari pertama kita disana, begitulah yang kami rasakan. Dari awal kita naik angkot, sepanjang perjalanan Kediri-Pare, Pak Sopirnya puluhan kali mencet klaxon. Tiap mau nyalip mobil didepannya, klaxon. Tiap mau disalip, di klaxon. Hobi banget mainin klaxon. Apalagi kalau di traffic lamp. Wiiih.. Pesta Klaxon !

Lebih kagetnya lagi pas kita lagi jalan di gang menuju asrama wanita. Posisi kita jalan udah di pinggir, masih muat banget lah kalau motor mau lewat di samping kita. Tiba-tiba ada pemuda setempat naik motor, dan kita di klaxon lebih dari 1 kali, 3 kali !. Nggak nyantai banget. Haha...

Atau kalau kita lagi ngontel sepeda di sepanjang jalan Brawijaya di Kampung Pare. Sering, sering banget kita di klaxon biar minggir. Ya Allah. Inilah kenapa kita kasih julukan Kediri, Kota Klaxon.
Awalnya bete. Tapi lama-lama kita terbiasa dengan keadaan itu. Dan ya sudahlah. Jangan terlalu dipikir.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
1 minggu setelah di Pare, saya sakit. Perut saya yang awalnya sakit. Saya kira saya sekedar masuk angin karena rasanya pusing, perut mules, dan eek nya air. *ups.

Satu malam saya hampir nggak bisa tidur, tiap setengah jam harus ke kamar mandi. Ini nggak sekedar mules, belum pernah saya seperti ini sebelumnya. Bahkan kalaupun masuk angin parah setelah kemah seminggu, rasanya nggak gini-gini amat.

Sedih banget, jauh dari orang tua, sendirian di kamar semalaman. Malam itu saya merasa menjadi manusia termalang di dunia, haha lebay. Memang benar, sedih-sedihnya orang itu pas lagi sakit, jauh sama orang tua. Iya kan?

Saya baru ingat, kalau beberapa jam sebelum saya sakit, saya baru saja makan rica-rica ayam yang rasanya agak aneh. Saya pikir awalnya memang nggak enak, karena memang warung makanan disini banyak banget yang kurang enak masakannya. Mungkin lidah saya yang kurang cocok. Tapi... #ahsudahlah... Intinya saya setengah yakin, kalau sakit entah apa ini penyebabnya adalah rica-rica tadi yang rasanya aneh. Mungkin agak basi.

Tapi memang, ketika kita di Pare, mending jangan terlalu sering ganti-ganti warung makanan deh. Pilih aja 1 atau 2 warung yang menurut kita paling enak. Soalnya banyak banget warung disana yang masakannya rasanya aneh. Kayak nasi goreng yang rasanya Cuma saos, mie ayam yang rasa kecap doang, dsb. Saya rasa alasan makanan inilah faktor utama yang bikin saya nggak betah.

Meskipn memang, Kampung Pare ini ladang usaha yang sangat menjanjikan. Bayangkan perbulannya mungkin ada 1000 orang pendatang yang belajar bahasa Inggris ke Pare.. Tapi. Please, utamakan kualitas. Kalau kualitas sudah baik, orang juga bisa menilai dengan bijak apakah harga yang ditawarkan terlalu mahal atau tidak. Jangan jualan yang asal murah tapi kualitas 0 besar. Sedikit menyayangkan akan hal ini.

Oh ya, tapi.. Sakit kali ini bikin saya makin sayang sama Riris, hehe.. Soalnya waktu saya lagi sakit dan bahkan saking lemesnya,kalau jalan kaya mau pingsan, Riris lah yang ngerawat dari pagi sampai sore. Dia yang beli makanan, minuman, dan cari apotek yang jaraknya cukup jauh dari asrama. Mungkin sekitar UGM sampai Lempuyangan. Nggak tau gimana kalau nggak ada dia. J .
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sudahlah, sebenarnya terlalu banyak hal yang bikin saya nggak betah disana. Tapi banyak juga kok moment-moment indah selama di Pare, banyak banget malah. Terutama moment jalan-jalan, hehe.. Ya sudah. Saya sudah nggak mood manjang-manjangin tulisan ini. Bagi foto yang banyak saja lah. Biarkan foto bercerita.



Ini sepeda yang kita pakai kemana-mana pas lagi di Pare







Ini di Monumen Simpang Lima Gumul, Kediri. Mirip L'arc de Triomphe kan?






Ini di Gunung Kelud. Ya benar Gunung Kelud yang meletus itu.
Ini 3 minggu sebelum meletus.
Pas kesana, Riris lagi sakit. Kasihan ya.







Nah ini dia Gua Surowono.
Lihat ada pintu di sungai kecil itu. Nah itu pintu guanya.
Kalau masuk kesana, kita seperti masuk di terowongan ghoib. :D
Itu seperti sungai bawah tanah. Kemudian kita berjalan di dalamnya.








Sedangkan ini foto di Candi Surowono.
Untuk kesini kita harus pakai sepeda onthel sekitar 1 jam.






Saya suka sekali 2 foto ini. Keren nggak?hehe..






Share:

0 komentar