bagus panuntun

berubah!



Pengantar
Minggu kedua bulan Ramadhan 2016, ketika sebagian besar mahasiswa UGM sedang bertemu mamak di kampung halamannya, ketika sebagiannya lagi sedang berada di tanah pengabdian dalam rangka KKN (Kuliah Kerja Nyata), Bonbin UGM direlokasi –dalam terminologi Ahok dan Ibu Dwikorita– ke Lembah UGM. Ini terjadi gara-gara UGM punya proyek menjadi kampus dengan platform yang kondusif untuk proses belajar mengajar. Kampus diproyeksikan untuk menjadi ruang dengan taman hijau dimana-mana, bebas polusi suara dari kendaraan bermotor, apalagi dari sebuah tempat seperti Bonbin yang dalam skripsi berjudul “Studi tentang Kehidupan Sosial pada Sebuah Warung di UGM, Bulaksumur, Yogyakarya” yang ditulis oleh Budi Hardjono dinarasikan sebagai berikut:
“Jika dilihat dari jauh, maka orang-orang yang duduk di ruang itu seperti binatang-binatang yang terkurung dalam sangkar yang kotor, bersikap urakan, dan semua terlihat mesum. Bonbin seperti antitesis dari struktur yang dianggap “benar” di fakultas”.
Ah, pembaca Kibul yang terhormat, barangkali kalian belum paham apa itu Bonbin, atau kalian kira Bonbin adalah tempat para tapir, celeng, dan iguana dikurung dalam kandang seluas kamar kos, maka sudah barang tentu itu keliru. Bonbin yang sedang kita bicarakan kali ini adalah nama sebuah kantin yang (dahulu) terletak di area Jalan Sosio-Humaniora, Universitas Gadjah Mada dan kerapkali disebut sebagai kantin legendaris UGM.
Saya kira julukan legendaris memang tidak berlebihan jika kita melihat pelbagai peristiwa yang merentang sejak Bonbin didirikan hingga terakhir kali ia diruntuhkan. Pertama, sejak didirikan pada tahun 1987 oleh Profesor Koesnadi Hardjosoemantri –kala itu menjadi Rektor UGM— kantin ini telah ditujukan sebagai manifestasi visi kerakyatan yang –sebagaimana kita tahu— selalu digaung-gaungkan oleh UGM. Kala itu, Prof. Koes membangun Bonbin dengan cara mengumpulkan puluhan pedagang kaki lima yang tersebar di 8 titik sekitar UGM untuk kemudian meminta mereka menjual dagangannya di area kampus. Di kala kebanyakan pemegang kuasa gemar melakukan peminggiran kepentingan rakyat kecil, Prof. Koes justru hadir sebagai anomali dengan membawa kaum-kaum kromo ke pusat arena. Kedua, dalam rentang hampir 30 tahun, Bonbin telah menjadi saksi lahirnya sosok-sosok cemerlang dalam berbagai bidang, sebut saja Rahung Nasution (koki terkenal yang dulunya hampir setiap hari nongkrong di Bonbin), Faruk HT (Profesor dan Kritikus Sastra), hingga Puthut EA (sastrawan). Puthut EA dalam memoarnya berjudul “Para Bajingan yang Menyenangkan” bahkan menceritakan Bonbin sebagai tempat para aktivis PRD (Partai Rakyat Demokratik) seperti Nezar Patria dan Budiman Sudjatimiko berkumpul menyusun strategi untuk menggulingkan Soeharto. Dan ketiga, setahun lalu ketika isu relokasi Bonbin mulai mencuat, Bonbin mampu membangunkan kembali gerakan mahasiswa yang awalnya adem ayem untuk kemudian berbondong-bondong dengan kaos hitam menuju Rektorat membawa spanduk merah bergambar tangan mengepal bertuliskan “#SAVEBONBIN, TOLAK RELOKASI !”.
Namun dengan segala hal yang membuat Bonbin layak disebut kantin legendaris, nyatanya Bonbin punya nasib yang tak mujur-mujur amat. Setelah tempo lalu dijuluki “kantin gelap yang menyebarkan bakteri salmonela” oleh para petinggi Universitas , ia kemudian –alih-alih direnovasi– direlokasi ke area Lembah yang letaknya jauh dari fakultas-fakultas di UGM. Belum cukup dengan kemalangan tersebut, omset penghasilan pedagang ternyata jauh menurun. Nama Bonbin pun kini tak dikenal lagi oleh mahasiswa-mahasiswa angkatan baru. Bangunan Bonbin pun kerap banjir. Tak cukup sampai disitu, Bonbin bahkan mulai ditinggalkan oleh sebagian besar aktivis kampus yang dulu mengadvokasi nasibnya. Para mahasiswa yang setahun sebelumnya garangnya minta ampun, kini pergi entah kemana untuk sibuk dengan “karir”-nya masing-masing.
Di tengah kondisi yang memaksa kita menasbihkan lema “prihatin” ini, hadirlah puluhan alumni Fakultas Sastra yang tergabung dalam Komunitas Sastra Lawas yang kemudian menginisiasi sebuah pagelaran bertajuk Bonbin Reborn.

Bonbin Reborn, Sekadar Nostalgia?

Bonbin Reborn digelar beberapa hari lalu, tepatnya pada tanggal 18 Februari 2017. Sehari sebelum acara digelar, saya sempat bertemu dengan Widhi Asmara, sosok ketua panitia, untuk berbincang selama kurang lebih 20 menit di Warung Ketoprak Mas Heru.
Sebagai bahan obrolan awal, saya pun menanyakan latar belakang diadakannya acara tersebut. Widhi Asmara setelah menyeruput kuah es campur yang baru saja ia pesan, kemudian menjawab pertanyaan tersebut dengan begitu santai,
“Ya, latar belakang awalnya lebih ke keinginan untuk bernostalgia”.
Bonbin Reborn sedari awalnya memang diciptakan sebagai “ruang untuk mengenang”. Itulah mengapa pada malam ketika acara dirayakan, kita bisa menemui Yu Par, Heru, Lilik, Cithut, hingga Mbak Ning menggelar lapak dagangan mereka di venue acara yang ada di Gedung Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjosoemantri. Yu Par malam itu menjual sego rames dengan oseng mie, kikil lombok ijo, tahu santan, pecel, hingga aneka gorengan ayam, telur, tempe. Heru yang sedari dulu menjadi legenda dengan ketopraknya malam itu sibuk mengulek bumbu kacang demi pesanan yang kian menit kian bertambah. Lilik tak mau kalah, sedari sore ia telah menyiapkan buah-buah yang paling segar untuk diblender pada malam harinya. Sementara Cithut dengan dibantu Mas Yat, tak henti-hentinya mengaduk puluhan gelas wedang sachet mulai dari Extrajoss, Good Day, sampai Kapal Api. Saya tidak sempat melihat apa saja yang dijual Mbak Ning sebab hari itu lapaknya kelewat penuh, namun yang jelas pada hari itu Mbak Ning mendapat jatah menjual teh dan wedang jeruk, dua menu minuman biasanya dijual Cithut namun hari itu dikhususkan buat Mbak Ning.
Sementara lapak pedagang sibuk melayani pesanan, para Bonbiners (julukan bagi para pelanggan Bonbin) telah duduk di kursi dan meja yang ada di samping timur lapak. Pada satu meja yang terletak di pojok paling barat, nampak tiga lelaki dan satu perempuan dengan rambutnya yang mulai beruban tengah takzim menekuni hidangan mereka. Yang laki-laki nampak bersemangat menyantap ayam kecap, sementara yang perempuan lebih santai menyendokkan kuah sup ke mulutnya. Saya menaksir mereka berasal dari angkatan 80-an, generasi awal yang “tumbuh” di Bonbin. Pada meja di samping kanannya, asap rokok mengepul. Enam gelas kopi hitam berjajar di meja tersebut. Di sekeliling meja, nampak enam laki-laki yang semuanya berkaos dan bercelana jeans bercakap dengan volume keras dan sesekali terbahak riang gembara. Sementara itu, pada dua meja samping kanannya lagi, nampak beberapa anak muda tengah bercakap dengan seorang lelaki beruban dengan rokok di tangan kanannya. Saya mengenal sosok lelaki beruban itu sebagai Faruk HT, Profesor Sastra yang namanya kerapkali disebut dalam skripsi-skripsi mahasiswa se-Indonesia. Sedangkan di sekeliling meja, orang-orang dengan berbagai usia nampak berlalu lalang mencari sahabatnya yang lama tak ia temui. Di antara orang-orang tersebut, saya sempat melihat sosok-sosok penulis kondang macam Lono Simatupang (Antropologi) hingga Kris Budiman (Sastra). Sosok-sosok senior ini tanpa canggung bercakap dengan orang-orang yang nampak jauh lebih muda darinya. Malam itu Bonbin Reborn benar-benar mampu menghidupkan kembali nuansa yang selalu hadir di tengah meja-meja Bonbin: keakraban dan kesederhanaan dalam wujud yang paling egaliter.
Setelah mengamati hiruk pikuk yang ada di area lapak makanan, saya pun mendekat ke venue bagian selatan. Di situlah panggung musik digelar dengan perlengkapan yang layak mendapat dua acungan jempol. Seperangkat sound system dengan kualitas tata suara yang benar jernih dan dua LED live viewing terpasang di kanan kiri panggung, lighting dengan berbagai macam bentuknya menyemburatkan cahaya penuh warna dan warni, dan yang paling menarik adalah  enam buah benda berbentuk kubus sebesar anak gajah yang entah namanya apa digantung dan menjadi semacam seni instalasi aerial setelah masing-masing kubus mendapat sorot bertuliskan B-O-N-B-I-N. Panggung musik malam itu diisi banyak sekali musisi yang menurut Widhi Asmara 90%-nya adalah alumni Bonbin. Kita bisa berjumpa dengan Sastromoeni generasi lawas yang ternyata memainkan lagu bergenre rock and roll, Sastromoeni generasi kini juga tampil dengan lagu-lagu humor medley-nya yang membuat tawa penonton menyeruak, sementara itu suasana halusinatif hadir tatkala Risky Summerbee and The Honeythief membawakan lagu-lagu folk psikedeliknya dengan struktur lagu yang kompleks namun eksotis – dan kita tak bisa mengalihkan diri dari solo insrumental efek gitar Risky yang unik. Malam itu adalah malamnya Frau saat penyanyi lulusan jurusan Antropologi ini menyanyikan tembang “Sepasang Kekasih yang Bercinta di Luar Angkasa” suasana menjadi begitu magis namun sekaligus begitu hidup setelah semua penonton ikut melafalkan tembang tersebut dengan lancar. Sebenarnya masih banyak musisi yang tampil pada malam hari itu, namun saya tak sempat menikmati penampilan Gunawan Maryanto, Drs Him, hingga para DJ sebab musti nyambi melapak buku bersama @warungsastra.
Dalam hal melahirkan kembali nostalgia akan nuansa Bonbin, saya kira Bonbin Reborn bukan hanya berhasil, namun sukses berat. Akan tetapi, sejenak kemudian muncul sebuah pertanyaan, apakah “reborn” sekadar dimaknai sebagai kelahiran kembali akan sederet kenangan, yang mana sifatnya lebih sentimentil dibanding esensial?
Oleh karena apa yang terindera dari pagelaran malam itu, bagi saya nampaknya terlalu sederhana jika “reborn” sekadar dimaknai sebagai lahirnya kembali sederet kenangan. Satu hal yang perlu dicatat, keberhasilan Widhi Asmara dkk memadatkan area panggung dengan sorak, riuh, dan gempita sekaligus menghidupkan kembali meja-meja Bonbin dengan asap, kopi, dan dialog,  saya kira membuat acara ini layak dimaknai sebagai kelahiran kembali jiwa-jiwa Bonbin yang “kuat dalam berpesta, semangat dalam berdialektika”.

Isu Bonbin Terkini

Sebelum menutup tulisan ini, sekiranya izinkan saya mengabarkan sedikit hal terkait perkembangan isu relokasi Bonbin yang sebenarnya belum juga purna hingga detik ini. Singkatnya begini:
Kepindahan Bonbin ke area Lembah sebenarnya hanyalah perpindahan sementara, sebab tepat dua Minggu setelah jajaran Rektorat UGM didemo lebih dari tujuh ribu mahasiswa pada peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun lalu, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D. (Rektor UGM), Dr. Paripurna, S.H., M.Hum., LL.M. (Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Alumni), dan jajaran Rektorat lain bersedia memenuhi tuntutan mahasiswa untuk membangun kembali kantin baru bagi 12 pedagang Bonbin yang tepatnya berada di antara fakultas Filsafat dan Ekonomika dan Bisnis. Kantin baru tersebut direncanakan akan selesai dan berada satu komplek dengan Plaza Sosio-Humaniora yang pembangunannya akan disponsori Bank Indonesia dan direncanakan selesai pada akhir tahun 2017. Meski isunya tak lagi sehangat tahun lalu, namun nyatanya masih ada beberapa mahasiswa yang mencoba tetap konsisten mengawal tiap pertemuan antara pedagang dengan rektorat.
Widhi Asmara, dalam percakapannya tempo hari sempat menyatakan harapannya atas Bonbin Reborn dengan lebih serius. Setelah menyesap Gudang Garam di tangan kirinya, ia menyatakan harapan pribadinya pada Bonbin Reborn sebagai hari lahirnya kembali komunitas Bonbiners sebagai komunitas yang solid, komunitas yang datang tak sekadar untuk berpesta, namun mampu melampaui pemaknaan “bersenang-senang” sebagai praktik membantu sesama.
Berangkat dari antusiasme yang terbangun selama Bonbin Reborn, dan harapan Widhi Asmara akan terwujudnya “praktik membantu sesama”, saya kira sudah sepatutnya para Bonbiners mengawal kembali isu tersebut sampai tuntas. Dan barangkali jika sampai tahun depan “tanah yang dijanjikan” tak jua ada buktinya, para Bonbiners musti kembali melepas rindu dan mengikat semangat di depan Gedung Rektorat.

NB: Artikel ini pertama kali dimuat di www.kibul.in


1
Sore hujan bulan Desember, kala rental kamera tempat Aprentis B bekerja tak jua didatangi pelanggan, akun Instagram @lambe_turah tengah memberitakan hasil Tes DNA Ario Kiswinar sebagai anak kandung Mario Teguh. Aprentis B yang tengah dilanda kebosanan hidup – sebab skripsinya tak jua menemukan jalan terang— masyuk membaca paragraf pertama yang berisi luapan kepuasan admin pada hasil tes tersebut. Aprentis B tentu saja ikut puas bukan kepalang. Ia bahkan ingin terbahak selebar-lebarnya, tepat di depan batang hidung sang motivator, yang di bawah batang hidung itu terdapat satu objek yang tengah jadi bulan-bulanan para netizen di kolom komentar: cocot.
Kolom komentar akun tersebut sesungguhnya adalah kolom yang menyenangkan, karena pertama, 95% komentator di sini adalah para komentator terhormat yang datang sekadar ingin mengumpat. Mereka bahkan tak punya tendensi untuk dipuja-puji dengan memberikan argumen-argumen sok ilmiah yang dangkal. Kedua, pada kolom komentar tersebut, hampir tak akan ditemukan promosi jual sandal jepit atau tupper ware sebagaimana selalu kita temukan di akun @raisa6690.
Namun, ada yang benar-benar  memincut pada sore hari itu. Aprentis B tiba-tiba melihat satu komentar yang tak membahas “cocot” sama sekali. Alih-alih menulis satu  diksi saja secara benar dan lengkap, akun bernama sebut saja @risa_yahud, itu justru menulis komentar yang penuh istilah dari berbagai singkatan. Lihatlah apa yang ditulisnya:
“CS, PCS, VS, BO, dm ! Real acc !”.
Didasari oleh kejemuan hidup yang hakiki, Aprentis B mulai iseng membuka akun tersebut.
Sial !
Akun @risa_yahud terkunci !
Padahal Aprentis B penasaran bukan main mencari tahu seluk-beluk yang berhubungan dengan akun tersebut. Apakah akun tersebut asli? Apakah fotonya bukan comotan dari mesin pencari? Bagaimana modus operandinya?
Untuk mencari tahu jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya, akun @aprentis_B musti mengikuti dulu akun @risa_yahud. Ia musti melihat foto-perfoto Risa gadis bergingsul itu –gingsulnya terlihat pada foto profil instagram yang terpampang kecil —sekecil butir kacang— di sisi kiri atas layar gawainya. Rambut Risa berombak panjang sebahu, kulit rupanya sawo matang dengan tulang pipi bulat dan mata lebar, dan kita tak bisa lepas memandang hidungnya yang lurus panjang seperti hidung Kate Middleton. Aduhai sekali.
Namun, satu yang membuat kita barangkali masygul, @risa_yahud sekiranya baru berusia 14 atau 15, sama dengan adik perempuanmu yang baru lulus dari Madrasah.
Aprentis B cukup yakin bahwa akun tersebut adalah akun asli cukup dengan melihat foto profil @risa_yahud yang #nofilter.
Ia kini dihantui rasa penasaran yang makin membesar, benarkah  @risa_yahud menawarkan jasa sebagaimana yang ia tuliskan pada komentarnya?
Kau tau kan maksudnya?
Baiklah, kalau kau tak tahu, akan aku jelaskan makna komentarnya dalam satu kalimat yang akan menambah jumlah kosa katamu yang rudin itu.
CS: Chatting Sex, PCS: Phone Chatting Sex, VS:Video Sex, BO: Booking Order, DM: Direct Message, Real Acc: Real Account.
Sudah paham?
Jadi, mari kita bertanya lagi, apakah akun semacam @risa_yahud yang kerap muncul di kolom komentar akun-akun selebriti adalah akun asli? Atau ternyata sekadar akun palsu yang dibuat mahasiswa-mahasiswa fakir demi mendapat tambahan uang untuk membeli vapor?
Aprentis B penasaran bukan kepalang. Namun, penasarannya terhalang oleh rasa khawatir jika aktivitas terbarunya terlihat pacarnya pada fitur aktivitas teman. Ia juga semestinya khawatir  jika identitasnya ditaarufi @risa_yahud dan dikiranya ia lelaki tak bermartabat –padahal memang demikian adanya– namun entah mengapa ia tak begitu merisaukannya.
Kegamangan Aprentis B berlangsung selama beberapa hari saat kemudian ia mendapat  ilham, ide paling cemerlang yang pernah ia dapat sepanjang hidupnya.
Ia membuat sebuah akun instagram dengan nama: @dangdutuutselly.

2
Biduan itu memakai rok mini berbahan lateks warna kuning terang dengan motif dua garis hitam horisontal pada bagian perutnya. Ia juga mengenakan topi warna hitam-kuning dengan tulisan “OA OE” pada lidah topinya. Topi menjadi ciri khas pada setiap penampilannya. Topi itu selalu ia pakai dengan lidah topi menghadap ke depan, mungkin dengan harapan mampu menutupi jidat nonong-nya yang cemerlang. Ia keliru. Padahal, nonong adalah sumber pesonanya. Seandainya ia memakai susuk, susuk itu pun pasti ngendhon di antara dua pelipisnya.
Biduan dengan rambut panjang pirang disemir itu kemudian maju ke depan panggung. Sembari menunggu intro melodi Suket Teki kelar dan gendhang dangdut mulai ditabuhkan, biduan itu mulai menyapa penonton. Baru dua penggal lirik dinyanyikan, ia telah menyuguhkan bokong gemasnya yang digoyang naik-turun. Ia terus bergoyang sampai dipenggal lirik ke-5 sang biduan telah menghadapkan tubuhnya ke penonton dan makin cepat memutarkan pinggulnya sampai semua bulu kuduk penonton mengajak bulu-bulu lain ikut berdiri.
Admin B tanpa sadar terpana sendiri oleh video 60 detik yang baru diunggahnya. Video dengan judul asli “Uut Selly Goyang Hot Suket Teki XT Square” itu adalah video perdana yang ia unggah di akun instagramnya. Akun inilah yang nanti akan ia gunakan untuk berkirim pesan dengan @risa_yahud.
Admin B kemudian memberi sedikit caption untuk membuat video unggahan pertamanya menarik pemirsa. Cukup singkat saja:
“Uut Selly, biduan idola bangsa. Suara Aduhai, Goyangan Semlohai”. Ia selanjutnya menaburi dengan hestek yang panjangnya empat kali lebih panjang dibanding caption yang baru ia buat.
#uutselly #dangdutkoplo #dangdutkoplohot #dangduthot #xenaxenia #viavallen #liacapucino #dangdutvideohot #dangdutsawer #dangdutxtsquare #oaoe #dangdutoaoe #dewiperssik #ayutingting #citacitata #duosrigala
Pada hari pertamanya, Admin B mengunggah enam video dangdut yang empat di antaranya adalah video dangdut Uut Selly sedang sisanya adalah video biduan lain yang sekiranya memiliki basis di Indonesia. Tentu saja dari keenam video itu, ia memberi satu tempat kehormatan bagi Via Vallen, satu-satunya biduan yang menurutnya mampu merenggut hati para pecinta dangdut dari dua kutub berbeda: dangdut garis lembut dan dangdut garis mengeras. Lalu khusus pada video Via Vallen, ia memberi juga hestek yang tidak sekedar salin tempel dari hestek yang sudah ada sebelumnya. Via Vallen bagaimanapun adalah keistimewaan sehingga layak diberi karpet merah di manapun ia berada.
#viavallen #vianisti #vialovers #viasayang #dangdutisthemusicofmycountry
Pada hari pertama Admin B mengunggah enam videonya, akun @dangdutuutselly telah meraih lebih dari 50 pengikut pertamanya – yang semuanya laki-laki. Ia yakin para pengikut pertama ini adalah kelompok pesakitan pemburu hestek esek-esek.
Ia kini kian optimis meraih seribu followers yang nanti membuat akun @dangdutuutselly jadi nampak layak meminta pertemanan pada @risa_yahud.
Admin B pun mulai rutin mengunggah video-video lain untuk meraih lebih banyak pengikut. Galerinya kini telah berisi puluhan nama biduan yang paling kondang di jagad dunia maya: Uut Selly, Via Vallen, Mela Barbie, Dessy Olivia, Aura Paramitha, Lina Geboy, Lia Capucino, Xena Xenita. Sesekali, ia juga mengunggah video-video para biduan label mayor mulai dari Dewi Perssik sampai Cita Citata.
Terhitung dalam waktu kurang dari dua minggu, akun @dangdutuutselly telah mendapat pengikut sebanyak 752. Namun tak sabar menunggu angka 1.000, Admin B segera mencari jawab rasa penasarannya dengan mulai mengikuti akun @risa_yahud.
Permintaan pertemanan diterima.
Tepat. Kini ia yakin seratus persen bahwa akun @risa_yahud adalah asli. Pada satu fotonya, kita bisa melihat si bocah dengan lingerie merah berfoto menjulurkan lidahnya. Pada fotonya yang lain, si bocah mengunggah testimoni-testimoni dari pelanggan pemakai jasanya. Sedang pada fotonya yang lain lagi, si bocah sedang memejam mata dengan dagu mendongak sambil  mengemut jari tengahnya sendiri, foto ini berada pada sebuah kolom chatting yang di-screenshoot dengan sebuah teks pesan di bawahnya bertuliskan “terus say…”.

3

“Halo.. Risa…”
“Halo juga kak”,
“Mau tanya nih”,
“Silahkan kak”,
“Mau booking gimana?”,
“CS PS pulsa 50.000, VCS pulsa 100.000”,
“Kalau BO?”
“400.000”
“Perjam?”
“Permalam kak”.
“Caranya?”
“Kirim DP, janjian, ketemuan, game”,
Aprentis B lalu menutup chat itu, menghapus semua video di akun instagram @dangdutuutselly.
2 bulan kemudian ia mengubah akun tersebut menjadi @kibul.in.

NB: Tulisan ini pertama kali dimuat di www.kibul.in
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Arsip Blog

  • ►  2019 (17)
    • ►  Desember (5)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Mei (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2018 (26)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (7)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Januari (4)
  • ▼  2017 (20)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (6)
    • ►  April (2)
    • ▼  Maret (2)
      • Bonbin Reborn: Melepas Rindu, Mengikat Semangat
      • Jurus Cepat Meraih 1.000 Followers Instagram
  • ►  2016 (36)
    • ►  November (4)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (11)
    • ►  Mei (4)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (5)
  • ►  2015 (42)
    • ►  Desember (3)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (8)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (7)
  • ►  2014 (68)
    • ►  Desember (4)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (10)
    • ►  Juli (7)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (10)
    • ►  April (7)
    • ►  Maret (9)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2013 (50)
    • ►  Desember (9)
    • ►  November (13)
    • ►  Oktober (15)
    • ►  September (7)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2012 (11)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (3)

Copyright © 2016 bagus panuntun. Created by OddThemes & Free Wordpress Themes 2018