Renungan Gondrong


Ketika rambutku gondrong, orang lain bilang “wee, mas gondrong, rambutmu kok kaya singa, tebel banget” . Kemudian kujawab sesuai apa yang ku rasakan, “ya, lumayan” . Karena pada masa gondrong pun, kita akan menganggap itu biasa saja, saar orang lain menganggap itu terlalu panjang, kita menganggap itu biasa saja.

Kemudian  aku potong rambut, orang lain bilang “haha, kok aneh” . Aku merasa aneh pula. Ini memang aneh, rambutku biasa gondrong dan sekarang pendek sekali. Orang lain komen saat  gondrong, kemudian saat kita potong mereka masih komen.

Beberapa bulan kemudian, rambut ini sudah lebih panjang, namun tetap tak setebal dan sepanjang dulu. Kemudian kulihat fotoku yang dahulu. Dan aku baru percaya kalau saat itu aku benar-benar gondrong.

Begitulah dunia. Selalu berubah-ubah. Dan bagiku semua hanya tentang relativitas. Baik atau buruk sering berbeda nilainya setiap saat. Gondrong saat itu bagiku keren, namun tidak bagi orang lain. Bagi orang lain itu berlebihan.

Ketika perubahan baru saja terjadi, tiba-tiba yang panjang berubah menjadi pendek, maka aku menganggap itu aneh, begitupun orang lain.

Beberapa saat setelah kita terbiasa dengan perubahan itu, semua kembali terbiasa. Aku menganggap aku yang sekarang normal dari semua yang normal, inilah tingkat kenormalan terbaik. Orang lain mungkin berkata, “nah ini lebih baik daripada yang gondrong” , atau “panjangkan saja lagi, biar seperti dulu” , atau “potong gih, sudah agak gondrong”. Ya, beginilah saat ini.

Tulisan ini bukan tentang gondrong dan pendek, bukan pula tentang baik dan buruk. Karena semua sudah tahu, baik buruk itu relatif, tergantung siapa, kapan, dimana, atau bagaimana kita saat itu. Ini hanya sekedar perenungan untuk kalian yang suka mengecam jaman alay kalian, kalian yang berkata “dulu aku begini, nggak seperti sekarang. Hina sekali lah aku yang dulu, jangan dibahas lagi!”.

 Ataupun ketika kalian terus berbicara tentang orang lain “dulu dia baik sekali, sekarang dia itu keparat”. Biasanya yang seperti inipun bertindak sama pada diri sendiri.

Tak seharusnya kita malu akan masa lalu, apalagi menghinakan kita yang dulu. Aku percaya, aku yang dulu pun selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk aku sendiri. Seperti aku hari ini. Hanya saja aku selalu berusaha agar apa yang aku perbuat untukku hari ini bisa lebih baik dari yang dulu.

Kalian yang terbiasa menganggap masa lalu kalian sendiri hina. Secara tak sadar, kalian yang sekarang akan dihinakan oleh kalian yang esok. Artinya, setiap detik hidup ini adalah kehinaan bagi siapapun yang tidak bisa menghargai masa lalunya. Hidup hari ini memang harus lebih baik dari hari kemarin, dan esok juga harus lebih baik dari hari ini. Tapi semua itu hanya omong kosong saat kita tak bisa menghargai waktu. Ya waktu. Kemarin, hari ini, dan esok.

Setiap detik ini adalah kehinaan bagi siapapun yang tidak bisa menghargai waktu.

Share:

0 komentar