bagus panuntun

berubah!




Ini Plugger Coffee namanya.

Katanya yang punya warung, kopi ini hasil kombinasi kopi wamena, kintamani, dan aceh gayo. 3 jenis kopi dari 3 wilayah waktu yang berbeda. Saya lebih suka menyebutnya Kopi Archipelago. Atau kopi nusantara. Haha.. Kopi ini rasanya unik. Agak pahit, agak sepet, tapi  justru disitulah nikmatnya. Persis seperti hidup di Indonesia.

Adalah di Kedai Ketjil. Warung kopi yang terletak di Jalan Muja-Muju. Seperti namanya, Kedai Ketjil, tempat ini juga tidak luas. Sangat mini kalau dibandingkan warung-warung kopi lain yang ada di Jogja. Tapi dari tempat yang kecil itu justru suasana akrab makin terasa. Apalagi kalau mengajak teman-teman. Ah, guyon disini sangat asik. Ketawa hahaha sembari diselingi nyeruput kopi.



Mungkin konsep yang semi outdoor yang membuat Kedai Ketjil makin terasa asik. Disamping kedai ini ada kebun yang ditumbuhi beberapa pohon pisang, duku, dan lain-lain. Pohon-pohon dan rumput di kebun tersebut warnanya jadi orange karena terkena cahaya lampu jalan. Kalau kita ngopi sambil menghadap ke arah kebun tersebut, suasana syahdu pun tiba-tiba datang menemani.


Cobalah juga ngopi disini sambil mengerjakan tugas. Karena disini juga ada wifi gratis.


Oh ya, Jalan Muja-muju itu letaknya belok kanan di pertigaan UIN Jogja kalau dari arah XXI Jogja. Setelah belok kanan, silahkan ikuti jalan saja. Nanti ada palang kereta api, lurus terus sampai bertemu lampu bangjo. Setelah bangjo yang pertama, lurus lagi sekitar 500 meter, nanti ada perempatan dan silahkan belok kiri. Berikutnya ikuti saja jalan sekitar 500 msampai menemukan jembatan. Nah di dekat jembatan itulah letak Kedai Ketjil.


Kedai Ketjil ini adalah warung kopinya Mas Yoga. Teman satu jurusan di Sastra Prancis. Pernah coba bisnis kaos juga dengan saya. Meskipun gagal karena kurang niat. Hahaha...

Oh ya. Selain suasana di kedai yang khas dan nyaman, hal utama yang menjadikan alasan mengapa teman-teman patut mencoba ngopi disini adalah menu kopinya. Jika biasanya kita ngopi di burjo atau angkringan, menunya adalah kopi kapal api, good day, atau coffeemix, maka menu-menu itu tak akan tersedia disini. Kedai Ketjil menawarkan kopi-kopi dari berbagai wilayah di Indonesia. Ada Kopi dari tanah Gayo, Aceh. Ada kopi dari Bali, Jawa, Toraja, bahkan dari Wamena.

Kopi-kopi disini asli. Bahkan masih dalam bentuk bijih kopi, yang kemudian akan digiling dengan alat yang sudah tersedia. Kita juga bisa melihat proses pembuatannya yang jelas lebih repot dibandingkan jika kita buat kopi sendiri di rumah. Oh ya, dan yang penting kopi disini tidak mahal. Hanya 10ribu rupiah dan kita sudah bisa mencicipi kopi dari berbagai wilayah di Indonesia. Bayangkan kalau sekedar ingin mencicipi kopi Wamena, kita harus pergi dulu ke Papua.


Jika lapar? Tenang saja. Kedai Ketjil juga menyediakan spaghetti, indomie telur, roti bakar, dan sebagainya.



Ah tulisan ini sudah terlalu panjang. Sudahlah. Intinya jika kalian bosan dengan kopi-kopi instan yang ada di burjoan-burjoan, jika kalian ingin merasakan kearifan nusantara dalam secangkir kopi, silahkan datang ke Kedai Ketjil. :)

This written has been published at FIBER's magazine or called FRONTPAGE. I just repost in my blog and add some sentences.hehehe...

To refresh our mind prior to the final exams, 13 members of FIBER visited Greweng Beach on June 7th and 8th 2014. Although this activity was part of FIBER’s monthly agenda, many of us could not come because they didn’t get their parent’s consent, some others had conflicting schedules on their class, and there are some kids who fell ill. We fully understand why it was hard to get their parent’s permission, because the distance to Greweng beach is actually quite far. It took 3,5 hours by motorcycle, and we still have to walk for another half an hour to reach the location.


We departed from FIB on 2 PM and arrived at the location around 6.30 PM. The sky had already turned purplish orange and the beauty of Greweng Beach stunned us for a while. Although fairly exhausted, we spent our evening to play together under the bright moonlight.






We played ball and had so much fun. In addition, we also conducted survical training. We explored Greweng Beach in order to find wood to make bonfire. But it needs long time to make the fire flaming up. The night sky was very beautiful as thousands of stars accompanied our night. The milky way was clear in the sky. No words could actually describe what we saw that night.




We had dinner together while playing guita. After a tiring day, we retreated to our makeshift bed. The boys slept outside the tent as thet wanted to spend their time chatting under the sky stunned night.



The morning came quickly, we went to a hill near the beach. From those hill, we could looked up very beautiful landscape. The ocean was in front of us, the sunrise had already came, and we could only enjoy this serene morning.







After that, we went back to the beach. Some kids choosed to plop down in the water. We played the ball. I kicked the ball to the wave like Hyuga, and then waited the ball came back pushed by the wave. :D . In those morning, I saw the dugong taking a bath in the seashore. The morning came quickly and after taking a few commemorative photos we came back home. Glad and satisfied.





In the memory of an unforgettable event,
Bagus
Sastra adalah hasil cipta, rasa, dan karsa suatu masyarakat yang berbentuk cerita, dan merupakan cerminan dari keadaan yang ada di suatu masa. Cerita dalam suatu karya sastra adalah refleksi dari pemikiran dan tanggapan penulis atas keadaan yang terjadi disekitarnya. Karya sastra mengandung ide, gagasan, dan pikiran yang ingin diungkapkan dan dibagikan kepada masyarakat. Wellek dan Waren (1990:19), mengungkapkan bahwa sastra memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat pendukung nilai-nilai kebudayaan, karena sastra menyajikan kehidupan dan sebagian besar terdiri atas kenyataan sosial yang ada dalam lingkungan masyarakat, walaupun karya sastra meniru alam dan dunia subjektif manusia.

Revolusi Prancis 1789 adalah salah satu titik balik terbesar dalam sejarah Prancis. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 14 Juli 1789, sekaligus menjadi hari kemerdekaan bagi negara Prancis. Saat itu ribuan orang Paris menyerang benteng Bastille dengan senjata di tangannya masing-masing (McPhee, 2002:1). Revolusi ini adalah bentuk reaksi terhadap kekuasaan raja yang sangat absolut. Adanya dukungan dari pihak gereja membuat raja semakin memiliki kedudukan yang kuat di mata masyarakat. Saat itu tidak ada undang-undang yang mengatur batas-batas penguasa, karena raja dianggap sebagai keturunan tuhan, sehingga apapun keputusannya dianggap benar. Kekuasaan absolut tersebut memunculkan berbagai kebijakan yang sangat membebani masyarakat, seperti besarnya pajak yang harus dibayar, atau adanya jual beli gelar bangsawan.

Banyaknya hal-hal menyimpang yang dilakukan oleh pihak kerajaan dan gereja memunculkan berbagai perlawanan, khususnya dari para sastrawan. Para sastrawan berusaha menyadarkan masyarakat dengan pemikiran-pemikiran yang mereka tulis dan mereka sebarkan. Karya-karya sastra yang ada pada abad 17 dan 18 banyak membahas tentang persamaan hak asasi manusia.

Penyebaran pemikiran para sastrawan dan filsuf  seperti Voltaire, Montesquieu,atau Molière saat itu dilakukan dengan berbagai cara, seperti dengan teater, karya tulis berbentuk esai ataupun novel, juga melalui poster-poster yang dipasang di tempat-tempat umum. Pasar menjadi tempat yang sangat strategis dalam menyebarkan paham-paham para sastrawan. Hal ini dapat dimaklumi karena pada abad 17 hingga 18, sebagian besar masyarakat Prancis merupakan masyarakat pedesaan. Pada akhir abad 18 saja,  8 dari 10 masyarakat Prancis adalah masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan (McPhee,2002:4). Masyarakat pada saat itu tak hanya menggunakan pasar sebagai arus utama pertukaran barang, namun juga informasi (McCarthy, 2005:7).

Sebagai contoh, adalah Molière yang teaternya banyak dipentaskan di tempat-tempat terbuka, terutama pasar. Molière yang hidup pada abad 17, terkenal dengan teater-teater komedinya yang banyak mengandung kritik, baik kepada pemerintahan maupun pada masyarakat di zaman itu. Salah satu teaternya yang paling terkenal adalah Tartuffe, yang banyak mengkritik kediktatoran kaum agamawan. Selain itu, dalam Les Fourberries de Scapin, Molière juga menyampaikan banyak sarkasme terhadap kehidupan keluarga bangsawan atau raja. Teater-teater Molière tak hanya dipentaskan saat ia masih hidup, namun juga setelah ia meninggal. Lima tahun sebelum revolusi, teater-teater Molière ditampilkan rata-rata lima atau enam kali setiap bulan, bahkan pada tahun 1791 sampai 1793, masyarakat bisa menyaksikan teater Molière hingga dua puluh lima kali per bulan, (Leon, 2009:15). Teater menjadi media yang sangat efektif untuk menyebarkan kritik dan propaganda, hal ini dikarenakan teater dapat dimengerti bahkan oleh masyarakat yang tidak bisa membaca, seperti sebagian besar masyarakat Prancis saat itu (McCarthy, 2005:8).

Sementara itu, karya-karya Voltaire banyak menyampaikan kecaman-kecaman terhadap fanatisme dan kezaliman dari tokoh-tokoh penguasa, juga tokoh agama. Dari berbagai karyanya, salah satu karya yang paling terkenal adalah Candide. Salah satu sarkasmenya terhadap keluarga kerajaan diungkapkan melalui kisah cinta Candide pada Cunégonde yang bertepuk sebelah tangan. Cunégonde tidak dapat menikah dengan Candide karena ia adalah keturunan bangsawan raja, sedang Candide hanya keturunan pedagang biasa. Penolakan keluarga Cunégonde bahkan masih berlanjut setelah Candide berhasil menyelamatkan nyawa kakak Cunégonde dari marabahaya.

Karya sastra adalah embrio dari pemikiran-pemikiran revolusioner. Melalui ratusan karya sastra yang terus beredar secara masif, lama-kelamaan semakin banyak masyarakat Prancis yang sadar bahwa selama itu mereka telah dijajah kebebasannya, dan nalar mereka ditutup oleh fanatisme yang ditanamkan keluarga kerajaan maupun gereja. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peran karya sastra terhadap terjadinya revolusi 1789 adalah melahirkan dan membangkitkan pemikiran-pemikiran revolusioner yang telah lama terendap dalam jiwa masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Durant, Will. 2011. Voltaire dan Pencerahan Prancis. Surabaya : PORTICO PUBLISHING
Leon, Mechelle. 2009. The French Revolution and Theatrical Afterlive. Iowa City : University of Iowa Press
McCharty, Gerry. 2009. The Theatres of Molière. London: Routledge
McPhee, Peter. 2002 . The French Revolution 1789-1799. New York: Oxford University Press
Voltaire. 2009. Candide, Optimisme dalam Hidup. Jakarta: Liris Publishing
Voltaire. 1958. The Age of  Louis XIV/Voltaire. London: J.M. Dent and Sons Ltd 1958

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990. Teori kesusastraan. Jakarta : Gramedia 
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Arsip Blog

  • ►  2019 (17)
    • ►  Desember (5)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Mei (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2018 (26)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (7)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2017 (20)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (6)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (2)
  • ►  2016 (36)
    • ►  November (4)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (11)
    • ►  Mei (4)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (5)
  • ►  2015 (42)
    • ►  Desember (3)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (8)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (7)
  • ▼  2014 (68)
    • ►  Desember (4)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (4)
    • ▼  September (3)
      • Kedai Ketjil
      • A Letter from Greweng Beach
      • PENGARUH SASTRA TERHADAP REVOLUSI PRANCIS 1789
    • ►  Agustus (10)
    • ►  Juli (7)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (10)
    • ►  April (7)
    • ►  Maret (9)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2013 (50)
    • ►  Desember (9)
    • ►  November (13)
    • ►  Oktober (15)
    • ►  September (7)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2012 (11)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (3)

Copyright © 2016 bagus panuntun. Created by OddThemes & Free Wordpress Themes 2018