PENGARUH SASTRA TERHADAP REVOLUSI PRANCIS 1789

Sastra adalah hasil cipta, rasa, dan karsa suatu masyarakat yang berbentuk cerita, dan merupakan cerminan dari keadaan yang ada di suatu masa. Cerita dalam suatu karya sastra adalah refleksi dari pemikiran dan tanggapan penulis atas keadaan yang terjadi disekitarnya. Karya sastra mengandung ide, gagasan, dan pikiran yang ingin diungkapkan dan dibagikan kepada masyarakat. Wellek dan Waren (1990:19), mengungkapkan bahwa sastra memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat pendukung nilai-nilai kebudayaan, karena sastra menyajikan kehidupan dan sebagian besar terdiri atas kenyataan sosial yang ada dalam lingkungan masyarakat, walaupun karya sastra meniru alam dan dunia subjektif manusia.

Revolusi Prancis 1789 adalah salah satu titik balik terbesar dalam sejarah Prancis. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 14 Juli 1789, sekaligus menjadi hari kemerdekaan bagi negara Prancis. Saat itu ribuan orang Paris menyerang benteng Bastille dengan senjata di tangannya masing-masing (McPhee, 2002:1). Revolusi ini adalah bentuk reaksi terhadap kekuasaan raja yang sangat absolut. Adanya dukungan dari pihak gereja membuat raja semakin memiliki kedudukan yang kuat di mata masyarakat. Saat itu tidak ada undang-undang yang mengatur batas-batas penguasa, karena raja dianggap sebagai keturunan tuhan, sehingga apapun keputusannya dianggap benar. Kekuasaan absolut tersebut memunculkan berbagai kebijakan yang sangat membebani masyarakat, seperti besarnya pajak yang harus dibayar, atau adanya jual beli gelar bangsawan.

Banyaknya hal-hal menyimpang yang dilakukan oleh pihak kerajaan dan gereja memunculkan berbagai perlawanan, khususnya dari para sastrawan. Para sastrawan berusaha menyadarkan masyarakat dengan pemikiran-pemikiran yang mereka tulis dan mereka sebarkan. Karya-karya sastra yang ada pada abad 17 dan 18 banyak membahas tentang persamaan hak asasi manusia.

Penyebaran pemikiran para sastrawan dan filsuf  seperti Voltaire, Montesquieu,atau Molière saat itu dilakukan dengan berbagai cara, seperti dengan teater, karya tulis berbentuk esai ataupun novel, juga melalui poster-poster yang dipasang di tempat-tempat umum. Pasar menjadi tempat yang sangat strategis dalam menyebarkan paham-paham para sastrawan. Hal ini dapat dimaklumi karena pada abad 17 hingga 18, sebagian besar masyarakat Prancis merupakan masyarakat pedesaan. Pada akhir abad 18 saja,  8 dari 10 masyarakat Prancis adalah masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan (McPhee,2002:4). Masyarakat pada saat itu tak hanya menggunakan pasar sebagai arus utama pertukaran barang, namun juga informasi (McCarthy, 2005:7).

Sebagai contoh, adalah Molière yang teaternya banyak dipentaskan di tempat-tempat terbuka, terutama pasar. Molière yang hidup pada abad 17, terkenal dengan teater-teater komedinya yang banyak mengandung kritik, baik kepada pemerintahan maupun pada masyarakat di zaman itu. Salah satu teaternya yang paling terkenal adalah Tartuffe, yang banyak mengkritik kediktatoran kaum agamawan. Selain itu, dalam Les Fourberries de Scapin, Molière juga menyampaikan banyak sarkasme terhadap kehidupan keluarga bangsawan atau raja. Teater-teater Molière tak hanya dipentaskan saat ia masih hidup, namun juga setelah ia meninggal. Lima tahun sebelum revolusi, teater-teater Molière ditampilkan rata-rata lima atau enam kali setiap bulan, bahkan pada tahun 1791 sampai 1793, masyarakat bisa menyaksikan teater Molière hingga dua puluh lima kali per bulan, (Leon, 2009:15). Teater menjadi media yang sangat efektif untuk menyebarkan kritik dan propaganda, hal ini dikarenakan teater dapat dimengerti bahkan oleh masyarakat yang tidak bisa membaca, seperti sebagian besar masyarakat Prancis saat itu (McCarthy, 2005:8).

Sementara itu, karya-karya Voltaire banyak menyampaikan kecaman-kecaman terhadap fanatisme dan kezaliman dari tokoh-tokoh penguasa, juga tokoh agama. Dari berbagai karyanya, salah satu karya yang paling terkenal adalah Candide. Salah satu sarkasmenya terhadap keluarga kerajaan diungkapkan melalui kisah cinta Candide pada Cunégonde yang bertepuk sebelah tangan. Cunégonde tidak dapat menikah dengan Candide karena ia adalah keturunan bangsawan raja, sedang Candide hanya keturunan pedagang biasa. Penolakan keluarga Cunégonde bahkan masih berlanjut setelah Candide berhasil menyelamatkan nyawa kakak Cunégonde dari marabahaya.

Karya sastra adalah embrio dari pemikiran-pemikiran revolusioner. Melalui ratusan karya sastra yang terus beredar secara masif, lama-kelamaan semakin banyak masyarakat Prancis yang sadar bahwa selama itu mereka telah dijajah kebebasannya, dan nalar mereka ditutup oleh fanatisme yang ditanamkan keluarga kerajaan maupun gereja. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peran karya sastra terhadap terjadinya revolusi 1789 adalah melahirkan dan membangkitkan pemikiran-pemikiran revolusioner yang telah lama terendap dalam jiwa masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Durant, Will. 2011. Voltaire dan Pencerahan Prancis. Surabaya : PORTICO PUBLISHING
Leon, Mechelle. 2009. The French Revolution and Theatrical Afterlive. Iowa City : University of Iowa Press
McCharty, Gerry. 2009. The Theatres of Molière. London: Routledge
McPhee, Peter. 2002 . The French Revolution 1789-1799. New York: Oxford University Press
Voltaire. 2009. Candide, Optimisme dalam Hidup. Jakarta: Liris Publishing
Voltaire. 1958. The Age of  Louis XIV/Voltaire. London: J.M. Dent and Sons Ltd 1958

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990. Teori kesusastraan. Jakarta : Gramedia 

Share:

0 komentar