Lebih dari Satu Cita-cita

PPSMB Kampung Budaya tahun ini mengambil tema yang sepertinya sederhana. Namun, ternyata tema sederhana ini justru menimbulkan perenungan yang cukup berat bagi saya. Ya, tema untuk Kampung Budaya tahun ini adalah tentang mimpi dan cita-cita.

Cita-cita. Apa itu cita-cita? Sejak kita masih duduk di bangku warna-warni kelas TK, Ibu Guru yang baik hati telah menanyakan pada kita, apa cita-cita kita ketika dewasa? Pertanyaan ini bahkan menjadi jajanan masa kecil yang wajib dan pasti dikonsumsi oleh anak-anak di seluruh Indonesia (atau mungkin dunia?). Pada masa itu, setidaknya ada 3 profesi yang paling sering dipilih. Tentara, guru, dan dokter. Meskipun ada beberapa anak yang kadang memiliki cita-cita yang sangat unik. Teman masa kecil saya, Ahmad Furqon, dulu ingin menjadi kondektur bus. Yang lebih parah? Ada. Sumbernya dari blog http://ayodyaasmara.blogspot.com/ , sang penulis pernah bercerita kalau waktu kecil ia ingin jadi Tuhan.

Ah, sebentar. Sumpah, saya baru menyadari kalau di paragraf sebelumnya saya menulis "Pada masa itu, setidaknya ada 3 profesi yang paling sering dipilih". PROFESI. Ya, ketika saya berbicara tentang cita-cita, maka yang langsung terbersit di otak saya adalah profesi. Dan kemungkinan besar, pemikiran yang sudah terkonstruksi demikian tidak hanya terjadi pada saya. 

Apakah sebenarnya cita-cita sama dengan profesi? Mari kita meninjau dan menilik sebentar tentang arti dari masing-masing kata tersebut.

Cita-cita, menurut KBBI adalah keinginan atau kehendak yang selalu ada di dalam pikiran dan kita sungguh-sungguh ingin mencapainya. Sedangkan profesi artinya adalah bidang pekerjaan yang dilandasi dengan keahlian tertentu.

Dari dua definisi diatas, sebenarnya kita dapat memahami bahwa cita-cita sangatlah berbeda dengan profesi. Jika cita-cita adalah suatu hal yang sangat ingin kita capai dan selalu ada dalam pikiran, artinya hal-hal yang dimaksud tentu tidak terbatas pada perihal bidang pekerjaan saja.

Ironisnya, sejak kecil pemikiran kita sudah dikonstruksi sedemikian rupa sehingga sering kita memaknai cita-cita adalah sebuah profesi idaman. Akibatnya, kita diharuskan mengunci diri di kamar, kerukuban selimut, dan memikirkan SATU profesi yang ingin kita capai kelak. Alhasil, sering kita temui, orang-orang yang ketakutan ketika ditanya apa cita-citanya. Terutama adalah mereka yang masih di usia remaja, bahkan bagi anak-anak kuliahan macam saya. Sering kita temui yang semacam ini:

"Apa cita-citamu?"

"Masih galau mas", kata si Badrun.

Bagaimana tidak menggalaukan? Kita sudah membatasi cita-cita sebagai sebuah profesi saja, lebih parahnya lagi, kita kebiasaan memaknai bahwa seseorang harus punya SATU cita-cita yang dikejar. Jika dari sekian banyak pilihan kita hanya harus memilih satu, siapapun orangnya tentu akan galau akut memikirkan hal tersebut.

Percakapan lain yang sering kita temui adalah percakapan semacam ini:

"Apa cita-citamu?"

"Jadi dosen mas", kata si Reni.

Sebenarnya, dengan jawaban yang demikian, saya ingin bertanya kepada Reni, "Selain dosen apa lagi ren?".

Mengapa?

Karena saya termasuk orang yang percaya bahwa seseorang harusnya punya lebih dari satu cita-cita.

Alasan yang pertama adalah, cita-cita tidak terbatas pada profesi saja. Dengan memaknai bahwa cita-cita bukanlah tentang profesi semata, maka seorang anak bisa lebih bebas untuk mengeksplorasi apa yang ada dalam benak dan hasratnya. Alhasil, pertanyaan tentang apa cita-citamu akan menghasilkan jawaban-jawaban yang berwarna, kreatif, dan mengejutkan. Dunia akan lebih asik. 

Alasan yang kedua adalah, saya yakin bahwa manusia memiliki kapasitas untuk melakukan lebih dari satu hal dalam hidupnya. Seorang guru bisa menjadi penulis, anak band, atau tukang pijat yang profesional dalam sekali waktu. Sebelum mewujudkan cita-citanya menjadi Presiden, seseorang bisa menjadi arsitek dahulu, sembari menjadi petani cabai di halaman rumah, plus jualan burjo dibantu oleh istri tercinta. Oh ya, sebelum menjadi Presiden, kita bisa lho bercita-cita menjadi lurah dahulu.

Intinya, jika cita-cita adalah sesuatu yang sungguh kita inginkan, tentu hal itu adalah babagan yang sangat kita sukai. Dan renungkan lagi, tidak semua hal yang kita sukai adalah hal yang sulit untuk dijalani. Jadi, koleksi cita-citamu sebanyak-banyaknya, dan gapai satu persatu.

Saya sendiri sejak kecil punya cita-cita ingin jadi Bupati Wonosobo. Tetapi, disamping cita-cita itu, saya masih punya banyak cita-cita lain. Tetap menulis di blog, menjadi penerjemah, memiliki penerbitan buku sendiri yang fokus dalam menerbitkan karya-karya Prancis dan  francophone lalu membuka lowongan kerja penerjemahan bagi lulusan-lulusan ilmu Sastra dan Bahasa agar bekerja di penerbitan saya. Nah, saat ini penerjemahan belum jadi profesi populer di Indonesia, bahkan anak-anak sastra pun jarang yang punya mimpi jadi penerjemah, disamping minim informasi, juga minim wadahnya. Selain itu, cita-cita saya adalah tetap band-band an di masa tua, punk-punk an. Tetap nggarap event, karena EO adalah bagian dari hidup saya. Lalu kuliah di Eropa dan melamar pacar. Banyak maunya ya?

Masalah sukses atau tidak, sukses itu apa sih? Klik link ini ya Suksesmu, Suksesku

Share:

0 komentar