Mak, Ijinkan Aku Jujur #HapuskanUN3

Lanjutan dari tulisan sebelumnya :

Kalian Tahu Kan? #HapuskanUN1 dan Sekolah opo Les-lesan? #HapuskanUN2

Saya sering diskusi dengan teman 1 kos saya. Indra, Andre, dan Bram. Salah satu diskusi kita adalah tentang pendidikan, khususnya UN.

Hal paling utama yang tidak kita setujui dari UN adalah “UN sebagai standar kelulusan”.

Seperti dituliskan sebelumnya di catatan pertama, UN sebagai standar kelulusan membuat siswa menghalalkan segala cara untuk lulus. Akibatnya, banyak anak membeli kunci jawaban.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sepertinya saya (harus) bisa mengerti mengapa anak-anak SMA membeli kunci jawaban UN.

Meskipun dulu saya jengkel ketika teman-teman saya beli kunci jawaban UN dan nilainya pada jauh lebih tinggi dari saya. Hehe. Saat itu saya bilang mereka “munafik”. Bersenang-senang dan puas dengan pujian sana sini, namun nilainya hanya dari kunci jawaban yang dibeli seharga 100ribu.

Saya mengerti bukan berarti saya membenarkan. Saya berprinsip, hal yang benar adalah hal yang suatu saat akan saya ajarkan pada anak saya. Dan saya tidak akan menyuruh anak saya beli kunci jawaban saat hendak menghadapi ujian.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Saya mengerti bagaimana perasaan anak SMA ketika UN hampir tiba.

Mereka sudah belajar setiap hari. Di drill dengan soal-soal UN dari pagi sampai sore.

Namun, ketika ada try out ujian, sering kali mereka tidak bisa lulus.

Rasa khawatirpun semakin menjadi. Banyak yang berusaha mengatasi kekhawatirannya dengan berbagai cara. Ada yang terus berdoa, sholat semakin rajin, puasa senin-kamis, dan belajar jadi sangat giat. Namun tidak sedikit pula yang akhirnya memilih jalan pintas, yaitu membeli kunci jawaban. Ada beberapa pula yang shalatnya jadi tambah rajin, tambah nurut dengan orang tua, tambah rajin belajar, tapi akhirnya beli kunci UN juga.

Waduh..

Apalagi bagi beberapa anak, mereka berpikir, “halah yang lain saja beli kunci jawaban kok !” , daripada “sok” jujur tapi nilainya kalah, mending ikut aja lah beli kunci jawaban.
Nah ! Yang begini ini jumlahnya banyak sekali.

Orang baik dan pinter seharusnya punya konsistensi untuk jadi diri sendiri. Kalau nggak punya ya begini jadinya. Tapi bagaimana lagi, lingkungan memang bisa membentuk mental para mulut besar jadi generasi-generasi cemen.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Akhirnya tulisan 3 seri ini akan selesai juga. Dalam tulisan ini saya banyak menyampaikan kritik saya terhadap UN. Mungkin tidak banyak solusi yang saya berikan. Kalau masalah solusi, biarkan para praktisi yang mengambil keputusan bagaimana selanjutnya mengubah sistem yang bobrok ini. Bisa belajar dari Revolusi hijau di pendidikan China, belajar dari pendidikan di Finlandia, atau baca solusi yang menurut saya sangat keren di blognya Pak Edi Subhan.

Ini linknya, silahkan baca :




Tapi setidaknya, saya punya solusi untuk adik-adik saya yang sebentar lagi mau UN dan sudah kepikiran atau mungkin sudah pesan kunci jawaban ke para mafia UN.

Saya tahu, kalian dituntut sekolah, dituntut guru-guru kalian untuk harus lulus UN. Ya, mungkin almameter kalian itu sekolah favorit. Sekolah teladan. Kalian dilarang membuat malu sekolah. Kalian tak boleh mencoreng nama baik almameter.

Saya tahu, kalian dituntut keadaan. Takut akan penilaian masyarakat, orang-orang yang tak sekalipun pernah memberi sesuap nasi itu akan mengatakan kalian bodoh jika tidak lulus UN.
Tapi yang paling berat adalah tuntutan orang tua. Ini yang pasti paling menekan. Ada semacam ketakutan. Takut mengecewakan orang tua jika hasinya buruk. Takut mempermalukan nama keluarga. Takut dimaki-maki ayah ibu sendiri. Lalu bagaimana?

Menurut saya. Kalian hanya perlu berkomunikasi lebih menjelang UN.

Yang pertama, mohon doa restunya untuk sukses UN. Dapat nilai bagus.

Yang kedua, mohon restunya jika dapat nilai jelek, bahkan jika tidak lulus. Maaf. Maksud saya, mohonlah restunya untuk jujur dalam mengerjakan. Apapun akibat dari kejujuran itu, mohonlah restunya.

Saya yakin. Orang tua yang baik akan mendukung kejujuran yang kalian pilih.

Saya ingat ketika dulu hendak UN. Jujur saja, dulu saya juga merasa khawatir kalau nilai saya tidak bagus. Saya juga khawatir kalau rangking saya turun. Saat itu banyak yang menawari untuk beli kunci jawaban. Namun selalu saya jawab “nggak lah. Curang. Percuma sekolah 3 tahun kalau akhirnya gini. Ntar pasti lulus kok” . Hehe. Tapi dengan jawaban itu saya malah dibilang “munafik”. Bahkan banyak yang bilang “pokoknya kunci jawaban yang sudah kita beli, jangan sampai bocor ke anak yang nggak mau beli”. -_-*

Dalam kekhawatiran itu saya bilang ke mamah saya, “mah, saya nggak mau beli kunci jawaban UN. Mungkin rangking saya akan menurun. Tapi setidaknya saya jujur. Saya juga akan berusaha semaksimal mungkin biar dapat nilai bagus.”.

Kata mamah saya, “kalau kamu beli kunci jawaban, percuma ngaji dari kecil sampai sekarang. Percuma didikan dari Pak Maksum (Pak Kyai). Mending jangan pernah ngaji dan ke mushola sekalian. Nilai itu nomor 2 lah, yang penting jangan korupsi.”
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lalu bagaimana endingnya?

Ternyata benar. Usaha saya kurang maksimal. Ya, saya nggak dapat nilai tertinggi di kelas. Banyak sekali teman-teman saya yang nilai UN nya mengejutkan.

Tapi karena sebelumnya kami sudah berkomunikasi seperti yang saya tulis diatas, mamah saya dapat menerima penurunan rangking saya. Beliau menjadi tidak (begitu) kecewa. Hehehe...

Orang yang hanya kenal kita  mungkin bilang “jujur marake ajur(Jujur membuat hancur)”. Tapi orang yang benar-benar sayang kita akan selalu bilang “jujur marake mujur(Jujur membuat mujur)”.


Untuk kalian yang mau UN, setidaknya temui dahulu orang tua kalian, katakan “mak, ijinkan aku jujur”.

Share:

0 komentar