Sekolah opo Les-lesan? #HapuskanUN2

Namanya Dik Doank. Saya rasa sebagian dari kita kenal pada sosok ini. Sekitar 2 minggu yang lalu, saya melihat aktor ini diundang ke acara Talkshow nya Ari Untung di Net.TV.

Dalam acara kali ini, ia tidak datang untuk memperkenalkan film atau lagu terbarunya. Bukan pula untuk berbicara soal kehidupan pribadinya sebagai seorang artis. Malam itu, ia datang untuk memberikan opini-opininya mengenai pendidikan di Indonesia. Pendidikan !

Dik Doank menceritakan tentang sekolah alam yang ia bentuk, yaitu “Kandank Jurang Doank”. Konsep sekolahnya begini, anak-anak boleh datang ke kandank jurank doang untuk belajar menggambar, bermain perkusi, outbond, olahraga, dan pelajaran-pelajaran lain yang sangat jarang didapat anak di sekolah. Saat ditanya apakah alasan Dik Doank membangun sekolah itu, ia menjawab karena sistem pendidikan di Indonesia saat ini begitu memprihatinkan.

Menurutnya, sistem pendidikan disini sangat menghambat kekreatifan anak, karena sejak kecil telah diterapkan bahwa anak yang pintar adalah anak yang pandai mengerjakan soal-soal tipe hapalan dan pilihan. Sedangkan anak yang tidak bisa mengerjakannya dianggap bodoh.

Selain itu ia berpendapat seharusnya pendidikan di Indonesia itu fleksibel dan disesuiakan dengan tempatnya. Contohnya, anak yang tinggal di daerah pedesaan, biarkan ia mendapat pelajaran menanam dan berkebun. Anak yang tinggal di pantai, ajari mereka memancing, mengolah garam, dsb. Hal ini penting, karena jika tidak dilakukan, tidak akan ada lagi anak desa yang mau jadi petani, tidak lagi ada anak pesisir yang minat menjadi ahli di bidang perikanan atau kelautan.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Genius ! Benar juga ya kata Dik Doank. Saya sendiri sampai sekarang sama sekali belum tahu bagaimana cara bertanam bertanam singkong yang baik, apalagi padi ! Padahal disekitar saya, banyak sekali orang tua yang melakukan hal-hal tersebut. Setiap harinyanya lo. Setiap hari ! Waduh, gimana jadinya kalau petani-petani ini tidak ada penerusnya? (Silahkan baca tulisan saya“Petani, Dari Lempuyangan-Kediri) .

Memang minat anak untuk bertani sangat kecil, padahal bertani pun bisa menjadi mata pencaharian yang menjanjikan bila kita memang memiliki minat dan passion di bidang itu. Bahkan kalau banyak petani yang berpendidikan, bukan tidak mungkin akan muncul penemuan-penemuan baru di bidang pertanian yang diciptakan anak-anak bangsa. Super !

Menurut saya, sistem pendidikan kita juga memang membuat siswa lebih menjadi peniru daripada pencipta. Kita dituntut menghafal, menghafal, dan menghafal. Kita tidak dilatih untuk mengkonsep sesuatu.

Padahal saya yakin, James Watt bisa menemukan mesin uap karna awalnya ia mengkonsep dan menggambar, penuh corat-coret di atas kertas. Begitu pula Iwan Fals, ia mencipta lagu-lagunya yang luar biasa dengan awal corat-coret diatas kertas. Benar kan seperti itu?

Bukti lain kita dibikin jadi anak peniru adalah, dari Sabang –Merauke, gambar pemandangan adalah gambar Gunung Kembar dengan matahari, burung, dan sawah. Sampai seorang standup comedian bernama Arie Kriting bingung, kenapa gambar pemandanggannya anak SD di Rajaampat pun gambar Gunung Kembar. Padahal disana nggak ada gunung, hanya laut, pesisir, dan pohon kelapa ! Bukan sawah ! haha, lucu memang. Tapi semua itu karena guru di Indonesia memberi pelajaran menggambar di kelas 1 SD dengan gambar tersebut. Setiap tahun, guru kelas 1 SD akan memberi contoh gambar gunung kembar, kemudian guru menyuruh siswa untuk meniru gambarnya. Terus, terus, dan terus seperti itu.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Jangan terus salahkan dasarnya, sudah-sudah. Dasar memang hal yang sangat penting. Tapi tujuan juga sangat sangat penting.

Kyai menyuruh muridnya sholat 5 waktu, berakhlak baik, dan beramal agar murid-muridnya bisa masuk surga. Soekarno mengijinkan pemuda Indonesia ikut PETA agar mereka mendapat pendidikan pendidikan militer dan menang perang. Sedangkan sekolah-sekolah di Indonesia, sudahkah sekolah ditujukan untuk memanusiakan manusia? Sudahkan ditujukan untuk mewujudkan cita-cita Tan Malaka? Atau sekedar agar lulus UN?

Kita yang bisa menilainya.

Namun, berdasarkan pengalaman saya, apalagi ketika di SMA, sebagian besar guru hanya menghargai murid yang memiliki nilai tinggi dalam ulangan dan UN nya. Akibatnya, banyak siswa yang takut untuk mengikuti kegiatan ekstrakulikuler, seperti OSIS, musik, atau pecinta alam. Padahal justru dengan berorganisasi, siswa akan memiliki jiwa sosial yang tinggi dan peka terhadap kejadian-kejadian disekitarnya.

Nah kenapa takut berorganisasi? Karena khawatir nilai ulangannya jelek. Meskipun dia tahu kalau dengan berorganisasi, ia akan jadi lebih kritis, peka, dan memiliki jiwa leadership yang tinggi. Dengan berorganisasi, siswa menjadi generasi yang memiliki kemampuan hebat dalam solving problem. Cerdas, kreatif.

Pertanyannya, seorang siswa memiliki jiwa leadership tinggi dan kritis, namun nilainya pas-pasan, akankah dia dihargai oleh sebagian besar guru-gurunya?

Tidak.

Padahal dukungan moral adalah hal yang sangat dibutuhkan saat seseorang sedang berusaha menemukan passion dan jatidirinya.

Sulit rasanya menemukan passion disaat semua pihak memaksa kita hanya untuk baik dalam mengerjakan soal-soal. Padahal passion orang berbeda-beda, ada yang hebat di hafalan, pemahaman, melukis, musik, olahraga, berbicara, dsb. Tapi tanpa support untuk mengembangkannya?

Apalagi dengan adanya UN. Siswa terus didrill dengan soal-soal, terutama saat kelas 3. Wah, betapa bosannya mengingat masa-masa kelas 3 SMA. Tiap hari menghafalkan rumus, latihan,latihan dan latihan soal. Semua distandarkan seperti ini. Mulai pagi jam 7 pagi sampai jam 2 siang kita sudah belajar di kelas, dan sorenya masih ada les latihan soal. Edan !

Dibanding nilai UN 9, tugas sekolah yang lebih penting sebenarnya adalah menjadikan siswanya menjadi murid yang cerdas dan yang menghargai proses. Membentuk murid yang berakhlak baik, mau puasa senin kamis dan tahajud bukan hanya saat menjelang UN. Hehe, aneh juga kan? Guru minta murid-muridnya mujahadah bersama Cuma saat menjelang UN. Kebiasaan yang pekok. Semuanya diharapkan serba instan, bahkan ridho tuhan diharapkan datang dengan instan.

Kenapa membentuk siswa yang berkarakter tidak dibentuk sejak lebih dini? Dukung anak-anakmu berorganisasi lo pak, bu. Kalau drilling soal, latihan mengerjakan soal, itu sih nggak beda dengan bimbingan belajar. Iki Sekolah opo les-lesan?

@aribagoez

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Inspired by : Dik Doank

Share:

0 komentar