MUSEUM PUSAT TNI AD DHARMA WIRATAMA










            “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya”, kutipan dari Bung Karno tersebut adalah alasan untuk memilih Museum Dharma Wiratama sebagai tempat yang wajib dikunjungi ketika sedang di Yogyakarta. Museum yang terletak di Jl. Jend. Sudirman No. 75, Yogyakarta, di sebelah timur Gramedia Yogyakarta ini adalah tempat yang penuh sejarah sekaligus saksi bisu perjuangan RI untuk meraih maupun mempertahankan kemerdekaan.
            Dalam museum ini, kita bisa melihat berbagai benda yang berhubungan dengan TNI AD sejak awal berdiri sampai sekarang. Benda-benda bersejarah itu antara lain foto, lukisan, peta, senjata, seragam, dan sebagainya dimana setiap benda disana akan bercerita pada kita sejarah apa yang telah mereka lewati. Yang perlu digarisbawahi adalah bahwa sebagian besar benda disini adalah asli dan benar-benar dijaga bentuk maupun keadaannya. Museum yang terdiri dari 21 ruang ini tertata dengan rapi dan bersih , keadaan museum juga masih begitu baik. Untuk masuk ke museum yang dikelola TNI AD ini, kita tak perlu mengeluarkan biaya sepeserpun, bahkan untuk parkir pun gratis. Jadi, mari kita bahas tentang museum yang luar biasa ini.
SEJARAH
            Gedung yang saat ini telah menjadi museum ini memiliki perjalanan panjang sejak awal dibangun hingga sekarang, berikut sejarah singkat dari Museum Pusat TNI AD Dharma Wiratama :
·         Dibangun 1904 oleh Belanda, terlihat dari bangunan dengan pintu dan jendela yang tinggi, khas bangunan-bangunan Belanda. Bangunan ini masih terlihat sangat kokoh hingga saat ini.
·         Pada masa pemerintahan Hindia-Belanda (1904-1942), gedung ini digunakan untuk tempat tinggal administrator perkebunan wilayah Jateng-Jogja.
·         Pada masa pemerintahan Jepang(1942-1945) digunakan sebagai markas tetntara Jepang wilayah Yogyakarta.
·         Pasca proklamasi (1945-1948) digunakan sebagai markas tertinggi TKR. Pada tanggal 12 Nopember 1945 dijadikan tempat konferensi TKR. Pada waktu itu juga Jenderal Soedirman terpilih sebagai panglima besar pada usia 29 tahun.
·         Antara tahun 1948-1961 maasih digunakan sebagai markas TNI.
·         Markas KOREM 072/Pamungkas(1961-1980). Pada tahun 1965 menjadi saksi kekejaman PKI dalam peristiwa G 30 S PKI. Di gedung ini terjadi penculikan Letkol Sugiono yang pada akhirnya beliau dibunuh dengan cara dimasukkan ke sumur tua lubang buaya.
·         Pada tahun 1982, diresmikan sebagai museum.
·         Tanggal 2 September 2010 diresmikan sebagai bangunan cagar budaya.


LAPORAN PANDANGAN MATA
            Selepas jumatan tanggal 21 Desember 2012, saat itu saya pergi menuju museum Dharma Wiratama bersama Henry, teman sekelas saya. Setelah memarkirkan sepeda motor, kami melihat bahwa museum sedang sepi dan tidak terlihat seorangpun di sekitar museum. Kami pun langsung menuju teras dari museum, dimana disana kami mengamati beberapa tulisan yang menceritakan sejarah museum dan sejarah perjuangan TNI AD. Tiba-tiba seorang bapak memanggil kami dan menyuruh kami mengisi buku tamu. Pak Karjo, penjaga skaligus guide di museum ini pun mempersilahkan kami masuk setelah selesai mengisi buku tamu. Oh ya, kami juga diizinkan membawa kamera untuk mengambil foto di dalam museum.
            Menuju ke bangsal, Pak Karjo tiba-tiba muncul kembali. Beliau menanyakan apakah saya dan Henry punya waktu banyak untuk berkunjung atau tidak. Pak Karjo menawarkan bantuan untuk menemani kami sepanjang perjalanan di museum. Dengan senang hati beliau berkata meskipun hari itu hanya ada 2 pengunjung, beliau akan dengan ikhlas menemani sekaligus menjelaskan apa saja yang ada dalam museum yang mempunyai 21 ruang ini. Tentu saja kami sangat senang ketika Pak Karjo menawarkan bantuan tersebut. Dan saya akan menceritakan apa saja yang saya lihat, dengar, dan rasakan dalam 21 ruangan tersebut, mari kita baca bersama.
RUANG 1
Sebenarnya dalam kunjungan tersebut, saya tidak melihat 1 pun tulisan yang menunjukkan ada ruang 1, sehingga saya menganggap ruang 1 adalah teras dari museum. Di sini, terdapat foto-foto para pemimpin TNI AD sejak dahulu sampai sekarang. Foto-foto jenderal dengan pangkat bintang 4 ini dipasang dengan rapi berjejer. Selain itu terdapat meriam-meriam buatan Jepang dan Belanda yang merupakan senjata rampasan para pejuang. Disini juga terdapat peta Indonesia sekaligus skema sejarah perjuangan TNI AD.
RUANG 2(Ruang Pangsar Jendral Soedirman)
Ruang ini berukuran kecil, bahkan menurut saya sangat kecil untuk ruang kerja seorang Panglima Besar. Ya, dahulnya ruang 2 ini adalah kantor kerja seorang ahli strategi perang, pemimpin perang terhebat yang pernah ada, Panglima Besar Jendral Soedirman. Ternyata ruangan milik seorang jendral sangatlah sederhana, dengan 1 kursi dan meja di pojok yang diatasnya ada segagang telephone tempo dulu. Kursi di pojokan ruang ini adalah kursi dimana Pak Dirman bekerja sebagai jendral, tempat dimana ia biasa menerima tamu dan menyusun strategi. Sedang agak di tengah ruangan, terdapat meja yang dikelilingi 4 kursi. Ketika berada di ruang 2, Pak Karjo bercerita bahwa ketika Pak Dirman dilantik sebagai Jendral pada usia 29 tahun, banyak orang yang meragukannya. Di usia yang masih begitu muda, ia sudah harus mengemban tanggung jawab yang sangat besar. Namun, ditengah keraguan itu, Pak Dirman menunjukkan kemampuannya bahwa yang muda pun bisa untuk memimpin. Beliau menunjukkan kemampuannya dengan berbagai prestasi, seperti mengusir sekutu di Jogja hanya dalam waktu 6 jam. Pesan yang didapat disini adalah “Jangan pernah ragu untuk melangkah meski banyak orang yang meragukan kita, jadikanlah itu motivasi untuk bisa memberikan yang terbaik”.
RUANG 3(Ruang Urip Sumoharjo)
            Ruang yang berseberangan dengan ruang 2 ini bentuknya hampir sama dengan ruang milik Pangsar Jendral Soedirman. Ruang ini dulunya juga merupakan ruang kerja Pak Urip Sumoharjo. Didalamnya terdapat kursi dan meja di pojok, ada juga patung setengah badan Pak Urip, begitu juga foto-foto saat beliau masih hidup.
            Pak Karjo bercerita dengan begitu semangatnya bahwa bapak Urip Sumoharjo adalah ahli organisasi dan birokrasi yang dimiliki TNI AD. Beliau dan Pak Dirman adalah 2 hal yang saling melengkapi. Dengan kerjasama antara keduanya, saat itu TNI AD menjadi tentara yang sangat ditakuti musuh. Kecerdasan dan taktik tempur dari Pak Dirman plus kemampuan berorganisasi Pak Urip adalah dwi tunggal yang tak terpisahkan. Struktur dan sistem  dari TNI AD yang masih berlaku hingga saat ini pun, embrionya berasal dari Pak Urip Sumoharjo.
RUANG 4(Ruang Palagan)
            Ruang palagan menceritakan tentang 8 palagan yang terjadi dalam  upaya mempertahankan kemerdekaan NKRI. Ruang ini bercerita tentang Palagan Ambarawa, Padang, dan sebagainya. Koleksi-koleksi yang ada disini adalah foto-foto, lukisan, baju tentara, senjata, dan peta yang menggambarkan terjadinya palagan tersebut. Cerita paling menarik disini adalah tentang palagan Bali atau Puputan Margarana. Puputan Margarana adalah saat perang sampai titik darah penghabisan, dimana saat itu pasukan dari Bali sudah terdesak. Keterdesakan disini artinya jika melawan akan habis, jika mundurpun kita akan kalah. Maka pasukan NKRI memutuskan untuk terus melawan. Lebih baik mati terhormat di medan perang daripada harus mati tanpa ada perlawanan. Itulah jalan yang dipilih pasukan NKRI hingga akhirnya semua pasukan NKRI di palagan Bali gugur.
RUANG 5(Ruang Senjata Modal Perjuangan)
            Senjata adalah salah satu bagian terpenting dalam perjuangan TNI AD mempertahankan mempertahankan NKRI. Ruang senjata di museum ini berisi berbagai senjata yang terdiri dari senjata-senjata sederhana seperti tombak, pedang, panah, dan trisula. Ada juga senjata hasil rakitan para pejuang yang sudah cukup modern, hanya saja kemampuannya masih sangat terbatas. Senjata rakitan itu seperti bedil, senjata kokang, dan juga ranjau unik yang di sekelilingnya terdapat kain-kain untuk kamuflase ketika ranjau diletakkan di tanah. Sebagian besar senjata yang terdapat di ruangan ini adalah senjata rampasan perang seperti pistol, senapan laras panjang, meriam, dan sebagainya.
            Cerita paling menarik disini adalah kisah Trisula Juhar Nurhadi. Senjata yang terbuat dari besi dan bentuknya seperti garpu ini menjadi begitu bersejarah setelah pemiliknya Juhar Nurhadi pernah mengalahkan pasukan penjajah dengan senjata ini. Juhar Nuhardi sendiri adalah tentara pelajar yang saat itu memimpin pasukan pada usia 14 tahun. Saat itu tentara pelajar adalah tentara yang sangat ditakuti penjajah. Usia mereka yang masih begitu belia membuat tentara pelajar sering nekat untuk melawan penjajah. Namun, justru kenekatan inilah yang ditakuti oleh musuh. Ingin tahu kisah selengkapnya tentang Trisula Juhar Nurhadi dan para tentara pelajar? Datang saja ke Museum Dharma Wiratama.
RUANG 6(Ruang Dapur Umum)
            Strategi pertama yang dipilih penjajah ketika melawan Indonesia bukanlah menyerang kantor seorang Jendral ataupun menyerang gudang senjata milik tentara, lalu apa? Ya, dapur selalu menjadi incaran awal dari para penjajah. Karena dari dapur inilah para pejuang mendapat stamina baru setiap harinya. Ketika dapur telah di lenyapkan, dan sumber makanan sudah habis, maka habis pula tentara kita. Ternyata dapur umum memiliki peranan yang begitu penting.
            Ruang 6 merupakan ruang yang dibentuk persis menyerupai dapur tempo dulu. Masih sangat sederhana, dengan kompor yang terbuat dari tanah liat atau disebut pawon. Suasana yang temaram dengan penerangan seadanya. Segala peralatan masak disini sangatlah sederhana. Di ruang inilah kita bisa mengenang besarnya jasa para ibu. Para wanita yang setiap harinya memasak di dapur untuk memberi tenaga pada para pejuang dengan masakan yang ala kadarnya. Bagaimanapun, kita harus mengunjungi ruang 6 ketika datang di Museum Dharma Wiratama.
RUANG 7(Ruang Alhub dan Alkes)
            Peranan alat komunikasi dan kesehatan pada era perjuangan saat itu sangatlah penting. Di ruang 7 ini kita bisa melihat pemancar Radio Republik Indonesia yang bentuknya masih sangat besar. Dahulunya alat inilah yang digunakan untuk menyiarkan berita berita penting yang terjadi di Indonesia.
            Alat kesehatan yang ada di ruangan ini dahulunya digunakan untuk operasi dan untuk menobati luka para pejuang. Disini kita juga bisa melihat kaki dan tangan palsu yang dibuat untuk para pejuang yang terpaksa di amputasi karena luka perang. Saya rasa ruangan ini terlihat agak menyeramkan. Bukan karena ada hal aneh atau apa. Akan tetapi, siapa yang tidak merinding melihat gergaji yang dahulu pernah digunakan untuk mengamputasi anggota badan seseorang.
RUANG 8(Ruang Perang Kemerdekaan)
            Ruang ini akan dijadikan ruang untuk menonton film tentang perjuangan TNI AD merebut kemerdekaan. Namun, ruang ini masih dalam tahap penyelesaian. Jadi hingga kunjungan saya saat itu, ruang ini masih belum dipakai.
RUANG 9(Ruang Perang Medical)
            Selain senjata, lukisan, dan foto, di ruangan ini kita bisa melihat perabotan-perabotan yang ada di ruang rapat para pejuang. Di ruang ini ada cerita konon yang Pak Karjo sampaikan. Cerita tentang lampu stongkring yang mati sendiri tanpa ada yang meniup, bahkan tanpa ada angin yang lewat. Lampu stongkring ini mati ketika pasukan penjajah lewat di depan sebuah rumah yang didalamnya ada Bung Karno dan tokoh-tokoh lain. Saat itu Bung Karno sedang melaksanakan rapat dengan hanya diterangi lampu stongkring yang begitu temaram. Jika lampu stongkring ini tidak mati, mungkin sejarah Indonesia akan berbeda. Mungkin dengan segera para penjajah akan masuk ke rumah tersebut, dan kita tidak tahu apa yang akan terjadi pada Bung Karno saat itu. Cerita ini memang tidak ada bukti kuat yang mendukung, jadi kita boleh percaya boleh tidak. Sampai sekarang lampu yang memiliki cerita ini masih ada dan terawat dengan baik di Museum Dharma Wiratama.
RUANG 10(Ruang Perang Kemerdekaan)
            Disini terdapat berbagai senjata rampasan dan meja-meja kayu yang sangat tua. Meja-meja disini dahulunya adalah meja yang ada di ruang kerja Pak Soeharto.
RUANG 11(Ruang Panji-panji)
             Setiap divisi dan setiap kesatuan dari TNI AD memiliki panji-panji tersendiri. Di ruang 10, kita akan melihat banyak bendera yang melambangkan tiap kesatuan. Tiap panji-panji memiliki filosofi tersendiri.
RUANG 12(Ruang Gamad)
            Ruang Gamad adalah ruang yang didalamnya terdapat seragam-seragam TNI AD sejak masih TKR hingga sekarang. Seragam-seragam ini masih asli dan dahulunya pernah dipakai oleh para pejuang. Ketika saya bertanya bagaimana pakaian ini bisa tetap terawat dan tidak busuk atau rusak, ternyata ada metode yang disebut fumigasi. Fumigasi adalah cara menjaga keawetan suatu barang yang terbuat dari kain atau kertas dengan cara memasukkan pakaian ke ruangan yang sangat tertutup. Kemudian di ruangan itu, barang-barang tersebut akan diberi suatu zat kimia yang berfungsi untuk membunuh kuman, bakteri, dan sebagainya. Metode ini dilakukan 6 bulan sekali. Fumigasi tidak merubah bentuk dan rupa dari pakaian tersebut. Bahkan noda tanah pun tidak hilang.
RUANG 13(Ruang Tanda Jasa)
            Piagam, surat penghargaan, dan tanda jasa lainnya semua disimpan dengan rapi di ruangan ini. Kita juga bisa melihat tulisan-tulisan dan piagam yang ditandatangani oleh Bung Karno dan Pak Harto, semua asli dan original.
RUANG 14(Ruang Peristiwa)
            Seperti kebanyakan ruangan lain lain, kita bisa melihat foto-foto dan benda yang berhubungan dengan suatu peristiwa. Beberapa peristiwa yang di ceritakan oleh benda-benda di ruang 14 adalah peristiwa Solo, pemberontakan PKI Madiun, dsb. Disini kita bisa mengenang pula Letkol Slamet Riyadi.
RUANG 15(Ruang Peristiwa)
            Masih di ruang peritiwa, kali ini kita akan melihat kekejaman dari DI/TII. DI/TII adalah musuh dari negeri sendiri yang ingin merubah NKRI menjadi negara islam. Disini kita bisa melihat foto-foto tentang peristiwa DI/TII, bahkan seagam DI/TII dan panji-panji nya pun bisa kita lihat.
            Cerita dari Pak Karjo disini adalah notes berdarah yang ditulis Mayor Kusnanto. Menjelang wafat setelah diserang tentara DI/TII , Mayor Kusnanto menulis sebuah notes untuk istrinya yang ia tulis dari darahnya sendiri. Notes itu berisi ucapan maaf dan sebuah nasihat kepada istri dan keluarganya. Notes yang asli saat ini tersimpan oleh TNI AD, sedang yang berada di museum ini saya sendiri kurang tahu apakah itu fotonya atau apa. Tetapi kita bisa melihat arti sebuah kasih sayang dan rasa cinta tanah air yang keduanya mengalir dari seorang Mayor Kusnanto.
RUANG 16(Ruang Peristiwa)
            Ruang peristiwa yang ketiga ini menympan berbagai benda yang berhubungan dengan perlawanan musuh dari negeri sendiri. Yait dari daerah-daerah yang ingin melepaskan diri dari Indonesia, seperti Irian Jaya, Maluku, dan Timor Leste. Setelah mengunjungi ruang ini saya pun tahu, bahwa bendera negara Timor Leste yang ada sekarang ternyata sudah ada sejak dulu.
RUANG 17(Ruang Alat dan Peralatan)
            Sebagai negara yang baru saja merdeka, saat itu Indonesia masih mamakai segala sesuatu yang serba sederhana. Hal ini bisa kita lihat dari benda-benda yang ada di ruang 18. Disini kita bisa melihat printer yang ukurannya sangat besar, lebih besar dari 3 kompor gas yang ditumpuk. Ada pula tape recorder yang sebesar mesin cuci. Selain itu disini juga ada berbagai alat komunikasi seperti telephone, pemancar sinyal radio, dan lain-lain.
RUANG 18(Ruang Piagam Keutuhan TNI AD dan Kontingen Garuda)
            Tidak hanya sekali, TNI AD pernah dikatakan sudah tidak punya kekuatan, bahkan dikatakan bubar. Namun, hal itu tak pernah terjadi, TNI AD tetap selalu ada untuk negara. Ruang ini menunjukkan bahwa sejak dul hingga kini TNI AD selalu utuh.
            Rasa bangga muncul di benak saya, ketika saya melihat foto kontingen pasukan garuda dari TNI AD yang dikirim untuk negara-negara yang sedang mengalami krisis. Negara-negara yang pernah mendapat bantuan dari kontingen garuda antara lain Kongo, Lebanon, Myanmar, dan sebagainya. Kemampuan kontingen garuda ini telah diakui dunia, bahkan dikatakan ada keunggulan tersendiri dari kontingen garuda yang bahkan tidak dimiliki oleh tentara dari AS maupun negara besar lain. Keunggulan yang dikatakan disini adalah keiklasan dari pasukan garuda. Jika kalian belum paham akan tulisan ini, maka akan kita pahami apa makna dibalik keiklasan setelah berkunjung ke museum ini.
RUANG 19(Ruang Pahlawan Revolusi)
            Pahlawan revolusi adalah gelar yang diberikan  pada 7 pahlawan yang gugur dalam peristiwa G30S PKI. Ketujuh pahlawan itu gugur dengan cara dimasukkan ke sumur tua lubang buaya oleh PKI. Di ruangan ini kita bisa melihat lukisan 7 pahlawan revolusi, foto-foto saat mereka masih hidup, bahkan pakaian tugas yang pernah mereka pakai. Disini kita juga bisa membaca perjalanan hidup mereka ketika masih membela NKRI. 1 tulisan di dinding bagian atas ruang 19 yang begitu berkesan adalah “ Hiduplah dengan kehormatan, dan mati sebagai sahid”.
RUANG 20(Ruang Trikora)
            Ruang Trikora bercerita tentang perjuangan pembebasan Irian Barat dari tangan Belanda. Disini kita bisa melihat berbagai gambar dan lukisan tentang perang yang terjadi. Disini juga ada bendera PBB dan foto-foto upaya pembebasan Irian Barat melalui jalur diplomasi. Dengan berada di ruangan ini, kita bisa tahu siapa saja orang yang pernah berperan penting dalam operasi Trikora. Ternyata upaya mempertahankan ibu pertiwi benar-benar luar biasa.
RUANG 21(Ruang Penumpasan G30S PKI)
            Kurang lebih sudah 2 jam saya, Henri, dan Pak Karjo menyusuri Museum Dharma Wiratama. Akhirnya kami sampai di ruangan terakhir, dimana di ruangan ini kita bisa melihat berbagai catatan sejarah tentang perjuangan melawan PKI. Disini terdapat mobil yang dulu dipakai Pak Soeharto. Mobil tua berwarna hijau seperti hijau di seragam tentara ini sudah tidak berfungsi lagi, namun keadaan mobil terlihat masih sangat terawat. Foto-foto yang membuat saya langsung mengamatinya adalah rangkaian foto yang menceritakan upaya pengambilan jenazah pahlawan Revolusi dari sumur lubang buaya. Dalam foto-foto itu, jenazah yang sudah beberapa hari di dalam sumur terlihat sudah membengkak dan membusuk. Benar-benar foto yang membuat kita pilu. Kekejaman dari PKI saat itu memang sudah diambang batas. Ruang terakhir ini juga menceritakan bahwa PKI bukanlah organisasi biasa, mereka adalah organisasi besar yang sangat terorganisir hingga bisa membuat keadaan NKRI saat itu benar-benar panas dan darurat.
CERITA TENTANG JENDRAL SOEDIRMAN
          Hari itu, saya merasa mendapat pengalaman yang luar biasa setelah berkunjung di Museum Dharma Wiratama. Saya merasa bangga dengan negara ini dan termotivasi. Bangsa kita sebenarnya adalah bangsa yang begitu hebat, bangsa yang kuat dan tahan banting, bangsa yang cinta akan tanah airnya melebihi apapun. Jika mereka pahlawan kita bisa, mengapa kita tidak? Tunjukkan rasa cinta pada negeri ini dengan terus berkarya kawan. Nasihat dari Pak Karjo ketika kami akan pulang, beliau berpesan jangan pernah ragu untuk menunjukkan bahwa kita bisa melakukan yang terbaik, jadilah orang hebat yang bermanfaat dan berani. Bagaimanapun, saya mengucapkan terima kasih pada Pak Karjo yang telah memberi banyak ilmu dan pelajaran berharga hari ini. Sebelum menutup artikel ini, saya akan sedikit bercerita tentang Panglima Besar Jendral Soedirman.

               Saat itu Indonesia masih dalam upaya mempertahankan kemerdekaannya. Panglima Besar Jenderal Soedirman sendiri justru sedang sakit dan dirawat di RS Panti Rapih. Tiba-tiba terdengar suara ledakan yang membuat beliau kaget dan langsung menanyakan apa yang sedang terjadi kepada salah satu anggota TNI yang menjaganya di Panti Rapih. Karena tidak tega melihat keadaan Pak Dirman yang saat itu menderita radang paru-paru, anggota TNI itu berbohong bahwa itu suara dari latihan perang para pejuang Indonesia. Padahal suara itu berasal dari serangan Belanda yang mengadakan agresi dadakan. Pak Dirman tidak percaya pada bawahannya, dan ia berkata akan memecatnya dari TNI jika ternyata bawahannya tersebut berbohong. Akhirnya anggota TNI tersebut mangatakan apa yang sebenarnya terjadi.
             Pak Dirman lalu menemui Bung Karno dan meminta ijin untuk mengadakan serangan balasan kepada Belanda. Bung Karno yang melihat keadaan Pak Dirman tidak tega dan mengatakan bahwa sebaiknya serangan balasan dilakukan setelah Pak Dirman sembuh. Ketika itu Pak Dirman menjawab pada Bung Karno 1 kalimat yang membuat Bung Karno tidak bisa mencegah kehendak Pak Dirman "Yang sakit itu Soedirman, Panglima Besar tidak pernah sakit".
           



Share:

0 komentar