bagus panuntun

berubah!

Setiap ludah yang muncrat saat aku mengumpat,memaki
Semua sperma yang keluar selepasku masturbasi
Aku kungkum didalamnya
Aku nista menjijikkan..

Angkatlah aku dari kubangan itu
Dengan maafmu...
Paling tidak seumur hidup sekali kamu pernah melihat puitisnya Sang Hyang Wenang dari sini. Wonosobo nggak jauh-jauh amat kok. Kuat kan mendaki dua setengah jam? :)




















Sumber foto :
Facebook teman-teman. Ada Irul, Simas, Katoda.

Ketika saya bilang "Jahiliyah, mereka yang mengatasnamakan agama hanya untuk kepentingan politik golongannya".

Banyak yang menyebut saya sekuler, otak Yahudi.

Ya terserah. Itu hak kalian menyebut apapun pada saya.

Hanya saja, saya harap kita semua sudah bisa membedakan antara "Mengatasnamakan agama untuk kepentingan politik" dengan "Mengamalkan nilai agama dalam berpolitik".

Makna antara "mengatasnamakan" dengan "mengamalkan" sangatlah berbeda.

Maknanya berbeda, niatnya berbeda, dampaknya juga berbeda.

Semoga kita sama-sama paham bahwa intisari dari agama adalah pada "nilai", bukan pada "nama".

Semoga kita tidak menjadi orang beragama yang terjebak pada "kata" semata.

Mari belajar membaca dunia.
Ini tulisan lanjutan dari post kemarin. Akan ada banyak pisuhan, bagi yang kurang berkenan melihat saya memisuh, jangan marah, maafkanlah.hehe.. Kapan-kapan kita ngobrol tentang misuh. Tapi saya cerita tentang ini dulu, saya rasa ini penting untuk saya bagikan.

------------------------------------------------------------------------

Sampai di Stasiun Pasar Senen, saya dan Lukman berniat mencari makan untuk sahur. Karena kami pikir makan di stasiun pasti sangat mahal, kami pun keluar dari stasiun dan langsung belok kiri dari pintu masuk stasiun. Keadaan di sekitar stasiun saat itu masih ramai, dan saya pikir bakal aman-aman saja. Sekitar 200 m kami berjalan, disitu sudah tidak seramai di depan pintu, tapi masih cukup banyak orang.

Tiba-tiba ada orang bertubuh gempal, rambutnya botak, dia pakai kaos warna putih dan celana pendek warna krem yang sudah sangat lusuh, dari mulutnya sangat bau alkohol, dia minta kami berhenti. “Eh, siapa lo? Mau kemana?” . Saya yang waktu itu menjawab “Nih mau cari makan bang, di warung situ.” . Mendengar jawaban saya, masnya ini malah nyolot “Lo ati-ati ya, disini tempat gue, gue banyak temen disini. Sini kasih uang rokok !” .

Perasaanku waktu itu langsung campur aduk, ning batinku ada dua suara “Astaghfirullah.. apes banget, nembe wae 5 menit wis kena preman. Ya Allah pie iki..”, “Jancukkkk...Asuuuu iki wong... Nyong ora pan macem-macem kie lah!”.

Sedangkan Lukman langsung ngeluarin rokok dari tasnya, dia kasih 1 bungkus rokok promild ke preman tadi, eh malah tambah marah-marah ini orang, logatnya agak kemedan-medanan “Apaan ni? Gue butuh duit buat minum! Lo yang sopan ya, jangan sok lu, gua nahan emosi nih bisa gua hajar lo disini”. “Lho, katanya minta rokok bang? Ini nggak papa buat abang semua”, jawab Lukman dengan ekspresi yang sudah mirip kumbahan teles.

“Sekarang lo bawa duit berapa, jawab jujur, jangan berani-berani nggak jujur ya !” . Waktu preman itu sedang melancarkan aksinya, disitu sebenarnya banyak supir bajaj dan supir taksi, saya sendiri heran kok mereka diam saja nggak ada yang bantu kami, cuma pada ngliatin ! Bahkan waktu ada bajij pas lagi di depannya, si preman dengan santainya malah ngajak ngomong ke sopirnya “Udah...” , kata si preman tadi.

Disini saya mulai mikir, berimajinasi kayak di film, saya lari dari preman itu, segera kabur. Tapi belum ada kode sama Lukman, kalau saya lari, njuk Lukman dipateni pie?? Masalahnya itu orang pasti bawa pisau juga, ini urusannya untuk hidup mati. Saya akhirnya mencoba agak sabar dan istighfar, sambil ngomong ke abangnya “Astaghfirullah bang.. kami baru aja sampai, Cuma niat cari makan” . “Udah diem aja lo, jangan banyak omong, gua mulai panas nih! Gua tanya lo punya uang berapa?”.

Karena panik, dan maklum lah, takut juga, si Lukman jawab “Saya Cuma bawa uang sejuta bang,ini uang beasiswa bang, tolong lah bang jangan gitu.” “Sini serahin dompetnya biar gua itung”. Saya yang waktu itu di sebelahnya Lukman Cuma bisa bisik-bisik “Ojo, di lobi sek!”. Lukman pun akhirnya menyodorkan uang 40 ribu ke preman itu, dan preman itu minta tambah, lagi-lagi Lukman nambah 100 ribu buat ke abangnya. Dan si preman tambah misuh “Uang segitu bisa buat apa, lo pikir gua anak kecil?”.

Sikaaak... disini saya malah emosi sama diri sendiri juga “Astaghfirullah, aku kok ra wani ngajak gelut yo...” “Uassu, kudune aku ki cah lanang biso opo lah, karate opo taekwondo, atau opo lah. Sikak ! Malah ra biso ngopo-ngopo saiki. Goblok !”

Saking campuraduknya emosi saya, saya malah jawab panjang lebar ke premannya “Bang, kan abang minta tolong ke kita, nah kita mau nolong nih, tapi cuma bisa ngasih segitu dan ikhlas kok. Jangan gitu lah bang..” , aku goblok yo?? Hahahaha.... Kembali lihat keadaan sekitar, disitu supir-supir bajaj masih pada ngelihatin kami, tanpa satupun pedulu. “Bang tolong ya bang, kita mau cari makan nih, kita cuma bisa bantu segitu.”, dan tiba-tiba premannya “Diam lo ANJING !!” PLAKK, kepele sing ping pindone kepelku wis ngantem raiku, jigur rada pegel cuk ! Bejo ra buanter...

Berikutnya percakapan panjang terjadi antara Lukman dan si Preman, si Lukman menolak untuk memberikan dompet, karena pasti ia akan segera lari. Lukman malah cerita panjang lebar tentang tujuan dia ke Jakarta, dan JUJUR banget. “Bang, saya ini mau ngurus visa, besok mau belajar di Thailand, nah saya bawa uang 1 juta, ini tinggal untuk bayar visa, makan, dan pulang. Tolong lah bang, kami ini nggak tau apa-apa, ya kita saling ngertiin lah bang. Saya malah belum tahu bang dimana kedubes Thailand soalnya benar-benar nggak tau tentang Jakarta”.

Yang terjadi berikutnya?? Entah gimana, mungkin dengan wajah kita yang sudah memelas dan ngeles terus tiap masnya nantang, akhirnya preman itu agak lunak, Lukman akhirnya ambil keputusan, “Nih bang 200 buat abang, tambah yang ini (uang 40 ribu), udah ya bang kita mau cari makan dulu”. Dan abangnya juga jawab “Ya udah sini, lu jangan macem-macem disini! Sana pergi..” . Habis itu kami segera jalan cepat balik ke arah stasiun, sambil melewati supir-supir bajaj dan taksi yang daritadi cuma nglihatin.

Waktu kami balik stasiun, kami langsung berjalan cepat, karena preman itu masih melihat tajam ke arah saya dan Lukman. Saya langsung misuh “Bajingaaan... walah bejo isih urip luk !”. “Hooh, sikak yakin, nggajal yo lapor polisi, mau ono polisi si nangnjero??”. Kami masuk kembali ke dalam stasiun, supir-supir bajaj yang tadi melihat kami tanpa ekspresi, seolah mereka Ical yang melihat Sidoarjo tenggelam oleh lumpur.

Sampai di dalam stasiun Lukman bilang ke saya "Ket mau nyong ke eling bukune Paulo Coelho sing The Alchemist, jarene jarang-jarang uang dapat menyelematkan nyawa kita".

Saya juga ingat Paulo Coelho dalam bukunya Aleph, "Kita harus selalu waspada menghadapi serangan maut  dan mampu menatapnya lekat-lekat, sehingga maut menerangi jalan kita".

Mr.Paulo, maybe many people will say that we're stupid, but with the forbearance that you teach to us, we can postpone to "kaboom" our emotion. And a matter of fact, we can save our life... Thankyou very much...

----------------------------------------------------------------------------------------

Kalian pikir ceritanya sudah selesai?? BELUM.

Lelah memang. Saya sendiri malas jika membaca novel yang konfliknya berlapis-lapis dan terlalu rumit. Seperti sinetron yang di panjang-panjangkan. Masalah maning masalah maning..

Tapi ini bukan novel, bukan cerpen, ini pisuhan. Kenyataannya pagi itu setelah dipalak preman pasar, kita masih dibuat muak oleh preman yang lain.

Preman Berseragam...



#bersambung , turu sek..
--------------------------------------------------------------------------------------

Suwun nggih sampun membaca tulisan ini. Mohon maaf bagi yang tidak suka pisuhan-pisuhan di tulisan ini. Hari ini saya sudah ikhlas, sudah legowo, jadi pisuhan diatas hanya aktualisasi dari apa yang terjadi saat itu. Niat tulisan ini bukan sekedar curhat dan misuh, tapi agar teman-teman lebih berhati-hati ketika berada di tempat yang belum begitu kita pahami. Semoga bermanfaat dan tunggu pisuhan selanjutnya. :)
Rabu lalu, tanggal 16 Juli, saya dan Lukman mengunjungi Jakarta, mampir ke ibukota. Keberangkatan saya pun sebenarnya sangat mendadak. Minggu sore Lukman sms “Gus, ngesok sore kancani ngurus visa nang Jakarta yo?” . 

“Sikak, ngesok sore? Nyong nyambut gawe cuk. Nek Rabu piye?”.

“Ya wis, oke Rabu, tak pesenke tiket yo!”.

Akhirnya saya sepakat untuk berangkat ke Jakarta hari Rabu, kami pakai kereta Bengawan. Murah lo, harga tiketnya 50.000 rupiah, keretanya pun nyaman kok, sudah nggak ada empet-empetan seperti jaman dulu. Pokoknya pasti dapat tempat duduk. Hanya saja, mbuh siapa terdakwanya, mulai dari Purwokerto bablas ke Jakarta, keretanya jadi pesing mbanget.

Jika bawa masker kau tak ingat,
Jika bau pesing terus menyengat,
Hanya ada satu kata, LAWAN !


Tujuan utama kami ke Jakarta adalah ngurus visanya Lukman, karena bulan Agustus dia akan exchange di Thammasat University, Thailand. Sedangkan saya punya tujuan lain, eh sebenarnya ini dadakan juga, baru kepikiran setelah diajak ke Jakarta, saya mau mengantarkan proposal acara C’est La Fête ke PT. Danone dan Kedubes Prancis.

Oke, bisa dikatakan perjalanan di kereta api sangat menyenangkan, terutama dari Solo sampai Purwokerto. Pemandangan hamparan sawah di waktu senja selalu mengingatkanku akan Maha Puitisnya Sang Hyang Wenang.






Apalagi di depan kami ada mbak-mbak orang Purwokerto yang orangnya ramah sekali. Wis ayu, ramah, sayang keluarga meneh, nelfoni bapake karo bojone nggo ngucapke selamat berbuka puasa dab ! Subhanallah..


Hidden Camera. Kelakuane Lukman
Ada yang pernah baca bukunya Cak Nun yang judulnya Gerakan Punakawan atawa Arus Bawah ? Dalam buku tersebut, Cak Nun berujar :

"Kalau kebahagiaan objektif susah didapatkan, amat sempit peluangnya atau amat terlalu mahal harganya, ya dicobalah merakit kebahagiaan yang subjektif. Yaitu model kebahagiaan yang setengah dipaksakan untuk menjadi kebahagiaan. Kebahagiaan yang seolah-olah memang sungguh-sungguh kebahagiaan. Atau keadaan batin yang dibahagia-bahagiakan."

Quote dan penghayatan hidup dari Cak Nun ini selalu saya ingat setiap harinya. Iya, saya setuju bahwa kebahagiaan itu bisa muncul dari pikiran yang liar. Kita harus mikir bahwa dalam berbahagia kita juga bisa anti mainstream. Temukan kebahagiaanmu sendiri agar setiap harinya kita bisa menemukan species-species baru dari cara berbahagia


Bagi saya, naik kereta itu membahagiakan, saling bercerita dengan kenalan baru di kereta juga membahagiakan, apalagi bisa mengambil foto-foto yang bagus padahal kita sedang di dalam kendaraan. Bahagia itu sederhana kok..


Selama perjalanan di kereta api ini, saya masih jadi orang yang pintar berbahagia.

Akan tetapi begitu sampai di Jakarta, kira-kira jam 1 pagi, AMSYONG !!! Kejem Dab !

#bersambung . Turu sek..

Playen adalah sebuah desa yang terletak di Gunungkidul, Yogyakarta. Desa ini terletak di kecamatan Playen. 

Ya, memang begitu. Desa Playen,Kecamatan Playen. :)

Tulisan ini menjadi jembatan sebelum saya melanjutkan tulisan bersambung dengan judul “Menelusuri Jejak Ki Manthous”.

Playen bukanlah tempat kelahiran saya, bukan pula tanah dimana saya melewatkan masa kecil. 

Namun, sebuah misi kebudayaan, yaitu penelitian tentang musik campursari, mengantarkan saya untuk mengenal lebih seluk beluk desa ini.

Dalam melaksanakan penelitian ini, saya ditemani oleh beberapa teman saya, mereka adalah :


Hendy

Lukman


Andre

Teman saya paling akrab, Aku.

Mas Adwi


Selama beberapa kali survey, hanya saya dan Mas Adwi yang selalu berangkat ke Playen. Hendy kadang sibuk, Andre kadang sudah ada janji, sedangkan Lukman kadang belum siap karena harus bolak-balik dari Solo.

Oh ya, meskipun penelitian ini didanai oleh fakultas saya, Fakultas Ilmu Budaya, namun tidak semua dari personil kami adalah mahasiswa FIB. Ada Andre yang merupakan mahasiswa Pendidikan Luar Biasa UNY, dan Lukman yang kuliah jurusan etnomusikologi di ISI Solo. Penelitian tentang musik campursari ini kami laksanakan karena memang kami semua, terutama saya dan Lukman, memiliki minat besar terhadap musik asli Gunungkidul ini.

Sejak bulan Maret sampai Mei, hampir setiap minggu kami berkunjung kesini. Biasanya kami berangkat pada hari Sabtu siang, dan pulang pada malam harinya. Namun kami juga pernah menginap disana agar observasi bisa lebih mendalam.

Nah, setiap kali survey, kami hampir selalu mengunjungi tempat-tempat menarik yang ada di sekitar desa.hehehe.. Kami selalu menyempatkan diri untuk bisa jalan-jalan menikmati tempat-tempat indah disana. Biasanya sore hari setelah selesai menemui narasumber pertama.

Dari setiap kunjungan tersebut, saya tak pernah lupa untuk mengambil foto, dan tak lupa pula selalu saya upload di Facebook. Hingga teman saya kadang bertanya “Kowe penelitian opo dolan to??” . Haha.. Sambil menyelam minum air bro. Karena selain meneliti campursari, kami juga harus meneliti tentang seluk beluk desa, potensi apa saja yang ada disana. Salah satunya ya potensi pariwisata.

Ya. Serius. Ini bukan alibi. :)

Banyak hal-hal yang ingin saya ceritakan. Banyak gambar yang ingin saya bagikan. Maka kali ini saya akan menuliskan hal-hal yang sangat berkesan selama saya berkunjung ke Playen. :)


Masyarakat yang Ramah

Seperti kebanyakan masyarakat desa di Pulau Jawa, kehidupan di Playen masih memegang prinsip gotong royong. Meskipun Playen bukanlah desa yang terpencil, bahkan bisa dikatakan sudah cukup modern, namun hari-hari disana masih berjalan dengan tenang, tidak terasa hiruk pikuk seperti di kota-kota besar.

Masyarakat disini sangat ramah dan terbuka. Tentu sangat berbeda dengan masyarakat yang hidup di kota-kota besar. Kesan-kesan individualis benar-benar tidak terlihat. Hal inilah yang memudahkan kami dalam penelitian ini.

Setiap kali melakukan wawancara dengan masyarakat, kami tidak merasa kesulitan untuk mencari siapa orang yang mau diajak berdialog. Biasanya ketika kami makan siang, atau ketika sedang duduk di depan mushola, dan kebetulan ada orang yang terlihat selo, kami langsung meminta waktu sebentar untuk wawancara. Tujuan wawancara ini adalah untuk menanyakan tentang pandangan masyarakat mengenai Manthous dan campursari. Mereka terlihat sangat antusias dalam menjawab.

Kerennya adalah, hampir semua orang yang kami temui, mereka tahu dan paham tentang sejarah musik campursari. Mereka tahu tentang bagaimana keseharian Manthous dahulu, bagaimana masa kejayaan grup Campursari Gunungkidul, bahkan mereka tahu tentang fenomena pergeseran makna musik campursari. Hal ini membuktikan bahwa sebenarnya kesenian campursari sudah begitu mengakar di Playen, dan secara disadari telah menjadi simbol atau ikon dari desa tersebut.



Pak Surahno



Gambar diatas adalah foto kami bersama orang nomor satu di desa Playen. Ya, beliau Pak Surahno, lurah baru desa Playen.

FYI, Sebelum melakukan penelitian, sebaiknya kita memohon ijin pada salah satu perwakilan desa. Kita perlu menyampaikan maksud dan tujuan, meminta ijin jika kita mungkin akan mengganggu beberapa warga terkait penelitian ini, meminta doa restu, dan memohon bantuan transit.hehehe...

Kami pernah menginap di rumah Pak Surahno. Waktu itu hari Sabtu, dan kami baru sampai di rumah Pak Surahno pada ba'da maghrib. Selama berada di rumah Pak Lurah, kami sempat banyak bercakap tentang kesenian daerah, musik, dan politik. Percakapan dengan Pak Lurah berlangsung santai, apalagi karena malam itu kami ngobrol sambil minum teh. Oh ya, selain  teh hangat, kami juga disuguh gorengan. hehe..






Air Terjun Sri Gethuk

Tidak terlalu jauh dari lokasi penelitian kami, terdapat sebuah objek wisata yang begitu unik. Adalah air terjun Sri Gethuk, air terjun yang berada di kawasan Sungai Oyo. Pemandangan disini sangat indah, terutama karena lokasinya terletak diantara tebing-tebing tinggi, dimana di tebing tersebut tumbuh pepohonan yang memberi suasana asri.

Jika sudah sampai disini, kita pasti ingin berenang, karena sangat jarang bisa kita temui sungai dengan keadaan yang masih bersih dan tidak banyak sampah. Ironis memang, di pulau Jawa ini, kita mulai sulit untuk bisa bermain air di sungai seperti saat kita kecil dulu. Kebanyakan sungai sudah tercemar oleh limbah dan sampah.

Sebelum berenang disini, ingat bahwa sungai ini cukup dalam, jadi lebih baik jangan berenang kalau tidak memakai ban atau pelampung. Disini ada kok jasa penyewaan ban, jadi jangan khawatir. :) 







Situs Bleberan

Bleberan sebenarnya adalah nama desa wisata. Hal ini kami ketahui karena setelah masuk ke desa tersebur, ternyata di dalamnya banyak rumah-rumah warga yang dijadikan homestay. Selain itu, ada juga papan-papan penunjuk arah yang menunjukkan tempat-tempat penting di desa tersebut, seperti rumah Pak Lurah, mushola, balai desa, dan Candi Bleberan. Bleberan terletak tidak begitu jauh dari Desa Playen, dan satu arah dengan jalan menuju Air Terjun Sri Gethuk.



Situs Bleberan adalah satu komplek kecil yang menyimpan batu-batu Megalithikum.  Disini ada arca batu yang berbentuk manusia, juga ada batu yang bentuknya seperti gong. Setelah kami cari tahu, ternyata batu mirip gong ini disebut batu bulan. Batu bulan akan mengeluarkan bunyi yang unik ketika kita pukul dengan batu yang lain.




Kalau sudah puas belajar tentang sejarah situs, sudah ambil foto yang banyak, dan sudah mulai bosan disini, jangan langsung pulang ! Sekitar 20 meter dari situs Bleberan, ada sawah yang sangat asri dan pas untuk foto-foto. Cocok untuk menyegarkan kembali pikiran, terutama untuk orang-orang yang jarang lihat sawah dari dekat, :D .. Kami pun sebenarnya tidak sengaja menemukan sawah ini, tapi karena hobi menjelajah kami, akhirnya kami pun sampai di sawah tersebut, dan langsung mengambil beberapa foto.





Candi Plembutan

Seperti namanya, Candi Plembutan, candi disini sudah sangat lembut. hahaha..

Waktu pertama kali sampai di lokasi, saya malah tanya sendiri "Lho, mana candinya??". Nih foto dari candi Plembutan.



Candi Plembutan memang tidak seperti candi pada umumnya, disini kita tak akan menemukan bangunan besar dari batu dengan relief-relief yang khas. Candi Plembutan hanya menyisakan sisa-sisa pondasi dan beberapa pecahan-pecahan dari candi lainnya.

Candi ini terletak di pinggir jalan, dan dekat dengan rumah warga, jadi kesan sangarnya sangat berkurang meskipun saat kita kesana masih ada bekas dupa yang baru saja dipakai untuk persembahan sesaji.



Jalan Manthous

Setelah wafatnya Pak Manthous, pencipta musik campursari, pada tahun 2012, bupati Gunungkidul, Ibu Badingah berjanji akan membuat jalan Manthous. Jalan ini adalah bentuk penghargaan bagi almarhum Manthous yang telah mendidikasikan sepanjang hidupnya untuk musik, khususnya musik campursari, dan telah membawa nama harum Gunungkidul hingga ke tingkat dunia.

Jalan Manthous diresmikan pada hari Kamis, 22 Mei 2014. Sebuah palang jalan bertuliskan "Jl.Manthous" kini berdiri tegak di Perempatan Playen. :)




Semoga dengan diresmikannya jalan ini, masyarakat makin menyadari bahwa siapapun yang berjuang untuk suatu hal yang benar-benar ia cintai adalah seorang pahlawan. Manthous, seorang pecinta dan pejuang musik campursari. :) 

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sudah cukup panjang tulisan saya tentang Desa Playen ini. Mulai dari masyarakat, Pak Lurah, sampai tempat-tempat wisatanya sudah saya tuliskan. Saya hanya ingin berbagi cerita, karena itulah hobi saya, bercerita. :) . Saat ini penelitian kami masih belum selesai, semoga setelah tulisan ini, penelitian kami bisa lebih lancar. Amin, :D

Tidak mau naik gunung karena nanti kelelahan.
Tidak ikut panitia agustusan, karena pasti kelelahan.
Tidak mau jalan-jalan, karena nanti kelelahan.

Seburuk-buruknya penolakan adalah penolakan untuk merasa lelah. #panuntun

Padahal dengan merasa kelelahan lah manusia benar-benar hidup. #panuntun

Orang-orang yang setiap harinya hanya bisa diatas kasur, menunggu anaknya menyuapkan nasi padanya, menunggu pipisnya dibersihkan keluarga, apa mereka bisa kelelahan?

Tak ada sport, tak ada yang memacu detak jantung, tak ada gerak lari. Jangankan kelelahan, memancing rasa lelah pun sudah tak bisa.

Jangan sampai kelelahan kita yang pertama adalah kelelahan rohani. Lelah untuk hidup. Bosan dengan tubuh yang tak mampu lagi diajak berjalan, mendaki, menapak bumi.

Selalu kuingat kata-kata Lao Tze dari kitab Tao Te Ching,"Habiskan energimu, dan kau akan tetap muda".

Maka syukurilah setiap kelelahanmu dan jangan mengeluh. Karena seburuk-buruknya umpatan adalah keluhan setelah bekerja.

Semester depan, mari jalan-jalan ! :)

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Arsip Blog

  • ►  2019 (17)
    • ►  Desember (5)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Mei (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2018 (26)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (7)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2017 (20)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (6)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (2)
  • ►  2016 (36)
    • ►  November (4)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (11)
    • ►  Mei (4)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (5)
  • ►  2015 (42)
    • ►  Desember (3)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (8)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (7)
  • ▼  2014 (68)
    • ►  Desember (4)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (10)
    • ▼  Juli (7)
      • Maafkanlah
      • Gunung Prau
      • Mengatasnamakan dengan Mengamalkan
      • SIKAAAK KABEEH ! #Part1
      • Pintar Berbahagia
      • Playen
      • Alhamdulillah sayah
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (10)
    • ►  April (7)
    • ►  Maret (9)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2013 (50)
    • ►  Desember (9)
    • ►  November (13)
    • ►  Oktober (15)
    • ►  September (7)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2012 (11)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (3)

Copyright © 2016 bagus panuntun. Created by OddThemes & Free Wordpress Themes 2018