Playen

Playen adalah sebuah desa yang terletak di Gunungkidul, Yogyakarta. Desa ini terletak di kecamatan Playen. 

Ya, memang begitu. Desa Playen,Kecamatan Playen. :)

Tulisan ini menjadi jembatan sebelum saya melanjutkan tulisan bersambung dengan judul “Menelusuri Jejak Ki Manthous”.

Playen bukanlah tempat kelahiran saya, bukan pula tanah dimana saya melewatkan masa kecil. 

Namun, sebuah misi kebudayaan, yaitu penelitian tentang musik campursari, mengantarkan saya untuk mengenal lebih seluk beluk desa ini.

Dalam melaksanakan penelitian ini, saya ditemani oleh beberapa teman saya, mereka adalah :


Hendy

Lukman


Andre

Teman saya paling akrab, Aku.

Mas Adwi


Selama beberapa kali survey, hanya saya dan Mas Adwi yang selalu berangkat ke Playen. Hendy kadang sibuk, Andre kadang sudah ada janji, sedangkan Lukman kadang belum siap karena harus bolak-balik dari Solo.

Oh ya, meskipun penelitian ini didanai oleh fakultas saya, Fakultas Ilmu Budaya, namun tidak semua dari personil kami adalah mahasiswa FIB. Ada Andre yang merupakan mahasiswa Pendidikan Luar Biasa UNY, dan Lukman yang kuliah jurusan etnomusikologi di ISI Solo. Penelitian tentang musik campursari ini kami laksanakan karena memang kami semua, terutama saya dan Lukman, memiliki minat besar terhadap musik asli Gunungkidul ini.

Sejak bulan Maret sampai Mei, hampir setiap minggu kami berkunjung kesini. Biasanya kami berangkat pada hari Sabtu siang, dan pulang pada malam harinya. Namun kami juga pernah menginap disana agar observasi bisa lebih mendalam.

Nah, setiap kali survey, kami hampir selalu mengunjungi tempat-tempat menarik yang ada di sekitar desa.hehehe.. Kami selalu menyempatkan diri untuk bisa jalan-jalan menikmati tempat-tempat indah disana. Biasanya sore hari setelah selesai menemui narasumber pertama.

Dari setiap kunjungan tersebut, saya tak pernah lupa untuk mengambil foto, dan tak lupa pula selalu saya upload di Facebook. Hingga teman saya kadang bertanya “Kowe penelitian opo dolan to??” . Haha.. Sambil menyelam minum air bro. Karena selain meneliti campursari, kami juga harus meneliti tentang seluk beluk desa, potensi apa saja yang ada disana. Salah satunya ya potensi pariwisata.

Ya. Serius. Ini bukan alibi. :)

Banyak hal-hal yang ingin saya ceritakan. Banyak gambar yang ingin saya bagikan. Maka kali ini saya akan menuliskan hal-hal yang sangat berkesan selama saya berkunjung ke Playen. :)


Masyarakat yang Ramah

Seperti kebanyakan masyarakat desa di Pulau Jawa, kehidupan di Playen masih memegang prinsip gotong royong. Meskipun Playen bukanlah desa yang terpencil, bahkan bisa dikatakan sudah cukup modern, namun hari-hari disana masih berjalan dengan tenang, tidak terasa hiruk pikuk seperti di kota-kota besar.

Masyarakat disini sangat ramah dan terbuka. Tentu sangat berbeda dengan masyarakat yang hidup di kota-kota besar. Kesan-kesan individualis benar-benar tidak terlihat. Hal inilah yang memudahkan kami dalam penelitian ini.

Setiap kali melakukan wawancara dengan masyarakat, kami tidak merasa kesulitan untuk mencari siapa orang yang mau diajak berdialog. Biasanya ketika kami makan siang, atau ketika sedang duduk di depan mushola, dan kebetulan ada orang yang terlihat selo, kami langsung meminta waktu sebentar untuk wawancara. Tujuan wawancara ini adalah untuk menanyakan tentang pandangan masyarakat mengenai Manthous dan campursari. Mereka terlihat sangat antusias dalam menjawab.

Kerennya adalah, hampir semua orang yang kami temui, mereka tahu dan paham tentang sejarah musik campursari. Mereka tahu tentang bagaimana keseharian Manthous dahulu, bagaimana masa kejayaan grup Campursari Gunungkidul, bahkan mereka tahu tentang fenomena pergeseran makna musik campursari. Hal ini membuktikan bahwa sebenarnya kesenian campursari sudah begitu mengakar di Playen, dan secara disadari telah menjadi simbol atau ikon dari desa tersebut.



Pak Surahno



Gambar diatas adalah foto kami bersama orang nomor satu di desa Playen. Ya, beliau Pak Surahno, lurah baru desa Playen.

FYI, Sebelum melakukan penelitian, sebaiknya kita memohon ijin pada salah satu perwakilan desa. Kita perlu menyampaikan maksud dan tujuan, meminta ijin jika kita mungkin akan mengganggu beberapa warga terkait penelitian ini, meminta doa restu, dan memohon bantuan transit.hehehe...

Kami pernah menginap di rumah Pak Surahno. Waktu itu hari Sabtu, dan kami baru sampai di rumah Pak Surahno pada ba'da maghrib. Selama berada di rumah Pak Lurah, kami sempat banyak bercakap tentang kesenian daerah, musik, dan politik. Percakapan dengan Pak Lurah berlangsung santai, apalagi karena malam itu kami ngobrol sambil minum teh. Oh ya, selain  teh hangat, kami juga disuguh gorengan. hehe..






Air Terjun Sri Gethuk

Tidak terlalu jauh dari lokasi penelitian kami, terdapat sebuah objek wisata yang begitu unik. Adalah air terjun Sri Gethuk, air terjun yang berada di kawasan Sungai Oyo. Pemandangan disini sangat indah, terutama karena lokasinya terletak diantara tebing-tebing tinggi, dimana di tebing tersebut tumbuh pepohonan yang memberi suasana asri.

Jika sudah sampai disini, kita pasti ingin berenang, karena sangat jarang bisa kita temui sungai dengan keadaan yang masih bersih dan tidak banyak sampah. Ironis memang, di pulau Jawa ini, kita mulai sulit untuk bisa bermain air di sungai seperti saat kita kecil dulu. Kebanyakan sungai sudah tercemar oleh limbah dan sampah.

Sebelum berenang disini, ingat bahwa sungai ini cukup dalam, jadi lebih baik jangan berenang kalau tidak memakai ban atau pelampung. Disini ada kok jasa penyewaan ban, jadi jangan khawatir. :) 







Situs Bleberan

Bleberan sebenarnya adalah nama desa wisata. Hal ini kami ketahui karena setelah masuk ke desa tersebur, ternyata di dalamnya banyak rumah-rumah warga yang dijadikan homestay. Selain itu, ada juga papan-papan penunjuk arah yang menunjukkan tempat-tempat penting di desa tersebut, seperti rumah Pak Lurah, mushola, balai desa, dan Candi Bleberan. Bleberan terletak tidak begitu jauh dari Desa Playen, dan satu arah dengan jalan menuju Air Terjun Sri Gethuk.



Situs Bleberan adalah satu komplek kecil yang menyimpan batu-batu Megalithikum.  Disini ada arca batu yang berbentuk manusia, juga ada batu yang bentuknya seperti gong. Setelah kami cari tahu, ternyata batu mirip gong ini disebut batu bulan. Batu bulan akan mengeluarkan bunyi yang unik ketika kita pukul dengan batu yang lain.




Kalau sudah puas belajar tentang sejarah situs, sudah ambil foto yang banyak, dan sudah mulai bosan disini, jangan langsung pulang ! Sekitar 20 meter dari situs Bleberan, ada sawah yang sangat asri dan pas untuk foto-foto. Cocok untuk menyegarkan kembali pikiran, terutama untuk orang-orang yang jarang lihat sawah dari dekat, :D .. Kami pun sebenarnya tidak sengaja menemukan sawah ini, tapi karena hobi menjelajah kami, akhirnya kami pun sampai di sawah tersebut, dan langsung mengambil beberapa foto.





Candi Plembutan

Seperti namanya, Candi Plembutan, candi disini sudah sangat lembut. hahaha..

Waktu pertama kali sampai di lokasi, saya malah tanya sendiri "Lho, mana candinya??". Nih foto dari candi Plembutan.



Candi Plembutan memang tidak seperti candi pada umumnya, disini kita tak akan menemukan bangunan besar dari batu dengan relief-relief yang khas. Candi Plembutan hanya menyisakan sisa-sisa pondasi dan beberapa pecahan-pecahan dari candi lainnya.

Candi ini terletak di pinggir jalan, dan dekat dengan rumah warga, jadi kesan sangarnya sangat berkurang meskipun saat kita kesana masih ada bekas dupa yang baru saja dipakai untuk persembahan sesaji.



Jalan Manthous

Setelah wafatnya Pak Manthous, pencipta musik campursari, pada tahun 2012, bupati Gunungkidul, Ibu Badingah berjanji akan membuat jalan Manthous. Jalan ini adalah bentuk penghargaan bagi almarhum Manthous yang telah mendidikasikan sepanjang hidupnya untuk musik, khususnya musik campursari, dan telah membawa nama harum Gunungkidul hingga ke tingkat dunia.

Jalan Manthous diresmikan pada hari Kamis, 22 Mei 2014. Sebuah palang jalan bertuliskan "Jl.Manthous" kini berdiri tegak di Perempatan Playen. :)




Semoga dengan diresmikannya jalan ini, masyarakat makin menyadari bahwa siapapun yang berjuang untuk suatu hal yang benar-benar ia cintai adalah seorang pahlawan. Manthous, seorang pecinta dan pejuang musik campursari. :) 

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sudah cukup panjang tulisan saya tentang Desa Playen ini. Mulai dari masyarakat, Pak Lurah, sampai tempat-tempat wisatanya sudah saya tuliskan. Saya hanya ingin berbagi cerita, karena itulah hobi saya, bercerita. :) . Saat ini penelitian kami masih belum selesai, semoga setelah tulisan ini, penelitian kami bisa lebih lancar. Amin, :D

Share:

0 komentar