KESURUPAN POCONG

Tak lengkap rasanya, sebagai putra daerah Desa Ngadisono (kampung halaman tercinta di perbatasan Kaliwiro-Wadaslintang, Wonosobo) jika saya tak menuliskan kisah-kisah setempat  yang kerap lebih heroik dibanding Seven Samurai, lebih jenaka dibanding The Hangover, dan tentu saja lebih mistis dibanding arwah hantu goyang Kerawang, eh maksudnya Trilogi Kuntilanak.

Ceritera kali ini tentu saja masuk dalam kategori yang terakhir. Adalah ceritera yang mistis, cukup mengingatkan saya pada tayangan awal 2000-an hari Kamis Jam 10 malam, Kismis... Kisah-kisah misteri.

Kampung halaman saya, kendati masyarakatnya sudah modern dan sudah mengenal Ninja RR sebagai tujuan utama hidup, ternyata masih belum bisa lepas dari yang namanya kisah-kisah ghoib. Walhasil saya pun sudah terbiasa mendengar narasi-narasi khayalassalah sampai tingkat yang amat ekstrim. Soal pesugihan babi ngepet, tuyul, dan santet tentu sudah bukan cerita asing. Soal orang pinter yang ngaku pernah sowan ke Istana Kanjeng Ratu Kidul juga sudah biasa. Dari blio saya mendengar gosip kalau katanya Sunan Kalijaga adalah suaminya Kanjeng Ratu Kidul yang sekarang. Kabarnya juga ada portal dari Waduk Wadaslintang yang bisa menghubungkan dunia semi-ngapak Wadaslintang dengan dunia serba krama inggil Pantai Selatan sana. Kalau cerita yang belum lama ini sih, katanya ada naga merah di dekat bekas rumah peninggalan Belanda. Tak tanggung-tanggung lho, kabar ini saya dengar langsung dari siaran Mister Tukul Jalan-jalan yang juga bisa kalian saksikan disini.

Maka jelas saya patut berbangga diri sebagai seorang putra Ngadisono perbatasan Kaliwiro-Wadaslintang. Disana mantra macam Avada Kedavra ada, portal macam bubuk floo ada, naga merah macam di kompetisi triwizard juga ada. Desa saya nggak kalah kan sama Hogwarts à la Harry Potter?

Nah kisah singkat yang akan saya ceritakan berikut adalah kisah yang terjadi di awal Januari tahun ini. Tersebutlah seorang wanita bernama Bunga. Eh, jangan Bunga ding. Sebut saja ia Sumi, karena Sumi sendiri bermakna Bunga.

Sumi-sumi pancen ayu, kembang desa asli Wonosobo....

Alkisah, Sumi sudah menderita sakit parah selama 2 bulan terakhir. Penyakitnya ini tak bisa dideteksi oleh metode pengobatan modern. Secara mendadak Sumi sering jatuh pingsan. Ia kerap berteriak-teriak seperti orang gila, dengan racauan yang tak tentu arah. Sebut saja ia sering kesurupan.

2 bulan berlalu dan Sumi masih saja belum sembuh. Keadaannya makin memprihatinkan. Kulitnya yang dulu mulus sawo matang kini kurus kering, rambutnya acak-acakan, sinar wajahnya redup. Bayangkan, seorang gadis berusia 21 tahun hanya berbobot 39 kilogram. Sedih dan iba betul jika melihatnya.

Kebetulan ketika liburan kemarin, Sumi dibawa oleh keluarganya ke salah satu orang pinter yang kebetulan juga tetangga saya. Orang pinter itu adalah seorang ibu-ibu yang  hingga kini wajahnya masih amat cantik kendati memasuki usia 50an. Sebut saja ia Mbak Wulan – saya merasa kikuk memanggilnya Ibu Wulan, apalagi Madame.

Saya menjadi saksi atas percakapan Sumi dan Mbak Wulan malam itu. Ibu saya yang tak lain adalah sahabat arisan dari Mbak Wulan mengajak saya untuk ikut proses pengusiran jin yang sudah ngontrak dua bulan di tubuh Sumi.

Malam itu tak ada kemenyan, tak ada bau-bauan minyak wangi Fanbo, tak ada pula bunga tujuh rupa yang disebar. Mbak Wulan terlihat hanya memakai kaos panjang warna pink, ia juga memakai jilbab ungu muda yang entah halal atau tidak namun sepertinya syar’i. Di ruang tamu itu ada Mbak Wulan, Sumi, Suami Mbak Wulan, kakak lelaki Sumi, Ibu saya, dan tentu saja saya sendiri. Supaya tak timbul fitnah atau gosip yang bersebaran, semua jendela di tutup korden, pintu pun ditutup rapat dari dalam.

Proses pengusiran pun dimulai...

Mbak Wulan meminta Sumi untuk meminum air putih yang sebelumnya telah dibacakan ayat-ayat Al-Qur’an. Sumi yang malam itu berjaket hijau turkish menatap Mbak Wulan dengan tatapan yang dingin. Matanya melotot seolah menantang Mbak Wulan. Ia menolak untuk meminum air putih tersebut.

Tiba-tiba Sumi menangis....

“Mbak, aku itu tidak bisa jauh dari Sumik.. Aku sayang tenan yakin sama dia dan sama anaknya.. Aku kiye (ini) lho, cuma mau nemenin Sumi biar tidak kesepian, hwaa..hwaa..” ucap Jin yang ada dalam tubuh Sumi, ia mengucapkan kalimat itu sambil menangis dan makin lama tangisnya menjadi makin keras. Ingat, sebagai Jin Wadaslintang, logatnya ya logat semi ngapak.

“Kowe ra usah ngapusi ! (Kamu nggak usah bohong !) Sumi ini dipikir seneng po sama kamu? Kamu itu udah ngganggu Sumi ! Ini anak sekarang sungguh kuru (kurus) , stress, keweden (ketakutan) ya gara-gara kowe iku !”, balas Mbak Wulan sambil balik memelototi Sumi. Mbak Wulan kebetulan seorang wanita keturunan Jogja, maka logat ngapak pun hampir tak ada terdengar darinya.

Mbak Wulan sungguh terlihat amat berani, tak sedikitpun ketakutan terpancar dari matanya.

“Aku ini tidak punya rumah, kesepian, aku juga sudah dikirim buat jadi temannya Sumik.. Aku pokoknya emoh pergi dari Sumik, aku juga tidak akan jahat. Aku akan njaga Sumik, huu..huu”, Sang Jin kini mulai menunduk dan masih saja menangis, namun terlihat bahwa ia mulai ketakutan dengan energi yang dikeluarkan oleh Mbak Wulan.

Mbak Wulan sendiri tidak langsung menjawab sang Jin seperti tadi. Dari mulutnya yang komat-kamit kecil, sepertinya Mbak Wulan terus berdoa untuk melawan sang Jin.

“Siapa yang ngirim kowe kesini ? Ngaku ! Pokok’e kowe harus ngaku atau keluar dan jangan ngganggu Sumi !”, tiba-tiba Mbak Wulan menantang kembali Sang Jin.

“Tidak mbak... aku sudah janji tidak mau bilang soal itu...”, jawab Sang Jin lagi..

“Lha kowe ki sopo sakjane???”, tanya Mbak Wulan dengan nada yang mulai jengkel...

Kala itu semua orang yang ada di ruangan mulai tak tenang. Ruangan yang tertutup membuat keringat mulai bercucuran menandakan masing-masing dari kami mulai merasa gugup dan ketakutan. Suasana kemudian cenderung kikuk, kaku, dan tegang.

Namun....tiba-tiba Sang Jin menjawab pertanyaan Mbak Wulan dengan jawaban yang cukup mengejutkan.

“Lha iya, aku ini hanya pocong mbak... tapi aku tidak mau ngganggu Sumik.............”

Weladalah.. ternyata Sumi kesurupan pocong dan konon kesurupan pocong memang membuat sang korban sering terganggu dan kesurupan. Hal ini membuat mau tak mau sang pocong harus dikeluarkan dari tubuh korban. Mbak Wulan pun makin serius dengan upaya pengusirannya, air yang tadi ia bacakan doa ia cipratkan pada tubuh Sumi.

“Pokok’e kowe iki pengganggu. Kowe harus keluar dari tubuh Sumi biar dia bisa tenang !”, gertak mbak Wulan.

“Ampun mbak... aku tidak akan ngganggu... aku tuh apa, aku hanya pocong mbak.. Aku tidak akan ganggu lagi. Ampun... jangan usir aku mbak.. Tuh aku ini hanya pocong kok. Aku hanya pocong dan aku juga Islam mbak”, rintih sang Jin yang kali ini makin menangis takut akan Mbak Wulan.

Sampai disitu tiba-tiba Mbak Wulan bangkit dan mengerahkan semua kekuatannya.

“Lha iya...... Semua pocong ya mesti Islam !!!” teriak Mbak Wulan gemes. Byurrr.. air bacaan doa pun ia siramkan ke tubuh Sumi.

Kikikikik... Saya yang kala itu sudah tegang mendadak langsung menahan tawa, dan sungguh saya baru sadar kalau pocong adalah satu-satunya hantu yang agamanya dipastikan sama dengan saya, yaitu Islam.

“Hmm.. benar juga ya. Kok baru nyadar lho?” ucap saya lirih sambil menahan tawa supaya tidak terlalu lepas. Kikikik.. Ternyata sudah sedari dulu kita takut pada sesama Muslim.

Yang ajaib, entah karena kekuatan Mbak Wulan atau karena Sang Pocong yang kadung kalah logika sama Mbak Wulan, akhirnya Sang Pocong keluar juga dari tubuh Sumi. Hal itu ditandai dengan tatapan Sumi yang langsung berubah. Ia juga tiba-tiba mengenal saya yang tak lain adalah kakak kelasnya semasa SD, “Ealah... dene kowe Mas??” ucapnya. Hanya saja sepertinya efek dari kesurupan itu tak sepenuhnya hilang. Sumi kendati sudah lepas dari kerasukan sang pocong, masih terlihat cukup stress dan tak berani mengangkat kepala dengan tegak.

Saya sendiri cukup bersyukur atas kemajuan yang dialami oleh Sumi dan berharap ia bisa segera sembuh dari shocknya yang sudah cukup berkepanjangan.

Oh ya, saya juga bersyukur atas sikap yang diambil Mbak Wulan karena pada akhirnya ia tidak kepikiran bertanya pada Sang Pocong, “Kamu Sunni apa Syiah ?”...

Share:

4 komentar