UNDANGAN DIALOG DEKAN DAN PENTINGNYA BUDAYA KONFIRMASI

Dekan Pujo Semedi memanggil saya pagi ini. Melalui sekretarisnya, Mas Zam, beliau mengirim chat whatsapp meminta saya agar menemui di ruangnya.

Ajakan secara kultural - alih-alih mengirim surat panggilan dengan kop yang weladalah resminya – ini tentu saya terima dengan baik. Saya bahkan jauh lebih menyukai ajakan dialog yang bersifat kultural dibanding yang terlalu formal.

Berbeda misalnya dengan Bu Rektor yang tidak pernah membalas whatsapp ajakan berdialog, menolak bertemu dengan mahasiswa di rumahnya karena informal, lalu menolak berdialog di kampus karena sibuk - tentu saja, tanpa memberikan sedikitpun konfirmasi kapan beliau bisa bertemu.

Saya pun sebenarnya hari ini sibuk. Jika rektor sibuk karena harus membalas whatsapp dari para menteri dan sponsor, menerima undangan dari berbagai panggung, mulai dari panggung televisi hingga ratusan seminar motivasi, belum lagi jadwal padatnya rapat tiada henti. Maka saya juga sibuk.

Saya sibuk mengerjakan skripsi, melunasi 13 episode sisa Descendant of the Sun, belum lagi menghabiskan semua filmnya Anushka Sharma, walaaah... kadang karena kesibukan saya ini, saya merasa bahwa 24 jam adalah waktu yang terlalu singkat untuk satu hari.

Tapi hari ini saya berusaha untuk hadir. Setiap ajakan dialog kalau kita tidak bisa hadir pun, setidaknya paling tidak kita bisa memberikan konfirmasi. Disinilah terjalin sebuah komunikasi, dan alhasil segala konflik pun bisa lebih mudah teratasi.

Masalahnya, tidak semua orang paham (atau sepakat?) hal sesederhana ini. “You-Know-Who” salah satunya.

Catatan tambahan:

Saya pernah menyampaikan pendapat ini ke seorang Profesor sahabat Rektor yang namanya tak penting untuk disebut, Bahwa kita seyogyanya membudayakan budaya konfirmasi di zaman yang serba sibuk dan cepat ini. Lalu saya mendapat teguran "Anda jangan menggurui Rektor, mas".


Weladalahhh... toh kalau memang saya benar menggurui, kan ucapan guru masih bisa dibalas dengan argumentasi? Bukan dengan jangan itu jangan ini?


Bagus Panuntun,

Yogyakarta, 25 April 2015 pukul 09.00

Share:

0 komentar