IKI URIPKU PAK
Saya muak dengan cerita anak SMA yang harus masuk jurusan
IPA karena pilihan orang tuanya, apalagi dengan cerita wanita yang dipilihkan
pasangannya. Bagaimana bisa seseorang hidup dalam pilihan orang lain?
Sampai badan kita benar-benar terpisah dengan nyawanya, kita
akan selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan. Karena itulah hidup.
Selalu akan ada banyak pilihan dalam kehidupan, mulai yang
hanya AB sampai pilihan yang AZ. Siapa yang bisa menentukan mana yang terbaik?
HANYA KITA SENDIRI. Bahkan orang tua pun tidak.
Betapa malangnya ketika kita menuruti begitu saja apa
pilihan orang tua.
Jangan sampai anak dijadikan media mewujudkan mimpi orang
tuanya. Setiap anak selalu mempunyai mimpinya sendiri. Anak selalu dipenuhi impian-impian segar karena anak hidup
seperti bunga yang ingin mengenal alam, sedangkan orang tua hidup dalam pikiran
untuk meninggalkan alam. (Shindunata).
Orang tua berhak membimbing, tapi tak berhak mengarahkan
hidup anaknya. Kita tahu, setiap orang tua ingin anaknya bahagia, tapi
mengarahkan masa depan anak sama dengan mempersempit cita-cita hidup. Rasanya
seperti dipojokkan ke mulut jurang yang dalam.
Sekali lagi, setiap orang tua ingin anaknya bahagia. Akan
tetapi alam terus menyegarkan dirinya, sehingga anak dan orang tua pasti
mengalami jaman yang berbeda. Mungkin banyak orang akhirnya menuruti kata orang
tuanya, dengan alasan takut dianggap anak yang durhaka. Namun ingat, mendurhakai diri sendiri lebih celaka dibanding mendurhakai
siapapun.
Kita memang perlu menjadi seseorang yang selalu membuka
mata, telinga, hati. Sebaiknya pula kita mendengarkan semua saran yang ada,
namun bukan berarti kita harus memasrahkan hidup kita pada pilihan orang lain.
Menuruti
pilihan orang lain berarti meninggalkan tanggung jawab akan dirinya sendiri.
Sehingga jika ada kegagalan dalam pilihan itu, kita akan berusaha menyalahkan
orang lain. Orang akan berusaha berkata, “ini bukan pilihanku. Andai dulu
pilihanku diperbolehkan, pasti semuanya akan jauh lebih baik”. Seterusnya ia
akan seperti ini, menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Sudah menderita
kegagalan, masih pula mengecam dunia. Menyedihkan.
Lalu, bagaimana jika kita nekat menentukan pilihan hidup
sendiri dan kita gagal? Orang yang gagal karena pilihannya sendiri akan menjadi
lebih siap menanggung resiko. Ketika gagalpun ia akan berusaha memeras otaknya
untuk mencari solusi lain agar semuanya berjalan menjadi lebih baik. Bagi orang yang berani menentukan pilihannya, tak ada waktu
untuk mengecam dunia, karena semuanya hanya tentang evaluasi
diri dan tanggung jawab akan pilihan.
Hmm..Ya siaplah saja.
Mungkin kan ada beberapa oknum yang berkata “Rasakan kegagalanmu, salah siapa
dulu tak menuruti kataku”. Apakah kita harus menyesal setelah itu terjadi? Tak
perlu. Kita masih bisa tersenyum manis lalu menjawab dengan gagah “IKI URIPKU PAK”
.
0 komentar