bagus panuntun

berubah!

Campursari. Sejak kecil, saya sudah mendengarkan musik campursari. Sebagai anak desa yang tidak asing dengan suasana pasar, campursari adalah musik yang hampir setiap hari saya dengar. Maklum, hampir semua penjual kaset di pasar pasti selalu campursarinan. Begitupun ibu saya. Beliau selalu nyetel lagu-lagunya Ki Manthous setiap pagi. Biasanya sebelum saya berangkat sekolahSaya suka sekali musik ini. Menurut saya musiknya sangat enak dinikmati, bikin suasana adem, dan sangat kental nuansa pedesaannya.

Saat ini saya sedang kuliah semester 4 di Fakultas Ilmu Budaya, UGM. Kuliah disini membuat saya lebih peka terhadap fenomena-fenomena budaya di sekitar kita. Dan disinilah mulai timbul kegelisahan-kegelisahan, yaitu mulai hilangnya rasa bangga masyarakat Indonesia, terutama yang anak muda, terhadap kebudayaan-kebudayaan milik bangsa sendiri.

Khusus untuk musik campursari, karena saya sangat menyukai musik ini, saya heran mengapa sangat jarang dari teman-teman saya yang mengaku suka campursarinan. Padahal musik ini musik asli Indonesia. Bahkan ternyata asli dari Gunungkidul, tempat yang tidak jauh dari kampus UGM. Di Desa Playen, Gunung Kidul lah, sang maestro campursari, telah lahir dan berhasil menciptakan genre baru yang belum pernah ada sebelumnya. Beliau adalah Manthous.



Ada yang tahu musik campursari? Mungkin saat ini tidak banyak anak muda yang tahu musik campursari. Apalagi musik campursari yang sebenar-benarnya. Campursari adalah genre musik yang dikembangkan oleh Manthous, seorang seniman dari Desa Playen, Gunungkidul. Manthous mencoba menggabungkan instrumen tradisional dengan instrumen modern, kemudian perpaduan antara instrumen-instrumen tersebut ia beri nama campursari.

Pada dekade 90an sampai awal tahun 2000, campursari sangat digemari oleh masyarakat Indonesia, khususnya yang di pulau Jawa. Lagu-lagu Manthous, diantaranya Gethuk, Kempling, Bengawan Sore, atau Tiwul Gunung Kidul, menjadi hits yang sangat terkenal dan diputar di radio-radio seluruh Indonesia.

Namun, sejak Manthous jatuh sakit di awal tahun 2000, jejak campursari Gunung Kidul seolah hilang. Apalagi setelah beliau meninggal dunia pada tahun 2012.

Dari masalah tersebut, saya bersama dua teman saya yaitu Hendy dan Adwi, melakukan sebuah penelitian berjudul “Menggali Potensi Musik Campursari sebagai Upaya Pengembangan Desa Wisata Campursari di Playen, Gunungkidul”.

Kami sudah memulai penelitian ini sejak awal April, dan Alhamdulillah penelitian ini mendapat dukungan dari Fakultas. Dalam proses penelitian, banyak fakta mengejutkan yang saya temukan di lapangan. Beberapa fakta tersebut adalah :

-Campursari bukan sekedar lagu dengan lirik bahasa Jawa.
-Instrumen campursari sudah ada pakemnya, dan tidak sembarang instrumen.
-Lagunya Didi Kempot bukan lagu campurasi.

Jadi, sebenarnya hampir 99% masyarakat Indonesia belum tahu apa musik campursari sesungguhnya !

Ingin tahu penjelasannya?

Nah.. Di blog ini saya akan menuliskan cerita-cerita perjalanan kami dalam menelusuri jejak campursari asli, yaitu campursari Gunungkidul. Banyak yang akan saya tuliskan, mulai dari apa itu campursari, sejarah campursari, atau keadaan musik campursari dulu dan sekarang.

Semoga tulisan-tulisan saya nanti bisa bermanfaat untuk seluruh masyarakat. Semoga kita semua jadi tahu, bahwa kita punya aset budaya yang sangat berharga, musik tradisional yang asli diciptakan dari kreativitas luar biasa orang Indonesia, yaitu Campursari.

Tapi sebelum saya menuliskan terlalu banyak hal, saya kasih dulu link youtube untuk lagu campursarinya Ki Manthous.


Silahkan dengarkan >>> Manthous Nyidam Sari
Sampai kapan berbicara tentang kebenaran?
Bukankah sering kebenaran yang kita yakini akan berbenturan dengan kebenaran umum?

Saat kebenaran kita hanyalah naif bagi dunia. Lantas bagaimana? Entah.











Tapi manusia memiliki eksistensialisme. Itu kata Sartre.
Katanya setiap pilihan memiliki sebab-akibat yang berbeda, dan setiap manusia punya hak untuk menentukan apa pilihannya. Maka, pilihlah.
Tinggal kebenaran mana yang akan kita pilih.











Kata Descartes, “Intuisi selalu benar".
Maka ikutilah intuisimu.
Tapi… bagaimana kita bisa nyawiji dengan intuisi?











Kata Ali Shahab, “Semakin seseorang berilmu, semakin ia tak bisa membohongi dirinya sendiri”.
Maka carilah ilmu sebanyak-banyaknya agar kau semakin paham kebenaranmu.

Namun kembali ada yang bertanya,
Bukankah sering kebenaran yang kita yakini akan berbenturan dengan kebenaran umum?











Ia menjawabnya
Lebih baik konsisten terhadap apa yang  kita yakin kebenaran
Daripada menyembah pada kemunafikan yang diluhur-luhurkan


Je viens de prendre cette photo, c'est le jardin devant le bureau de la relation publique de FIB. Quel vert ce jardin, n'est-ce pas? :)
Berpikir berbeda dianggap subversif. Mengucap kejujuran dibilang naif. Manusia kini objek dari kemunafikan yg diluhurkan...
Suatu hari saya curhat dengan teman saya, “Koran ning mading Maskam UGM, judule “Suara Islam”. Ngakune islam tapi blas ra islami. Menurutmu nek koran nganti nulis “Geliat Kaum Minoritas di Indonesia”, “Jokowi antek Hokian”,”Ahok kafir kristen”, dan sebagainya kuwi Islami ra?”

“Pantes ra tulisan ngono kuwi nek dipasang ning Masjid UGM, Masjid Kampus Kerakyatan? Islam kuwi Rahmatan lil Ngalamin.”

Belum menanggapi isi curhatan saya, teman saya bilang “Weh ! Yang benar itu Rahmatan lil‘Alamin, bukan lil Ngalamin.”.

“Halah, -_- , yo intine kuwi lah, Islam rahmat untuk semesta, bukan cuma untuk Islam tok“ saya sedikit jengkel.

Tapi dia membalas “Yo nggak gitu, gimana kamu mau meyakinkan orang tentang pendapatmu kalau tulisanmu aja salah. Harus hati-hati lo kalau nulis atau ngomong. Kalau maknanya berubah, bisa aja malah ada orang yang mendebatmu, apalagi kalau dia perfeksionis banget.”.

“Iyo, iyo, maturnuwun, -_-.” Saya malas berdebat.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Belajar dari cerpen diatas (anggap saja cerpen). Jangan jadi orang yang perfeksionis banget ya teman-teman.

Kalau mau perfeksionis ya perfeksionis yang bijaksana lah. Menanggapinya  “oh.. nek kowe ngomong Rahmatan lil Ngalamin, karepmu Rahmatan lil ‘Alamin. Iyo to le?”

Diluar kata-kata, selalu ada makna.

Banyaklah belajar. Banyaklah membaca dunia. Jangan kaku. Jangan tekstual.

Ngertio karepe.

Yang lebih penting dari perfeksionis adalah “ngerti karepe”.

Perfeksionis cenderung nyalahake, “ngerti karepe” cenderung mbenerake.

Lebih nyenengke mana? Salah dibenerake, atau salah disalahake??
Banyak wanita mungkin ingin jadi Raisa. Parasnya cantik, tubuhnya mulus, suaranya laksana biduan surga, low profile pula.

Banyak lelaki mungkin ingin jadi Pangeran Charles. Terlahir kaya, cukup tampan, jadi raja, istrinya anggun pula.

Tapi saya tidak yakin jika tuhan merubah saya menjadi salah satu dari mereka, saya akan bahagia.

Begitupun jika orang-orang hebat itu ditakdirkan berubah menjadi saya. Belum tentu mereka bahagia.

Dahlan Iskan yang terkenal sebagai seorang lelaki pantang menyerah, atau Anies Baswedan yang genius, belum tentu mereka jadi orang yang seperti hari ini jika semasa kecilnya harus sekolah di SD 1 Ngalian, dipanggil cina sama anak SD sebelah,  bergaul dengan tukang-tukang ojek sejak kecil, merasakan perubahan pola hidup pas ayahnya bangkrut akibat krisis moneter.

Wanita yang terkenal cantik, cerdas, pintar dan berbakat seperti Agnes Monica,mungkin jika raganya berpindah ke tubuh seorang Ardhanariswari Marzuki, dia tak akan berhasil mempertahankan  hubungan pacarannya dengan seorang Ari Bagus Panuntun. Dia tak akan tahu bagaimana bersikap saat saya sedang sedih,marah, atau terlalu bahagia.

Saya malah membayangkan, orang paling bijaksana di Indonesia, Mario Teguh. Dia berpindah ke tubuh saya. Kemudian di depan teman-teman saya berkata “Dimana ada kemauan, disitu ada jalan.Manusia yang sabar, niscaya akan diberikan kebahagiaan. Bagaimana kawan-kawan? Salam super!!! ” . -____-*

Kadang kita menilai seseorang itu hebat hanya dari dirinya yang sekarang.

Lebih sering lagi kita menilai diri kita ini lemah,bodoh, hanya dari diri kita yang sekarang.
Coba kalau kita mengingat apa saja proses yang sudah kita jalani, masihkah kita merasa jadi orang yang tak hebat? Bisakah jika orang lain berada di posisi kita?

Mungkin bisa sih.hehehe. Sudah-sudah jangan terlalu pede. :D

Intinya jangan  rendah diri lah. Apalagi sampai bunuh diri. Kita ini terlahir sebagai orang paling hebat kok. Terhebat. Nomor 1 di dunia. Paling tidak untuk berperan sebagai  diri kita sendiri.


Aku adalah aku yang tak tergantikan, aku adalah yang terbaik untuk menjadi diriku sendiri.
Aku baru saja membaca Naruto 671, lalu memikirkan kenapa cerita Naruto makin lama makin rumit.

Dari cerita seorang Ninja Ingusan yang ingin menguasai jurus menggandakan diri, kini jadi cerita sejarah, reinkarnasi, konspirasi.

Aku pikir cerita ini dipanjang-panjangkan.

Harusnya siapa yang bisa membuat ledakan besar, dialah yang menang. Begitu lebih masuk akal kan?

Ah.. Tapi tidak..




Sastrawan itu puitis. Komikus itu puitis.

Kehidupan? Juga sangat puitis.

Ah.. Bayangkan kalau sukses itu hanya dinilai dari uang semata. Siapa yang bisa dapat banyak uang, dia yang sukses.

Bayangkan jika sukses hanya dinilai dari IPK saja. IPK 4,00 sukses.

Ini seperti kartun Naruto yang semua tokohnya hanya punya 1 jurus. Jurus ledakan.

Oh.. Gusti.. Beruntung kau memperkenalkanku, memotivasiku melalui banyak hal.

Bismillah, sastra jendra, filsafat, sejarah, agama, politik, musik, alam, Innalillahiwainnaillahi Raji’un.


Oh.. Gusti.. Gusti Maha Puitis..
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Arsip Blog

  • ►  2019 (17)
    • ►  Desember (5)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Mei (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2018 (26)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (7)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2017 (20)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (6)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (2)
  • ►  2016 (36)
    • ►  November (4)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (11)
    • ►  Mei (4)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (5)
  • ►  2015 (42)
    • ►  Desember (3)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (8)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (7)
  • ▼  2014 (68)
    • ►  Desember (4)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (10)
    • ►  Juli (7)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (10)
    • ▼  April (7)
      • Menelusuri Jejak Ki Manthous #1
      • Kata Mereka, Katanya...
      • La Terasse de Mon Bureau
      • Manusiakah?
      • Ngerti Karepe
      • Nomor 1 di Dunia
      • Puitis
    • ►  Maret (9)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2013 (50)
    • ►  Desember (9)
    • ►  November (13)
    • ►  Oktober (15)
    • ►  September (7)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2012 (11)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (3)

Copyright © 2016 bagus panuntun. Created by OddThemes & Free Wordpress Themes 2018