bagus panuntun

berubah!

Beberapa waktu lalu, dalam rangka mengisi waktu liburan, saya mengajak dua kawan sekampus untuk berkunjung ke desa saya. Dengan maksud menjadi tuan rumah yang baik, tentu saja saya mencoba menyenangkan tamu-tamu saya tersebut. Selain dengan menyuguhkan beberapa makanan khas, tentu saja mengajak jalan-jalan adalah hal yang tak boleh dilewatkan.

Saya pun mengajak mereka pergi ke Gunung Wetan. Dengan mengajak adik saya, Abi – yang hafal jalan kesana -, kami pun berangkat berempat menuju tempat tersebut.

Gunung Wetan sendiri, sebenarnya bukanlah gunung-gunung besar seperti Merapi ataupun Sindoro, tetapi sebagaimana masyarakat desa biasanya, mereka sangat suka menyebut tempat yang cukup tinggi dengan sebutan “gunung”.

Gunung Wetan ini sebenarnya bukan tempat yang baru bagi anak-anak muda di desa saya. Sejak saya masih SD, saya sudah mendengar cerita tentang keindahan di Gunung Wetan. Dulunya, ini adalah tempat yang wajib dikunjungi bagi siapapun anak muda yang baru pacaran. Kata kakak saya, dulu anak-anak muda akan beramai-ramai kesana dengan jalan kaki, karena pada saat itu belum banyak anak muda yang mempunyai sepeda motor. Lain dengan anak zaman sekarang. Dulunya, anak-anak akan berangkat pagi sambil menggandeng pacarnya masing-masing, lalu pulang sore hari dan sampai rumah sebelum maghrib.

Kenangan yang terdengar menggelitik namun mengesankan. :)

Gunung Wetan terletak di Desa Gumelar, Wadaslintang. Untuk sampai kesana, kira-kira membutuhkan waktu setengah jam untuk berkendara dengan sepeda motor. Sesudah sampai disana, kita harus berjalan memanjat selama kurang lebih 40 menit, dan baru kita akan sampai di tempat yang disebut Gunung Wetan tersebut. Untuk ukuran longmarch, saya rasa ini termasuk trek yang pendek.

Ini adalah pertama kalinya saya berkunjung kesini, dan saya cukup kaget dengan pemandangan disana yang ternyata diluar ekspektasi saya sebelumnya. Sebelumnya, saya pikir Gunung Wetan hanya puncak biasa, dimana dari sana kita bisa melihat pemandangan hijau yang luas dari tempat yang tinggi. Akan tetapi, kenyataannya lebih dari itu. Saya terpesona ketika di depan saya terpampang lembah tinggi menjulang yang hijau, dimana di lembah itu terdapat aliran sungai kecil yang sangat menyejukkan untuk dipandang. Saya merasa berada di tempat seperti di film Jurassic Park. Keadaan disana juga sangat tenang, dan tidak banyak pengunjung. Yang lebih menyenangkan, disana masih sangat bersih dan tidak banyak sampah yang saya temukan disekitar sana.





Selain itu, terdapat beberapa air terjun yang meskipun tidak sebesar Curug Winong apalagi Cobanrondo, tapi tetap menyegarkan pikiran dan menimbulkan suara gemuruh air yang membuat kita serasa makin dekat dengan alam yang ramah. Keadaan air disana juga masih sangat baik. Tidak keruh, tidak berwarna, dan tidak berbau. Hal inilah yang membuat saya tidak tahan untuk tidak merasakan sensasi mandi di curug tersebut.




Selama kurang lebih 2 jam kami berada disana, saya mengingat bahwa hanya ada 5 orang yang  juga berkunjung kesana, ada satu pasang anak muda – kira-kira anak SMP atau SMA – dan juga tiga orang bocah, yang sepertinya masih SD. Jelas terlihat dari penampilan mereka, kalau mereka adalah anak-anak sekitar Gumelar saja. Tidak ada benda yang mereka bawa yang menyiratkan bahwa mereka adalah turis. Tidak membawa tustel, tidak membawa tongsis, bahkan tidak memakai pakaian bagus, sebagaimana turis-turis biasanya. Kesimpulan saya, seperti halnya saya, Abi, Henry, dan Saprin, mereka kesini hanya untuk tujuan berekreasi mengisi waktu senggang, tanpa ada pikiran untuk disebut sebagai wisatawan ataupun turis.

Setelah jalan-jalan tersebut, tiba-tiba muncul keresahan di hati saya.

Gunung Wetan adalah tempat yang sangat indah. Kalau dibandingkan dengan Gunung Nglanggeran, bahkan menurut saya tempat ini jauh lebih unik. Disisi lain, tempat ini jelas belum dikenal oleh banyak orang. Tempat yang indah, namun belum begitu terjamah, biasanya disebut hidden paradise.

Lantas, muncul pertanyaan “hidden paradise, haruskah dijadikan destinasi wisata?”







Nabi Muhammad SAW adalah satu-satunya utusan Allah yang terakhir yang membawa umat manusia di muka bumi ini dari zaman jahiliyah sampai zaman modern sekarang ini dan akan memberikan pertolongan dari alam kubur sampai alam akhirat terutama di padang mahsyar dalam keadaan resah, gelisah, susah, payah, pontang-panting, tunggang langgang, dan berdebar-debar menunggu peradilan Alah Swt yang seadilnya-adilnya
- Pak Tumin, Guru PAI SMP 1 Wadaslintang

Ada yang punya biografi kanjeng Nabi Muhammad SAW?
Pinjem dong... Tapi satu semester. Soalnya saya kalau mbaca lama e...


Sangat telat memang kalau saya menulis tentang film ini. Bagaimana tidak, sekuel ke-6 dari film Rocky ini sudah dirilis dari tahun 2006, 8 tahun yang lalu. Tapi mau gimana lagi, nah saya baru aja nonton kok?

Ini tulisan update. Setidaknya, bagi saya sendiri.hehe...

Mengesankan ! Begitulah film ini. Meskipun masih dengan ciri khas film Hollywood yang happy ending, tapi film ini berhasil membuat kekecewaan saya terhadap Rocky 5 terlupakan.

Kali ini Rocky diceritakan hidup dalam kesepian karena istrinya telah meninggal beberapa tahun sebelumnya. Drama dari film ini jauh lebih ditonjolkan ketimbang aksi pukulan Rocky di atas ring.

Dalam film ini, Rocky sudah berumur 50 tahun.

Rocky yang hidup dalam kesepian, merasakan bahwa ia begitu rindu akan bertanding. Dalam dirinya, seolah ada monster yang harus ia lepaskan, dan hanya bisa lepas jika ia kembali untuk bertinju meski hanya sekali.

Sampai disini, ada dua hal yang dapat kita lihat. Yang pertama, adalah tidak masuk akal ketika seorang berumur lebih daru 50 tahun kembali bertinju selama 10 ronde. Tapi disisi lain, atau yang kedua, setiap orang merasakan hal yang sama dengan Rocky, bahwa ada saatnya kita merindukan suatu hal, dan tak mampu lagi terus memendamnya. Bahkan, menangis pun tak juga menghilangkan rasa rindu itu.

Kali ini Rocky memilih untuk maju. Ia harus bertanding dengan seorang juara dunia bernama Mason Dixon. Dixon sendiri adalah seorang juara dunia, tetapi ia tidak mendapat kehormatan dan sanjungan dari masyarakat Amerika, karena selama kariernya ia tidak pernah menemukan lawan yang seimbang.

Bagaimana kemudian? Disinilah hal yang istimewa pada Rocky diperlihatkan.

Rocky adalah orang yang nggak asal meng 'iya' kan segala sesuatu. Setelah ia memutuskan untuk berani melawan Dixon, ia pun kembali berlatih dengan luar biasa keras. Ia kembali latihan mengangkat barbel, kembali melakukan metode memukul daging, juga latihan lari jarak jauh setiap harinya.

Rocky mengikuti hasratnya. Tapi ia sadar akan kelemahannya. Ia sadar kalau ia sudah tua. Ia juga sadar kalau ia tak sehebat dulu lagi.

Tapi dia tetap latihan. Dia tetap mengejar ketertinggalannya, dan ia melawan sebisa mungkin kelemahannya sendiri.

Itu yang sering kita lupakan. Bahwa musuh kita ini hanya satu, diri kita sendiri. Orang lain bukan musuh, mereka hanya sebagai motivator.

Saya membayangkan, kalau saja anak Rocky mendapat rangking 35 dari 36 anak di kelasnya, saya yakin kalau hal yang Rocky lakukan bukanlah memarahi dan menghina anaknya. Saya yakin ia akan berkata:

"Pelajari apa yang belum kamu pelajari. Kamu kejar saja ketertinggalanmu, tanpa mikir orang lain sudah sampai dimana."

Saya rasa, hal utama yang dapat kita petik dari cara berpikir Rocky adalah "berpikir untuk menjadi lebih baik jauh lebih penting daripada berpikir untuk menjadi nomor satu".

Ya, karena ironinya, banyak orang yang akhirnya tidak berbuat apa-apa karena ia merasa sekeras apapun yang ia lakukan, ia tidak akan bisa menjadi sehebat orang lain.

1 hal menarik lagi yang ada dalam film ini adalah apa yang dikatakan Rocky pada anaknya:

Its not how hard you can hit, but how hard you can get hit and keep moving forward - Balboa

Mendengar perkataan tersebut, saya berharap Presiden Jokowi pernah menonton film ini. Seperti kita tahu, kali ini ia sedang digempur dari segala penjuru.

Yang pertama, jelas oleh partai-partai pendukungnya. PDIP, dengan segala tuntutannya yang (lagi-lagi) bajingan. Tuntutan PDIP untuk mengangkat Budi Gunawan sebagai Kapolri, bukan sekedar omongan belaka. Partai Banteng makin gila, kali ini mereka mencoba menghancurkan KPK yang bertindak sebagai penyeimbang Jokowi. Satu-persatu penglima di KPK coba dihancurkan.

Tuntutan yang lain, dari orang-orang yang tidak kalah gila dibanding orang partai Banteng. Sebagian adalah mereka yang dulu memilih Prabowo. Gila, hanya untuk membuktikan kalau yang memilih Jokowi dulu salah, banyak dari mereka yang berharap negara akan chaos dan satu persatu orang-orang baik berguguran.

Yang ketiga, tentu dari kami yang dulu mendukung Jokowi. Kami, jelas menginginkan ketegasan Jokowi dalam kasus ini.

Tapi, setelah tak pikir-pikir lagi, sepertinya dia juga harus berkompromi.

Dengan DPR yang terus mencari-cari kesalahannya dan berharap Jokowi blunder, ia harus lebih berhati-hati mengambil segala keputusan.

Meskipun... Saya diam-diam berharap kalau ia buka blak-blakan segala kebusukan yang ada dan bertindak heroik macam Gus Dur atau Soekarno dulu. Tapi... ah, sepertinya itu khayal. Toh, melawan sendirian dalam waktu kurang dari 100 hari memimpin bisa jadi tindakan konyol.

Yang jelas pak, kalau tidak bisa memukul sekali keras dan langsung KO, silahkan berkompromi dan terus berdiri seperti halnya Rocky Balboa.

Apakah saya menyesal memilih Jokowi?

Ya jelas nggak lah. Kita tahu, kali ini DPR itu busuk. Kalau Jokowi nggak jadi presiden?

Ya mereka yang sekarang di DPR, kali ini malah ada di kementerian. Apa yang terjadi???

Ya kementerian kita akan dikuasai Bakrie, Fahri Hamzah, Fadli Zon dkk.. Makin suram harapan kita !

Maka, nggak ada alasan bagi saya untuk menyesal memilih Jokowi.

Yang jelas, saya cukup senang dengan hal-hal luar biasa yang dilakukan Bu Susi, Anies Baswedan. Belum lagi pengangkatan Badan Ekonomi Kreatif yang sekarang. Ada juga pengangkatan Pak Faisal Basri sebagai ketua pemberantasan Mafia Migas.

Saya masih banyak berharap pada Jokowi. Berharap apa?

Berharap ia lebih tegas. Berharap ia tidak jadi kacungnya Megawati. Berharap ia menjaga kekuatan KPK dan memperbaiki POLRI. Berharap janji-janjinya terealisasi. Dan berharap ia akan keluar dari parpolnya. hehe...

1 hal lagi, saya berharap makin banyak orang baik dan hebat yang ia ajak untuk memperbaiki negara ini. Saya rasa, harapan terakhir ini adalah yang paling masuk akal dibanding harapan-harapan yang sebelumnya.

Dibanding hari ini saya ikut demo 100 hari Jokowi dengan tagline "100 hari aja udah gini, gimana 1000 hari berikutnya?" saya lebih memilih menulis tulisan ini saja untuk sekedar curhat.

1 hal yang pasti, saya tidak akan masuk dalam lingkaran yang mengharapkan kegagalan pada orang yang dibencinya.

Monggo pak Jokowi, yang penting bukan bagaimana anda bisa menghantam keras, tapi bagaimana anda dihantam dengan keras tapi masih terus kerja..kerja..kerja..

Untuk kawan-kawan, mari mengkritik, tapi jangan lupa tetap mendoakan...

Lho, kok saya jadi ngomongin Jokowi?

Wah.. terus Rocky Balboa gimana???

Di akhir film ini, pada akhirnya Rocky ..................................

Joyeux anniversaire ma Cherish @Ririshwari. Je suis loin de toi maintenant et ne peux pas toucher(en fait je veux ecrire "uyel-uyel") ton visage ou meme te donne un gateau. Mais je souhaite que tout le bonheur sera avec toi, et aussi bonne chance pour ton nouveau travail.

Rappeles-toi que le premier fois ce blog etait activ encore, nous souvent ecrivions ensemble ici? J'espere que depuis ton 23, tu vas ecrire encore ici, hehe.. Et nous partagons encore notre belle (ou bete) histoire..

Ah, alors, attends-moi a Jakarta.

Enfin et surtout, Je t'aime Cher...
2 hari lalu timeline Twitter heboh dengan kultwitnya @felixsiauw tentang #selfie.

Lagi-lagi ustadz satu ini bikin kehebohan dengan pernyataan tentang haramnya selfie. Tentu ini bukan pertama kalinya ia membuat fatwa haram-halalnya suatu hal. Sebelumnya ia pernah berfatwa bahwa membeli VCD DVD bajakan hukumnya halal, disisi lain ia pernah mengeluarkan fatwa bahwa nasionalisme juga haram dan sebaiknya orang Indonesia mendukung terbentuknya negara khilafah untuk menggantikan demokrasi, Pancasila, juga UUD 1945.

Bagi saya, sudah bukan hal yang mengagetkan melihat ustadz-ustadz di Indonesia mengeluarkan dalil halal-haram semaunya sendiri. Tanpa rujukan yang kuat dan tanpa kajian konteks yang teliti, ustadz-ustadz ini menggelontorkan fatwa yang seringkali tidak berbobot, bahkan ngawur. Karena saking seringnya, fatwa-fatwa dangkal semacam ini sudah tidak mengagetkan lagi bagi saya. Sama ketika saya mendengar info kalau Syahrini membuat video selo macam maju-mundur cantik, atau ketika mendengar Balloteli bikin ulah di klub barunya. Sama sekali tidak mengagetkan. Wong udah kebiasaannya gitu.

Hanya saja nggak habis pikir saja sama beliau, sudah mengharamkan Pancasila, Nasionalisme, dan UUD 1945, sekarang selfie juga diharamkan. Bayangkan kalau negara khilafah keinginannya terwujud, mungkin akan ada 1000 fatwa-fatwa haram baru yang makin menghebohkan. Khawatirnya, lama-lama mendengarkan Greenday juga diharamkan, wong nggak ada dalilnya kok, hehe...

Kita ini kan mau nggak mau punya utang rasa sama para founding father­-nya Indonesia, mungkin dulu ­kalau nggak karena perjuangannya Soekarno, Sudirman, dkk ya simbah-simbah­ ­kita akan terus jadi pekerja romusha sampai sekarang, kok ya bisa si Ustadz mengajak kita untuk meninggalkan Pancasila, idelogi yang diperjuangkannya. Kok ya bisa sekarang juga mengharamkan selfie sebagai bentuk dari suatu kemerdekaan? (opooo...)

Di dunia ini baik dan buruk tergantung konteksnya. Macam jadi pelacur saja, seseorang bisa dapat pahala kok kalau alasannya jelas (misal, untuk membayar biaya rumah sakit ibunya yang sangat mahal). Saya sangat yakin akan hal itu.

Apalagi hal-hal macam selfie. Haram? Halal?

Ya tergantung.

Kalau niat dalam hati untuk berbagi cerita dan pengalaman, apalagi untuk membahagiakan orang, ya saya yakin dapat pahala. Misal, kamu ke Paris, terus kamu selfie di depan Eiffel untuk ditunjukkan ke orangtuamu, kalau niatmu ingin orang tuamu merasa bangga dan gembira ya besar kemungkinan selfiemu akan mendatangkan pahala.

Dengan contoh yang sama, misal kamu foto di depan Eiffel tapi niatmu sekedar untuk pamer saja biar orang-orang menganggapmu lebih superior, ya mungkin kamu akan dapat dosa.

Niat adalah pondasi dari segala hal yang kita lakukan. Siapa yang tahu apakah niat kita baik atau buruk? Ya hanya Sang Hyang Wenang dan kata hati kita sendiri.

Memang, tidak semua orang bisa mendengarkan kata hatinya sendiri. Lalu bagaimana agar kita bisa mendengar kata hati kita?

Bapak Ali Shahab, dosen saya pernah bilang, semakin seseorang banyak belajar, semakin ia berpengetahuan luas, maka akan semakin sulit seseorang untuk membohongi hatinya.

Sedangkan dalam tulisan yang berjudul Moralitas itu Berbahaya (yang sampai saya baca berkali-berkali), dikatakan bahwa untuk tahu apa yang sebaiknya kita lakukan adalah dengan kejernihan berpikir. Dari perspektif saya, tulisan tersebut menyimpulkan bahwa kata hati dapat kita dengarkan hanya dengan kejernihan berpikir.

Sungguh, kita harus membaca tulisan ini http://rumahfilsafat.com/2015/01/20/moralitas-itu-berbahaya/#more-3299

Ah, kembali tentang selfie.


Tadz, saya ingin berbagi foto selfie. Tapi niat saya bukan untuk gaya-gayaan kok. Niat saya hanya ingin sharing rambut barunya teman saya, @Ongreey . Insyaallah nggak dosa tadz, karena kemarin waktu di Kebumen saya sudah ijin kalau hari Rabu saya ingin upload foto-foto selama liburan. Dan yang jelas, saya yakin tadz, teman-teman saya di Sastra Prancis akan senang melihat ending dari tulisan ini... wehehehe...


Titik awal pijakan  juga garis akhir harapan ingin kembali, kampung halaman.

Kembali kaki ini berpijak diatas tanah yang menjadi tempatku ingin kembali pada suatu ketika.

Desa Ngadisono, berbatasan langsung dengan Desa Ngalian.

Sebuah rumah yang mengajarkan betapa kesederhanaan pada akhirnya menjadi pengetahuan terpenting yang harus kita pelajari.

Terhitung sejak Rabu sore hingga Senin pagi, yang berarti selama 5 hari aku berkumpul kembali, dengan sahabat, keluarga, juga guru-guru spiritual.

Guru spiritual? Maksudku para penjual di Pasar Wage dan Manis, yang bangun jam 3 pagi untuk mencari keuntungan demi bisa terus makan. Mereka mengajarkan bahwa perjuangan sejati dimulai sebelum kita disapa matahari.

Guru spiritual? Masih para ayah dan Ibu. Dua manusia paling paham teks dan konteks. Mereka akan mencari tempat paling aman sebelum akhirnya saling bermarahan. Begitulah, dengan harapan anak-anaknya tak melihat saat ada teriak-teriakan, bahkan mungkin makian.

Guru spiritual, tentunya Sang Kyai, yang mengatakan bahwa satu-satunya objek yang pantas jadi alasan untuk perang, adalah nafsu diri.

Kembali ke kampung halaman. Bagiku sama saja dengan jalan-jalan. Hanya saja disini kutemukan, manusia tak boleh takut akan kenangan.

Ngajak Kanca

Jalan-jalan di desa

Kanak-kanak. Kita bebas. Mewarnai daun dengan ungu. Buah apel dengan orange. Atau kucing dengan biru.

Sebelum dijajah habis-habisan oleh matematika, kita adalah pemberani yang selalu haus berkarya.

Kita nangis minta dibelikan pulas, merengek demi buku gambar baru, dan baru tertawa lebar setelah ayah pulang dengan peralatan menggambar yang lengkap.

Betapa dulu kita merdeka dan haus berekspresi.

Akhir tahun adalah refleksi. Awal tahun jadi garis start perbaikan.

Mbuh, saya ingin menggambar lagi. Padahal nggak bisa nggambar. Pagi-pagi saya ke Mirota Kampus, membeli peralatan menggambar secukup uang saya.

Malamnya saya mengajak dua teman, Ongri dan Bang Riza untuk nggambar mbuh opo wis...

Mari jadi kanak-kanak lagi...

Karena karya bagus atau jelek itu relatif, tetapi berkarya atau tidak adalah mutlak.

Mari berkarya... Elek yo ben... Wong seneng kok...

Jangan malu karyamu jelek, malu lah kalau tidak berkarya..

Semoga nulis di awal tahun jadi pemacu produktifitas di tahun 2015. Amin hehe..

Jgn Menjonru by @aribagoez

AirAsia jatuh di air asia by @ongreey

La Soledad by @risadist

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Arsip Blog

  • ►  2019 (17)
    • ►  Desember (5)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Mei (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2018 (26)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (7)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2017 (20)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (6)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (2)
  • ►  2016 (36)
    • ►  November (4)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (11)
    • ►  Mei (4)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (5)
  • ▼  2015 (42)
    • ►  Desember (3)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (8)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (3)
    • ▼  Januari (7)
      • Gunung Wetan, Awal Sebuah Tanda Tanya Besar
      • Perlu Menghirup Nafas Panjang
      • Be Rocky Balboa
      • Joyeux Anniversaire Ardhanariswari Marzuki
      • Moga Selfie-mu Berkah, Tong...
      • Romantisme Desaku (lagi)
      • SATU (Selo Awal TahUn)
  • ►  2014 (68)
    • ►  Desember (4)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (10)
    • ►  Juli (7)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (10)
    • ►  April (7)
    • ►  Maret (9)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2013 (50)
    • ►  Desember (9)
    • ►  November (13)
    • ►  Oktober (15)
    • ►  September (7)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2012 (11)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (3)

Copyright © 2016 bagus panuntun. Created by OddThemes & Free Wordpress Themes 2018