Be Rocky Balboa



Sangat telat memang kalau saya menulis tentang film ini. Bagaimana tidak, sekuel ke-6 dari film Rocky ini sudah dirilis dari tahun 2006, 8 tahun yang lalu. Tapi mau gimana lagi, nah saya baru aja nonton kok?

Ini tulisan update. Setidaknya, bagi saya sendiri.hehe...

Mengesankan ! Begitulah film ini. Meskipun masih dengan ciri khas film Hollywood yang happy ending, tapi film ini berhasil membuat kekecewaan saya terhadap Rocky 5 terlupakan.

Kali ini Rocky diceritakan hidup dalam kesepian karena istrinya telah meninggal beberapa tahun sebelumnya. Drama dari film ini jauh lebih ditonjolkan ketimbang aksi pukulan Rocky di atas ring.

Dalam film ini, Rocky sudah berumur 50 tahun.

Rocky yang hidup dalam kesepian, merasakan bahwa ia begitu rindu akan bertanding. Dalam dirinya, seolah ada monster yang harus ia lepaskan, dan hanya bisa lepas jika ia kembali untuk bertinju meski hanya sekali.

Sampai disini, ada dua hal yang dapat kita lihat. Yang pertama, adalah tidak masuk akal ketika seorang berumur lebih daru 50 tahun kembali bertinju selama 10 ronde. Tapi disisi lain, atau yang kedua, setiap orang merasakan hal yang sama dengan Rocky, bahwa ada saatnya kita merindukan suatu hal, dan tak mampu lagi terus memendamnya. Bahkan, menangis pun tak juga menghilangkan rasa rindu itu.

Kali ini Rocky memilih untuk maju. Ia harus bertanding dengan seorang juara dunia bernama Mason Dixon. Dixon sendiri adalah seorang juara dunia, tetapi ia tidak mendapat kehormatan dan sanjungan dari masyarakat Amerika, karena selama kariernya ia tidak pernah menemukan lawan yang seimbang.

Bagaimana kemudian? Disinilah hal yang istimewa pada Rocky diperlihatkan.

Rocky adalah orang yang nggak asal meng 'iya' kan segala sesuatu. Setelah ia memutuskan untuk berani melawan Dixon, ia pun kembali berlatih dengan luar biasa keras. Ia kembali latihan mengangkat barbel, kembali melakukan metode memukul daging, juga latihan lari jarak jauh setiap harinya.

Rocky mengikuti hasratnya. Tapi ia sadar akan kelemahannya. Ia sadar kalau ia sudah tua. Ia juga sadar kalau ia tak sehebat dulu lagi.

Tapi dia tetap latihan. Dia tetap mengejar ketertinggalannya, dan ia melawan sebisa mungkin kelemahannya sendiri.

Itu yang sering kita lupakan. Bahwa musuh kita ini hanya satu, diri kita sendiri. Orang lain bukan musuh, mereka hanya sebagai motivator.

Saya membayangkan, kalau saja anak Rocky mendapat rangking 35 dari 36 anak di kelasnya, saya yakin kalau hal yang Rocky lakukan bukanlah memarahi dan menghina anaknya. Saya yakin ia akan berkata:

"Pelajari apa yang belum kamu pelajari. Kamu kejar saja ketertinggalanmu, tanpa mikir orang lain sudah sampai dimana."

Saya rasa, hal utama yang dapat kita petik dari cara berpikir Rocky adalah "berpikir untuk menjadi lebih baik jauh lebih penting daripada berpikir untuk menjadi nomor satu".

Ya, karena ironinya, banyak orang yang akhirnya tidak berbuat apa-apa karena ia merasa sekeras apapun yang ia lakukan, ia tidak akan bisa menjadi sehebat orang lain.

1 hal menarik lagi yang ada dalam film ini adalah apa yang dikatakan Rocky pada anaknya:

Its not how hard you can hit, but how hard you can get hit and keep moving forward - Balboa

Mendengar perkataan tersebut, saya berharap Presiden Jokowi pernah menonton film ini. Seperti kita tahu, kali ini ia sedang digempur dari segala penjuru.

Yang pertama, jelas oleh partai-partai pendukungnya. PDIP, dengan segala tuntutannya yang (lagi-lagi) bajingan. Tuntutan PDIP untuk mengangkat Budi Gunawan sebagai Kapolri, bukan sekedar omongan belaka. Partai Banteng makin gila, kali ini mereka mencoba menghancurkan KPK yang bertindak sebagai penyeimbang Jokowi. Satu-persatu penglima di KPK coba dihancurkan.

Tuntutan yang lain, dari orang-orang yang tidak kalah gila dibanding orang partai Banteng. Sebagian adalah mereka yang dulu memilih Prabowo. Gila, hanya untuk membuktikan kalau yang memilih Jokowi dulu salah, banyak dari mereka yang berharap negara akan chaos dan satu persatu orang-orang baik berguguran.

Yang ketiga, tentu dari kami yang dulu mendukung Jokowi. Kami, jelas menginginkan ketegasan Jokowi dalam kasus ini.

Tapi, setelah tak pikir-pikir lagi, sepertinya dia juga harus berkompromi.

Dengan DPR yang terus mencari-cari kesalahannya dan berharap Jokowi blunder, ia harus lebih berhati-hati mengambil segala keputusan.

Meskipun... Saya diam-diam berharap kalau ia buka blak-blakan segala kebusukan yang ada dan bertindak heroik macam Gus Dur atau Soekarno dulu. Tapi... ah, sepertinya itu khayal. Toh, melawan sendirian dalam waktu kurang dari 100 hari memimpin bisa jadi tindakan konyol.

Yang jelas pak, kalau tidak bisa memukul sekali keras dan langsung KO, silahkan berkompromi dan terus berdiri seperti halnya Rocky Balboa.

Apakah saya menyesal memilih Jokowi?

Ya jelas nggak lah. Kita tahu, kali ini DPR itu busuk. Kalau Jokowi nggak jadi presiden?

Ya mereka yang sekarang di DPR, kali ini malah ada di kementerian. Apa yang terjadi???

Ya kementerian kita akan dikuasai Bakrie, Fahri Hamzah, Fadli Zon dkk.. Makin suram harapan kita !

Maka, nggak ada alasan bagi saya untuk menyesal memilih Jokowi.

Yang jelas, saya cukup senang dengan hal-hal luar biasa yang dilakukan Bu Susi, Anies Baswedan. Belum lagi pengangkatan Badan Ekonomi Kreatif yang sekarang. Ada juga pengangkatan Pak Faisal Basri sebagai ketua pemberantasan Mafia Migas.

Saya masih banyak berharap pada Jokowi. Berharap apa?

Berharap ia lebih tegas. Berharap ia tidak jadi kacungnya Megawati. Berharap ia menjaga kekuatan KPK dan memperbaiki POLRI. Berharap janji-janjinya terealisasi. Dan berharap ia akan keluar dari parpolnya. hehe...

1 hal lagi, saya berharap makin banyak orang baik dan hebat yang ia ajak untuk memperbaiki negara ini. Saya rasa, harapan terakhir ini adalah yang paling masuk akal dibanding harapan-harapan yang sebelumnya.

Dibanding hari ini saya ikut demo 100 hari Jokowi dengan tagline "100 hari aja udah gini, gimana 1000 hari berikutnya?" saya lebih memilih menulis tulisan ini saja untuk sekedar curhat.

1 hal yang pasti, saya tidak akan masuk dalam lingkaran yang mengharapkan kegagalan pada orang yang dibencinya.

Monggo pak Jokowi, yang penting bukan bagaimana anda bisa menghantam keras, tapi bagaimana anda dihantam dengan keras tapi masih terus kerja..kerja..kerja..

Untuk kawan-kawan, mari mengkritik, tapi jangan lupa tetap mendoakan...

Lho, kok saya jadi ngomongin Jokowi?

Wah.. terus Rocky Balboa gimana???

Di akhir film ini, pada akhirnya Rocky ..................................

Share:

0 komentar