Penyakit Kelamin

Oke, jadi saya akan mencoba sedikit menjawab tentang ketidaksetujuan beberapa teman fakultas lain tentang penyelenggaraan diskusi pertama SELARAS (Selasar Aksara Selasa Sore), yang bertema tentang Japan Adult Video.

Sebelumnya saya akan sedikit bercerita. Sejak kemarin Minggu saya mengunggah ke media sosial poster SELARAS , diluar dugaan banyak teman dari fakultas lain yang menyatakan keberatan atas dilaksanakannya diskusi tersebut. Bahkan sempat dengar beberapa diantaranya menyampaikan mosi tidak setuju atas diskusi Selaras. Selebihnya, nanti akan saya ceritakan lagi dalam tulisan lain. :)

Sebelumnya, monggo lihat dulu poster acaranya.

Nah, dalam poster diatas, sebenarnya kan sudah jelas bahwa diskusi ini berdasarkan suatu hasil penelitian. Wong jelas ada abstrak/intisarinya, jelas ada kata kuncinya kok.

Saya kira sampai disini teman-teman akan paham paham bahwa nantinya diskusi yang akan kita laksanakan adalah diskusi yang berdasarkan data-data yang valid dan bukan berdasarkan asumtif semata.

Sayang sekali, faktanya tidaklah demikian. Justru kemudian beberapa orang tidak setuju dengan diskusi ini karena menganggap bahwa pembicaraan kita nanti akan melanggar norma dan moral yang ada di masyarakat. Bahkan protes ini sering ditambahi dengan kalimat "sebagai mahasiswa".

Saya akan mencoba menjawab masalah ini dengan sudut pandang saya, atau boleh lah dikata ini berdasar pada mindset yang saya yakini dan saya tanamkan pada diri saya sendiri.

Gini lo, seumpama nih ada bangkai busuk di rumah dan kita adalah orang pertama yang mencium bau busuk tersebut. Lantas, apa yang akan kita lakukan?

Apakah mengajak orang lain untuk menelusuri keberadaannya lalu kemudian membuangnya, atau justru memilih diam dan pura-pura nggak tau?

Dalam hal ini, bayangkan jika JAV adalah bangkai busuk tadi. Seolah tidak terlihat tapi eksis, ada di sekitar kita.

Atau, katakanlah JAV adalah hal yang sangat njijiki bagi mahasiswa-mahasiswa yang protes tadi, bahkan boleh lah dianggap JAV ini layaknya penyakit-penyakit kelamin. Njijiki, hina, haram jadah.. Apa aja lah.

Sekarang saya bertanya, jika hal njijiki tersebut kita diamkan, apakah hal tersebut akan hilang dengan sendirinya, atau ada kemungkinan justru makin parah dan makin meluas?

Kalau sebagai mahasiswa kita masih berpikiran sempit, yaitu bahwa mahasiswa yang baik adalah mahasiswa yang nggak pernah ngomong hal-hal njijiki. Ya sudah. Stop ngomongin JAV, stop ngomongin penyakit kelamin. Stop ngomongin gonore, sipilis, HIV AIDS, atau berondong jagung lah.

Maka saya yakin, kedepannya nggak akan ada mahasiswa Indonesia yang turut andil dalam menemukan vaksin sipilis, kapsul cespleng obat gonore, atau vaksin terhadap penyakit HIV.

Nah gimana mau jadi penemu? Ngomongin hal itu aja dianggap melanggar norma dan moral kok?

Maka, ayolah guys berpikiran lebih terbuka. Meskipun objek yang akan kita bicarakan adalah hal-hal yang mungkin menurutmu njijiki, tapi banyak kok yang bisa kita ambil dari diskusi tersebut. Bahkan banyak solusi yang kemudian bisa kita berikan terhadap masyarakat.

Kalau kata mas Ody Dwi Cahyo, sometimes in the name of research and science, everything is legitimate to be discussed.

Setuju mas! Karena bagaimanapun, segala solusi dari sebuah permasalahan selalu diawali dengan sebuah riset. Maka, dalam hal riset sudah seharusnya tidak ada objek yang kita anggap sebagai objek yang tabu.

Gini lo, jangan ajak masyarakat untuk sekedar berpikir mana yang baik mana yang buruk, tapi ajak masyarakat untuk tahu bahwa dari suatu hal yang buruk kita tetap dapat menarik hal-hal yang baik.

Gimana caranya? Ya dengan ikut diskusi dan jangan semata berasumsi.

Kesimpulannya, sebagai mahasiswa kita sangat boleh kok ngomongin hal-hal yang njijiki, yang penting jangan lupa lah untuk bareng-bareng cari solusi.

Intinya sih gitu. Sudah pernah kena penyakit kelamin?

Share:

0 komentar