Halo..sehari fokus nulis, sehari fokus nggarap video ya. Hari ini fokus nggarap video. Besok saya mau kasih video tentang Rumah Makan Beong, Borobudur. Rumah makan favorit saya pokoknya, sebelumnya juga sudah pernah saya tulis di blog ini.
Sore hari yang sibuk di FIB membuatku ingin segera duduk setengah jam di bangku bonbin. 1 cangkir good day white frape aku harap bisa membuat hariku jadi good beneran. Percakapan hari ini sungguh melelahkan dan dipanjang-panjangkan.
Aku rasa kita sebenarnya sama-sama paham bahwa hidup sangat-sangat bisa disederhanakan. Suatu bincang 60 menit tentang pendikotomian society dominan versus self yang mengidentitaskan diri sebagai minor, membawa masing-masing dari kami mencoba menjelaskan berbagai perihal dengan cara yang rumit.
Pertanyaan sederhana sering kemudian harus, dipaksa, dan dipeksa untuk dijawab secara berputar-putar. Termasuk seperti bagaimana tulisan ini dibuat.
Ada yang bertanya "Untuk apa kamu mengurangi jam tidurmu demi sebuah kumpulan yang harus kau akui tak semuanya merasa butuh pertolonganmu?".
Sampai pada puas sebab tak bisa menjawab sederhana dengan "Ikhlas" atau "menuruti fitrah manusia untuk menolong sesama", akhirnya kucoba mengarahkan pertanyaan ini pada jawaban yang sederhana dengan sedikit pembaharuan, "Karena sadar bahwa hidup adalah pilihan, maka jangan pernah punya mental korban".
Aku rasa kita sebenarnya sama-sama paham bahwa hidup sangat-sangat bisa disederhanakan. Suatu bincang 60 menit tentang pendikotomian society dominan versus self yang mengidentitaskan diri sebagai minor, membawa masing-masing dari kami mencoba menjelaskan berbagai perihal dengan cara yang rumit.
Pertanyaan sederhana sering kemudian harus, dipaksa, dan dipeksa untuk dijawab secara berputar-putar. Termasuk seperti bagaimana tulisan ini dibuat.
Ada yang bertanya "Untuk apa kamu mengurangi jam tidurmu demi sebuah kumpulan yang harus kau akui tak semuanya merasa butuh pertolonganmu?".
Sampai pada puas sebab tak bisa menjawab sederhana dengan "Ikhlas" atau "menuruti fitrah manusia untuk menolong sesama", akhirnya kucoba mengarahkan pertanyaan ini pada jawaban yang sederhana dengan sedikit pembaharuan, "Karena sadar bahwa hidup adalah pilihan, maka jangan pernah punya mental korban".
- SOROT KAMPUNG BUDAYA DIBALIK KACAMATA MAHADAYA CINTA
- REVIEW PPSMB KAMPUNG BUDAYA
Ya, pelaksanaan PPSMB memang sepertinya telah selesai, tapi cerita dibaliknya? Belum.
Kurang dari seminggu setelah Kampung Budaya selesai, ketika itu masih pukul setengah 8 pagi dan kampus Ilmu Budaya masih sepi, tiba-tiba beberapa orang berlari panik mengejar salah satu mahasiswa yang mendadak jatuh pingsan. Setelah mengangkat mahasiswa yang pingsan tersebut, mereka mencoba membawanya ke sebuah tempat untuk membaringkannya dan memberikan pertolongan pertama.
Sedikit berlari sembari mengangkat mahasiswa pingsan tersebut, mereka akhirnya sadar bahwa mereka tak punya ide yang sama kemana mereka akan membawanya. Saat itu saya tidak ikut menolongnya. Yang saya tahu, mereka bingung mau dibawa kemana mahasiswa tersebut. Ruang perpus arkeo terkunci, mushola juga sepertinya bukan tempat yang pas, sedangkan UKS di FIB tidak ada.
Beberapa menit setelah kejadian tersebut, saya bertemu Mas Sus, Kanit Kemahasiswaan FIB yang kebetulan juga berada disitu ketika peristiwa tersebut terjadi. Dengan sedikit diskusi dan mencoba bertukar ide, akhirnya terbitlah rilis LEM tentang BMIB (Balai Medis Ilmu Budaya).
Sila buka catatan lama ini:
---------------------------------------------------------------------------
Ide tentang Balai Medis ini sebenarnya bukanlah ide baru. Sebelumnya jauh sebelum LEM dan pihak fakultas punya ide ini, Mas Fafa pernah mewacanakan terbentuknya Balai Husada FIB, sebuah BSO yang fokus dalam babagan P3K dan mempelajari tumbuhan-tumbuhan obat tradisional sebagai warisan budaya yang perlu dipelajari anak muda.
Alhasil, LEM kemudian mencoba menghubungi Mas Fafa, yang sebelumnya bahkan pernah membuat proposal Balai Husada, namun tidak terealisasi karena beberapa hal. Setelah menghubungi Mas Fafa, kemudian kami menghubungi Lengkong Sanggar, koor medis PPSMB Ilmu Budaya.
Berkat Mas Fafa, Lengkong, dan bantuan dari paguyuban medis Kampung Budaya, akhirnya selama 10 lebih kami berhasil menyelesaikan proposal Balai Medis Ilmu Budaya, dan puji Tuhan yang maha puitis, akhirnya hari ini BALAI MEDIS FIB telah resmi berdiri. Dengan pemberian Papan BALAI MEDIS FIB dari Bu Ida dan LEM kepada pengurus BALAI MEDIS ILMU BUDAYA, maka 7 September telah menjadi sejarah baru bagi FIB.
Pertanyannya sekarang, apa yang selanjutnya akan dilakukan oleh teman-teman BMIB? Sedikit info, sebenarnya saat ini BMIB masih dalam proses mengumpulkan perlengkapan dan logistik agar memenuhi standar yang semestinya (saya kurang paham soal ini), selain itu BMIB akan segera membuka pendaftaran bagi siapapun yang tertarik untuk belajar tentang P3K dan sebangsanya. Datang saja besok malam ke acara ini:
PENTING !!!
Jika ada warga FIB yang sakit dan membutuhkan pertolongan, maka bisa menghubungi Lengkong Sanggar di nomor 087738356558.
Pada akhirnya film Valise jadi juga ! Ini adalah pertama kalinya saya membuat film dan hasilnya film pendek berdurasi sekitar 6 menit pun selesai !
Berkat film ini, akhirnya saya belajar bagaimana menggunakan aplikasi Vegas Pro. Mulai dari 0, tapi akhirnya bisa menghasilkan satu film yang hasilnya lumayan. :D
Let's watch this film !!! https://www.youtube.com/watch?v=NKXCsZfcjq8
Berkat film ini, akhirnya saya belajar bagaimana menggunakan aplikasi Vegas Pro. Mulai dari 0, tapi akhirnya bisa menghasilkan satu film yang hasilnya lumayan. :D
Let's watch this film !!! https://www.youtube.com/watch?v=NKXCsZfcjq8
Kalau sekedar memenuhi janji, dipaksa pun akhirnya akan bisa. Tetapi bagaimana kita menikmati, bahkan menyukuri terucapnya janji-janji tersebut, itulah perihal yang esensial...
Hampir satu hari penuh aku hanya duduk menatap laptop. Satu video catatan berhasil terunggah hari ini, sila klik https://www.youtube.com/watch?v=0BRzhORIjek . Sebuah video catatan berjudul "ABSURDITAS KALIURANG". Berkisah tentang romantisme persahabatan dalam lika-likunya mencari identitas religiusitas masing-masing, menuju mi'raj yang samawi. Skip !
Satu lagi, kali ini bukan sekedar video catatan harian, tetapi sebuah film pendek. Film yang disutradarai sendiri, pun editing dilakukan sendiri. Tunggu ya film pendek yang (lagi-lagi) cukup absurd ini. Judulnya "Valise". Artis dan crew dari dalam film ini adalah kawan-kawan terdekat, para amatir yang profesional dalam bersahabat.
Mulai pegang komputer jam 9 malam, dan langsung nggarap video selo bersama Sotong dan Mas Riza. Besok Jadi !
Pagi, sejak angka 9 saya sudah berangkat ke kampus, bersiap-siap ikut kuliah pertama di semester 7 ini. Bahasa Italia.
Mi chiamo Bagus. Io sono di Wonosobo. Abito a Jogja. Io ho 21 anni. Sono studente. Parlo Indonesiano, francese, inglese, javanese, un po espagnole e Italiano. Semoga tidak salah. Haha..
Jam-jam berikutnya dilalui dengan 2 rapat, yang pertama membahas Balai Medis Ilmu Budaya, yang kedua membahas malam inaugurasi bersama teman-teman angkatan 2014.
Di jeda antara rapat kesatu dan kedua, tanpa direncana saya bertemu Mas Fafa dan Ucup, 2 pria jurusan Sastra Nusantara. Diawali dengan obrolan yang singkat selama 10 menit tentang Yu Par, kami kemudian sepakat untuk datang ke acara JJW (Japan Jogja Weeks).
JJW ini adalah acara jejepangan yang berlangsung dari hari ini sampai tanggal 6 September 2015. Venue acara ini adalah gedung Grha Sabha Prmana. Saya yang sudah sangat kelaparan akhirnya memutuskan untuk membeli makanan di salah satu stand yang ada di halaman depan GSP. Saya memilih makan pempek. Makan pempek di acara jejepangan adalah bentuk nasionalisme di sore hari. Uopoooo...
Ada apa saja di acara JJW? Sebenarnya cukup banyak hal yang menarik disini. Contohnya kita bisa melihat ini:
Bahkan kita bisa selfie di depan artistik ala jepang yang merah dan megah ini:
Jam-jam berikutnya dilalui dengan 2 rapat, yang pertama membahas Balai Medis Ilmu Budaya, yang kedua membahas malam inaugurasi bersama teman-teman angkatan 2014.
Di jeda antara rapat kesatu dan kedua, tanpa direncana saya bertemu Mas Fafa dan Ucup, 2 pria jurusan Sastra Nusantara. Diawali dengan obrolan yang singkat selama 10 menit tentang Yu Par, kami kemudian sepakat untuk datang ke acara JJW (Japan Jogja Weeks).
JJW ini adalah acara jejepangan yang berlangsung dari hari ini sampai tanggal 6 September 2015. Venue acara ini adalah gedung Grha Sabha Prmana. Saya yang sudah sangat kelaparan akhirnya memutuskan untuk membeli makanan di salah satu stand yang ada di halaman depan GSP. Saya memilih makan pempek. Makan pempek di acara jejepangan adalah bentuk nasionalisme di sore hari. Uopoooo...
Ada apa saja di acara JJW? Sebenarnya cukup banyak hal yang menarik disini. Contohnya kita bisa melihat ini:
Bahkan kita bisa selfie di depan artistik ala jepang yang merah dan megah ini:
Selain itu ada berbagai stand workshop seperti menulis kanji, membuat manga, atau membuat makanan Jepang:
Namun, dari sekian banyak hal yang disajikan dalam acara ini, ada satu hal yang amat sangat ter paling pol sekali menarik. Juara ! :
Ranger merah ! Akhirnya kita bertemu lagi ! Mari kita beraksi menyelamatkan dunia !
Pertemuan kembali dengan ranger merah adalah sebuah flashback yang kemudian bercengkerama dengan masa kecil, dimana kami berebut warna ranger. Saya tak pernah mau menjadi biru, hijau, apalagi pink. Bahkan ketika muncul ranger super warna silver, saya pun enggan untuk berganti jagoan. Entah mengapa, namun sepertinya karena merah selalu di tengah dan itu sangatlah keren !
Pertemuan dengan ranger merah ini juga membuat saya ingin menulis tentang memoria generasi 90-an. Sebenarnya apa itu generasi 90-an?
Sampai jumpa di #JIB4 !
Hari ini saya menonton kembali film Euro Trip. Ada yang sudah nonton film Euro Trip? Film bergenre komedi asal Amerika yang lumayan 18+ ini bisa dibilang sama menghiburnya seperti American Pie. Bahkan menurut saya Euro Trip digarap jauh lebih matang secara penceritaan. Jika American Pie seolah hanya menonjolkan unsur sex dan seksualitas sebagai komedi, Euro Trip justru mampu memparodikan lebih banyak hal, khususnya memparodikan berbagai budaya di Eropa. Kita akan dibuat terpingkal-pingkal menonton parodi dari Hooligan Manchester United, parodi di salah satu daerah kumuh pinggiran wilayah Bratislava, parodi tentang ketidakpahaman akan bahasa Itali yang berbuah petaka, dan terakhir parodi di gereja Roma, Itali.
Euro Trip bercerita tentang Scott yang backpacker-an ke Eropa demi bertemu seorang gadis Jerman bernama Mieke, sahabat pena yang ia kenal di dunia maya. Film ini sendiri rilis pada tahun 2004. Disini ada satu hal yang menarik. Ternyata di awal tahun 2000-an, memiliki satu teman luar negeri di internet adalah hal yang sangat istimewa, bahkan untuk orang Amerika !
Bagaimana dengan tahun 2015 ini? Saya rasa saat ini mempunyai teman dari luar negeri sudah bukan lagi hal yang istimewa. Apalagi jika pertemanan itu dilihat pada konteks pertemanan di facebook. Apa kamu punya teman facebook dari luar negeri? Saya rasa kebanyakan diantara kita pasti punya. Bukan hanya untuk mereka yang telah pandai berbahasa asing, tapi juga mereka yang sekedar paham bahasa asing karena pernah main PS 1 di masa kecil.
Yes, no, save, load, loading, easy, normal, hard. Paling tidak kita tahu makna dari kata-kata tersebut lah...
Bicara tentang bahasa, akhir-akhir ini kita sering mendengar pernyataan "Orang Indonesia makin banyak yang pandai berbahasa Inggris, tapi makin sedikit yang pandai berbahasa daerah". Pernyataan ini pun kerap mengundang perdebatan (alay) di grup-grup facebook, macam grup polyglot, grup english club, grup pecinta bahasa daerah, dsb.
Sebenarnya mana yang lebih penting, memahami bahasa daerah atau bahasa asing? Mari coba kita telusuri bagaimana jawaban-jawaban mereka yang pro pada salah satunya:
Mereka yang pro pada bahasa asing
Biasanya mereka adalah anak-anak remaja yang mulai berani ngobrol langsung dengan bule. Kebanyakan dari mereka suka sekali diskusi tentang iphone merek terbaru, tak mau kehabisan tiket film-film superhero holywood yang jumlahnya terus bertambah setiap bulan, dan suka mengaku hobi travelling, fotografi, dan naik gunung.
Bagi mereka belajar bahasa asing jauh lebih penting dibanding belajar bahasa daerah, mengapa? Karena kita telah memasuki zaman globalisasi, zaman dimana kita harus mau dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Untuk dapat bersaing, kita harus mampu setidaknya menguasai bahasa internasional, yaitu bahasa Inggris. Bahasa daerah? Itu sudah kuno. Toh buat apa kita belajar bahasa daerah kalau akhirnya tidak digunakan juga dalam upaya bersaing dengan bangsa lain (baca: cari duit).
Mereka yang pro pada bahasa daerah
Biasanya mereka adalah guru mata pelajaran bahasa daerah.
-------------------------------------------------------
Menurut saya sendiri, sebenarnya banyak diantara kita yang sepakat bahwa yang terbaik adalah mempelajari dan menguasai keduanya. Banyak sekali alasan yang dapat dengan bijak memperkuat pernyataan ini. Dengan menguasai bahasa daerah, kita jelas bisa nguri-uri budaya leluhur. Sedangkan dengan menguasai bahasa asing, kita dapat menjalin relasi yang lebih luas dengan masyarakat dari berbagai belahan dunia, yang artinya kita juga mampu memperkenalkan berbagai good news from Indonesia. Benar memang, di era global ini kita dituntut untuk dapat bersaing dengan bangsa lain, tapi perlu diingat, hal yang lebih penting dari kompetisi adalah kolaborasi.
Namun, jika saya punya anak dan harus memilih bahasa mana dulu yang harus diajarkan pada anak saya, saya akan memilih mengajarkan bahasa daerah dulu. Akhir-akhir ini kita sering bertemu dengan orang tua yang sangat bangga anaknya yang masih SD sudah bisa berbahasa asing, sedangkan mereka justru tidak bisa menggunakan bahasa daerahnya sendiri dengan baik. Sebagai contoh, saat ini semakin sedikit anak kecil di Jawa yang bisa menggunakan bahasa ngoko, krama, dan krama inggil dengan benar. Hal ini cukup menyedihkan bagi saya.
Mengapa penting untuk mempelajari bahasa daerah? Menurut saya, seorang yang belajar bahasa daerah cenderung akan belajar bagaimana budaya dan cara pandang leluhurnya. Dengan belajar bahasa daerah, seorang secara tidak langsung juga akan belajar filosofi berpikir leluhurnya yang mana romantisme masa lampau cenderung ditampilkan dalam sisi positif. Perhatikan saja mereka yang bisa berbahasa Jawa dengan baik, setidaknya mereka juga akan tahu keagungan sejarah masa lampau dari daerah asal bahasa tersebut. Setidaknya orang yang mampu berbahasa jawa pasti sedikit tahu perihal tentang wayang, filosofi jawa, dan sejarah negerinya sendiri. Hal ini yang kemudian akan memacu mereka untuk mencintai buminya, mencintai tanah dimana mereka lahir dan tumbuh besar. Dengan didasari rasa bangga dan cinta itulah, maka akan timbul cita bagi tanahnya.
Disisi lain, belajar bahasa asing memang sepertinya terlihat sangat baik. Namun setelah saya perhatikan lebih lanjut, orang yang belajar bahasa asing cenderung akan mempelajari budaya populer dan kontemporer yang ada disaat itu juga. Contohnya begini, seorang yang belajar bahasa Inggris cenderung akan lebih belajar tentang budaya kontemporer di Inggris atau Amerika, katakanlah dibanding belajar tentang filosofinya atau kebesaran sejarahnya. Lihat saja mereka yang belajar bahasa Prancis, maka kebanyakan akan meniru budaya kontemporer Prancis yaitu fashionable. Jarang diantara mereka yang bisa berbahasa Prancis akan tahu tentang filosofi pemikir abad 18 macam Voltaire atau Montesquieu. Mereka yang belajar bahasa Jepang juga kemudian menjadi suka manga atau cosplay, dibanding tahu tentang haiku.
Terakhir, bagi siapapun yang belajar bahasa asing, mau tak mau kita akhirnya akan belajar - bahkan sangat ter-influenced - budaya populer nan kontemporer dari negara asal bahasa tersebut. Budaya populer yang saat ini cenderung "hore" bahkan sering membuat seseorang menjadi minder terhadap tanahnya sendiri. Maka, sebaiknya jika kita belajar bahasa asing, belajarlah juga sejarah, sastra, dan filosofi dari negara asal bahasa tersebut. Niscaya, kita akan menjadi pembelajar yang tercerahkan, bukan pembelajar yang pikirannya terjajah.
Salam
Bagus Panuntun