#JIB2 Belajar Bahasa Asing dan Bahasa Daerah

Hari ini saya menonton kembali film Euro Trip. Ada yang sudah nonton film Euro Trip? Film bergenre komedi asal Amerika yang lumayan 18+ ini bisa dibilang sama menghiburnya seperti American Pie. Bahkan menurut saya Euro Trip digarap jauh lebih matang secara penceritaan. Jika American Pie seolah hanya menonjolkan unsur sex dan seksualitas sebagai komedi, Euro Trip justru mampu memparodikan lebih banyak hal, khususnya memparodikan berbagai budaya di Eropa. Kita akan dibuat terpingkal-pingkal menonton parodi dari Hooligan Manchester United, parodi di salah satu daerah kumuh pinggiran wilayah Bratislava, parodi tentang ketidakpahaman akan bahasa Itali yang berbuah petaka, dan terakhir parodi di gereja Roma, Itali.

Euro Trip bercerita tentang Scott yang backpacker-an ke Eropa demi bertemu seorang gadis Jerman bernama Mieke, sahabat pena yang ia kenal di dunia maya. Film ini sendiri rilis pada tahun 2004. Disini ada satu hal yang menarik. Ternyata di awal tahun 2000-an, memiliki satu teman luar negeri di internet adalah hal yang sangat istimewa, bahkan untuk orang Amerika !


Bagaimana dengan tahun 2015 ini? Saya rasa saat ini mempunyai teman dari luar negeri sudah bukan lagi hal yang istimewa. Apalagi jika pertemanan itu dilihat pada konteks pertemanan di facebook. Apa kamu punya teman facebook dari luar negeri? Saya rasa kebanyakan diantara kita pasti punya. Bukan hanya untuk mereka yang telah pandai berbahasa asing, tapi juga mereka yang sekedar paham bahasa asing karena pernah main PS 1 di masa kecil.

Yes, no, save, load, loading, easy, normal, hard. Paling tidak kita tahu makna dari kata-kata tersebut lah...

Bicara tentang bahasa, akhir-akhir ini kita sering mendengar pernyataan "Orang Indonesia makin banyak yang pandai berbahasa Inggris, tapi makin sedikit yang pandai berbahasa daerah". Pernyataan ini pun kerap mengundang perdebatan (alay) di grup-grup facebook, macam grup polyglot, grup english club, grup pecinta bahasa daerah, dsb.

Sebenarnya mana yang lebih penting, memahami bahasa daerah atau bahasa asing? Mari coba kita telusuri bagaimana jawaban-jawaban mereka yang pro pada salah satunya:

Mereka yang pro pada bahasa asing
Biasanya mereka adalah anak-anak remaja yang mulai berani ngobrol langsung dengan bule. Kebanyakan dari mereka suka sekali diskusi tentang iphone merek terbaru, tak mau kehabisan tiket film-film superhero holywood yang jumlahnya terus bertambah setiap bulan, dan suka mengaku hobi travelling, fotografi, dan naik gunung.

Bagi mereka belajar bahasa asing jauh lebih penting dibanding belajar bahasa daerah, mengapa? Karena kita telah memasuki zaman globalisasi, zaman dimana kita harus mau dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Untuk dapat bersaing, kita harus mampu setidaknya menguasai bahasa internasional, yaitu bahasa Inggris. Bahasa daerah? Itu sudah kuno. Toh buat apa kita belajar bahasa daerah kalau akhirnya tidak digunakan juga dalam upaya bersaing dengan bangsa lain (baca: cari duit).

Mereka yang pro pada bahasa daerah
Biasanya mereka adalah guru mata pelajaran bahasa daerah.

-------------------------------------------------------

Menurut saya sendiri, sebenarnya banyak diantara kita yang sepakat bahwa yang terbaik adalah mempelajari dan menguasai keduanya. Banyak sekali alasan yang dapat dengan bijak memperkuat pernyataan ini. Dengan menguasai bahasa daerah, kita jelas bisa nguri-uri budaya leluhur. Sedangkan dengan menguasai bahasa asing, kita dapat menjalin relasi yang lebih luas dengan masyarakat dari berbagai belahan dunia, yang artinya kita juga mampu memperkenalkan berbagai good news from Indonesia. Benar memang, di era global ini kita dituntut untuk dapat bersaing dengan bangsa lain, tapi perlu diingat, hal yang lebih penting dari kompetisi adalah kolaborasi.

Namun, jika saya punya anak dan harus memilih bahasa mana dulu yang harus diajarkan pada anak saya, saya akan memilih mengajarkan bahasa daerah dulu. Akhir-akhir ini kita sering bertemu dengan orang tua yang sangat bangga anaknya yang masih SD sudah bisa berbahasa asing, sedangkan mereka justru tidak bisa menggunakan bahasa daerahnya sendiri dengan baik. Sebagai contoh, saat ini semakin sedikit anak kecil di Jawa yang bisa menggunakan bahasa ngoko, krama, dan krama inggil dengan benar. Hal ini cukup menyedihkan bagi saya.

Mengapa penting untuk mempelajari bahasa daerah? Menurut saya, seorang yang belajar bahasa daerah cenderung akan belajar bagaimana budaya dan cara pandang leluhurnya. Dengan belajar bahasa daerah, seorang secara tidak langsung juga akan belajar filosofi berpikir leluhurnya yang mana romantisme masa lampau cenderung ditampilkan dalam sisi positif. Perhatikan saja mereka yang bisa berbahasa Jawa dengan baik, setidaknya mereka juga akan tahu keagungan sejarah masa lampau dari daerah asal bahasa tersebut. Setidaknya orang yang mampu berbahasa jawa pasti sedikit tahu perihal tentang wayang, filosofi jawa, dan sejarah negerinya sendiri. Hal ini yang kemudian akan memacu mereka untuk mencintai buminya, mencintai tanah dimana mereka lahir dan tumbuh besar. Dengan didasari rasa bangga dan cinta itulah, maka akan timbul cita bagi tanahnya.

Disisi lain, belajar bahasa asing memang sepertinya terlihat sangat baik. Namun setelah saya perhatikan lebih lanjut, orang yang belajar bahasa asing cenderung akan mempelajari budaya populer dan kontemporer yang ada disaat itu juga. Contohnya begini, seorang yang belajar bahasa Inggris cenderung akan lebih belajar tentang budaya kontemporer di Inggris atau Amerika, katakanlah dibanding belajar tentang filosofinya atau kebesaran sejarahnya. Lihat saja mereka yang belajar bahasa Prancis, maka kebanyakan akan meniru budaya kontemporer Prancis yaitu fashionable. Jarang diantara mereka yang bisa berbahasa Prancis akan tahu tentang filosofi pemikir abad 18 macam Voltaire atau Montesquieu. Mereka yang belajar bahasa Jepang juga kemudian menjadi suka manga atau cosplay, dibanding tahu tentang haiku. 

Terakhir, bagi siapapun yang belajar bahasa asing, mau tak mau kita akhirnya akan belajar - bahkan sangat ter-influenced - budaya populer nan kontemporer dari negara asal bahasa tersebut. Budaya populer yang saat ini cenderung "hore" bahkan sering membuat seseorang menjadi minder terhadap tanahnya sendiri. Maka, sebaiknya jika kita belajar bahasa asing, belajarlah juga sejarah, sastra, dan filosofi dari negara asal bahasa tersebut. Niscaya, kita akan menjadi pembelajar yang tercerahkan, bukan pembelajar yang pikirannya terjajah.

Salam
Bagus Panuntun






Share:

0 komentar