bagus panuntun

berubah!



Dua minggu sudah saya benar-benar lepas dari kerja skripsi. Seminggu pertama adalah ketika saya demam berdarah, seminggu selanjutnya adalah waktu yang dianjurkan dokter untuk istirahat total tanpa boleh terlalu ‘mikir’.


Sayangnya saya setengah gagal melakukannya. Saya bilang ‘setengah’, karena saya memang berhasil tidak menyentuh skripsi selama dua minggu ini, namun alih-alih istirahat, otak saya justru ndableg mencari subjek-subjek lain untuk dipikirkan. Otak ini berpikir keras tentang apa yang harus dipikir kalau bukan skripsi. Sebuah usaha yang saya kira cukup sadomasokis.


Perkawinan antara  waktu yang senggang dan hasrat untuk berpikir akhirnya membuahkan janin juga. Janin itu memang masih berupa ide yang belum matang. Ya, ide ini seperti janin, ia sudah mulai berbentuk tapi siapa yang tahu kelak akan jadi seperti apa?


Dalam kesenggangan ini, saya membuka hampir setiap folder yang ada di laptop saya. Satu persatu folder, mulai dari music, film, document, sampai picture, lalu menuju sub-folder. Hingga ketika saya membuka folder kuliah, akhirnya saya menyadari bahwa banyak sekali dokumen yang kalau tak layak dikatakan mirip sampah, mungkin bisa disebut terbengkalai. Puluhan dokumen tersebut adalah semua tugas-tugas saya selama kuliah di Sastra Prancis.


Ada banyak sekali file yang kemudian saya amati. Ada tugas mata kuliah sejarah Prancis, film Prancis, pariwisata Prancis, dan tentu saja kesastraan Prancis. Tugas-tugas yang kebanyakan berbentuk artikel dan esai ini mengendap saja tanpa pernah tersentuh lagi setelah tentu saja dikumpulkan ke dosen.


Saya kemudian berpikir, mengapa artikel-artikel ini tidak saya bagikan saja melalui blog pribadi saya? Toh, di awal-awal ngeblog, saya juga mengunggah tulisan apapun yang bisa saya tulis. Misalnya dulu saya mengunggah terjemahan saya sendiri dari buku Echo yang saya beri judul Tentang Prancis 1, Tentang Prancis 2, Tentang Prancis 3, dan seterusnya, saya juga mengunggah esai yang harus dikumpulkan ketika saya mendaftar di LEM FIB, bahkan saya mengunggah sebuah artikel tentang Mitos Tlampik Suwiwi di Masyarakat Jawa. Tulisan-tulisan yang kebanyakan berbentuk artikel ini tentu beda dengan isi blog saya sekarang yang kebanyakan berisi kisah hidup sehari-hari, esai, hingga opini.


Saya kemudian mengingat materi Sekolah Media yang pernah diadakan LEM FIB periode Mbak Pipit (2011-2012). Kala itu saya masih semester 2 di Sastra Prancis, dan kebetulan sekali saya bertemu dengan seorang blogger asal Jogja bernama Pak Yusuf Maulana. Saya sudah tak begitu ingat apa saja materi yang beliau sampaikan kala itu, tapi setidaknya ada satu hal dari beliau yang membuat saya terkesan. Beliau mengatakan “Menulislah demi berbagi pada sesama, bukan demi mengesankan”. Menurut beliau, tulislah apapun yang didasarkan pada kegelisahan. Ujar beliau lagi, tak ada kegelisahan yang sendirian, yang artinya bahwa setiap kegelisahanmu sebenarnya juga dirasakan oleh orang lain. Dari situlah awal suatu komunitas terbentuk, dari situlah kemudian tercipta satu tali silaturahmi yang baru.


Atas dasar ingatan itu, saya pun mantap untuk mengunggah saja lah tugas-tugas yang pernah saya kerjakan di Sastra Prancis, siapa tahu bermanfaat? Ah, tapi daripada saya unggah di blog saya yang lebih banyak berisi cerita-cerita pribadi, kenapa saya tidak membuat blog baru saja? Disitulah tercetus ide Akuprancis.


Apa itu Akuprancis?


Akuprancis adalah sebuah portal berbahasa Indonesia untuk berbagi segala pengetahuan tentang Prancis. Masyarakat Indonesia kebanyakan mengetahui Prancis hanya dari fashion atau pari(s)wisatanya, padahal Prancis bukan hanya sekedar itu ! Akuprancis lalu hadir dengan berbagai artikel bertema, mulai dari buku, film, pariwisata, hingga esai dan opini – yang semuanya berhubungan dengan Prancis.


Bagaimana Akuprancis hari ini?


Saat ini, Akuprancis memiliki tiga media sosial yang bisa diikuti oleh siapa saja. Pertama, blog akuprancis.wordpress.com, kedua instagram akuprancis, ketiga fanpage facebook Akuprancis. Akuprancis sendiri sudah mulai aktif dan menghadirkan beberapa artikel yang kebanyakan berasal dari tugas-tugas kuliah yang terbengkalai, haha.. Hingga saat ini, sudah ada tiga kontributor yang menulis untuk Akuprancis, adalah saya, Kania, dan Diah. Kania dan Diah saya hubungi secara personal untuk saya mintai tugas-tugasnya, dan mereka menyambut secara positif.


Bagaimana untuk berkontribusi di Akuprancis?
Kirim tulisanmu mengenai Prancis ke akuprancis2016@gmail.com, karya dapat berupa:
-Esai
-Opini
-Resensi film Prancis
-Resensi buku Prancis
-Info wisata Prancis
-Cerita pengalaman hidup di Prancis
Syarat Tulisan?
Jumlah kata dalam satu tulisan berkisar 400-2000 kata.
Dikirim dalam format doc., font Times New Roman, ukuran 12.


Bagaimana Akuprancis kedepannya?
Akuprancis.wordpress.com rencananya akan diganti menjadi akuprancis.com, supaya terlihat lebih serius dan valid. Saya dan kawan saya dari jurusan Pendidikan Bahasa Prancis UNY, Dery Wahyu Nugroho, sedang bekerjasama untuk mewujudkannya. Kendala saat ini hanya satu, yaitu kendala finansial. Hehehe... Tetapi santai saja lah, waktu masih panjang. Yang terpenting adalah Akuprancis mulai jalan dulu.


Saya berharap, kedepannya ada tim Akuprancis supaya Akuprancis bisa berkembang atas dasar kerja kolektif. Tim ini berisi siapa saja yang punya hobi menulis dan ingin belajar menulis secara konsisten. Di awal ini, kita akan mulai dari lima hari sekali membuat artikel. Jangan berat-berat lah, wong sekedar untuk menjalankan hobi dan belajar. Kalau ada yang mau bergabung dengan Akuprancis, langsung saja PM saya di Line: Baguspanuntun28, nanti akan saya invite ke grup Line Akuprancis, dan nanti kita bahas bersama bagaimana Akuprancis kedepannya.


Oh ya, satu lagi alasan mengapa saya butuh tim. Saya ingin Akuprancis punya rubrik bertamu seperti halnya mojok.co. Dua minggu sekali, kita akan jalan-jalan mewawancarai orang-orang tertentu yang kehidupannya bak tak terpisahkan dari hal-hal berbau Prancis. Misalnya saja, dosen sastra Prancis, penerjemah bahasa Prancis, mahasiswa berprestasi Sastra Prancis, alumni jurusan Prancis yang telah bekerja sebagai guru, tour guide, manager, dan lain sebagainya. Pasti akan menarik !


Tentang masa depan yang saya harapkan dari Akuprancis, kelak Akuprancis bisa menjadi portal bagi masyarakat Indonesia untuk menyerap berbagai ilmu dan pengetahuan dari negara Prancis. Saya yakin, banyak sekali hal bermanfaat dari negeri yang punya tradisi sastra dan filsafat yang kuat itu.


Lebih jauh kedepan lagi, tentu saja saya berharap Akuprancis bisa melebarkan sayapnya hingga bisa memberikan sangu tambahan bagi para kontributornya. Masih amat jauh memang, tapi kita coba dulu lah, siapa tahu penemuan.


Ada pesan dan kesan mas selaku admin Akuprancis?
Tok kira talkshow tivi po ono pesan kesan mbarang???


Bagus Panuntun


Akhir-akhir ini gelombang pesimisme terhadap gerakan ‪#‎savebonbin entah mengapa makin menjalar dimana-mana. Di sudut-sudut kelas, di pojokan sekber, bahkan mungkin di antara meja-meja Bonbin sendiri. Tak cukup sampai disitu, beberapa bahkan menganggap kawan-kawan gerakan #savebonbin terlalu wasting time dan keras kepala.

Mungkin kita memang telah kehilangan sebuah kesanggupan yang sederhana, namun begitu bersahaja. Adalah kesanggupan untuk berkata TIDAK. Padahal sudah jelas bahwa ada banyak kecurangan dan ketidakadilan dalam upaya relokasi ini. Misalnya kejanggalan perjanjian kontrak seperti yang dibahas oleh kawan-kawan Dema Hukum. Belum lagi dengan keengganan rektorat untuk sekedar memperlihatkan masterplan pembangunan taman soshum. Dan juga narasi-narasi lain dari rektorat yang didalamnya mengandung racun-racun kebohongan. Apa saja? Misalnya pernyataan bahwa Bonbin adalah sarang hepatitis, pernyataan bahwa pedagang sudah setuju direlokasi namun dicuci otak oleh mahasiswa, pernyataan bahwa pedagang Bonbin tidak pernah membayar tagihan listrik dan air, dan sebagainya.

Save Bonbin Movement bukan tidak mau berunding. Kami hanya TIDAK mau berunding dengan kebohongan. Kami hanya ingin segala rencana yang dilakukan oleh pihak rektorat dikomunikasikan secara baik dan jujur dengan semua pihak. Pihak pedagang juga pihak mahasiswa. 

Henry Levebre, seorang sosiolog Prancis, pernah berujar bahwa produksi ruang dalam masyarakat kapitalis modern cenderung mewujudkan hasrat para kapitalis untuk memamerkan diri. Secara langsung atau tidak langsung, maka segala pembangunan akan didasarkan pada kepentingan para bos-bos besar. Mungkin inilah yang sedang terjadi di kampus kita. Di eranya yang kemungkinan sudah tak lama lagi - antara satu sampai dua tahun - para penguasa ini sangat berhasrat untuk meninggalkan sebuah berhala baru supaya eranya tetap diingat. Hasrat untuk pamer rezim ini pun alhasil mengharuskan adanya korban, yang tak lain korban tersebut adalah pedagang Bonbin.

Pernyataan rektorat bahwa "Yang mau direlokasi tetap di UGM, yang menolak boleh keluar" sesungguhnya merupakan indikasi bahwa mereka sudah tak lagi peduli terhadap nasib-nasib pedagang saat ini. Bagi mereka, hasrat adalah tuhan.

Henry Levebre sebenarnya pernah menawarkan sebuah konsep yang bernama 'droit Ã  la ville', hak atas kota. Konsep ini menghendaki bahwa masyarakat seharusnya berdaulat untuk mengubah warganya dengan mengubah kota itu sendiri. Tentu saja hal ini karena masyarakat lah yang paling merasakan dampak dari suatu perubahan kota. Hak atas kota ini bukanlah hak yang bersifat individual, tetapi merupakan hak komunal yang seharusnya dimiliki oleh setiap masyarakat Kota. Dalam kasus Bonbin, 'droit au Bonbin' atau hak atas Bonbin inilah yang sedang diperjuangkan oleh siapapun yang sepakat pada gerakan #savebonbin. Itulah mengapa sampai detik ini kita menolak relokasi dan mengajukan konsep renovasi, yang mana sebenarnya lebih dibutuhkan oleh masyarakat Soshum - Lihat kajian LEM FIB, BEM FEB, dan LM Psikologi di Line Save Bonbin Movement.

Lagian, meminggirkan pedagang Bonbin dari jalan Soshum (pusat) ke Lembah (pinggiran) adalah sebuah bencana. Ruang adalah suatu hal yang tidak sepele. Peminggiran pedagang Bonbin yang dibarengi dengan pembukaan dua kantin baru FIB, (mungkin rektorat juga akan bikin kantin lain?) - dengan harga kontrak yang konon mahal dan tenderan - menyiratkan bahwa kepentingan rakyat semakin dipinggirkan sedang kepentingan mereka yang punya modal besar makin dipusatkan. Bukankah ini jadi kode bahwa yang namanya kerakyatan juga makin dipinggirkan?

Dulu Bonbin itu adalah relokasi. Relokasi kok mau direlokasi lagi. Pemakluman terhadap relokasi suatu saat akan membuat mereka yang di Lembah juga akan direlokasi lagi. Dari Bonbin direlokasi ke Lembah UGM. Dari Lembah UGM mungkin akan direlokasi lagi. Ke Lembah Baliem.

Bagus Panuntun,
1 Maret 2016




Sejak didera sakit demam berdarah kurang lebih dua minggu lalu, saya diharuskan banyak minum air putih. Paling tidak sehari 3 sampai  4 liter lah, begitu kata dokter waktu saya mondok 2 malam di RS.UGM.

Hla, sejak itu saya jadi banyak sekali minum air putih. Luar biasa memang dampaknya.  Berkat minum 3 botol besar aqua perhari, akhirnya bintik-bintik merah demam berdarah tidak sampai keluar dari kulit saya. Ya, paling tidak kulit saya masih mulus meskipun waktu itu saya harus pipis sampai 15 kali per hari.

Ternyata kebiasaan minum banyak ini masih berlanjut sampai sekarang. Termasuk kemarin, ketika saya harus kontrol kesehatan di RSU Wonosobo.

Saya sangu wedang  aqua satu setengah liter plus masih beli wedang degan. Alhasil, saya pun kebelet pipis dan harus rela ngantri di kamar mandi umum RSU, yang antrinya ngalaihim.

Kira-kira ada 6 orang yang ngantri ke kamar mandi saat itu. Saya di urutan ketiga. Dari 3 kamar mandi, ternyata dua pintu kamar mandi lain tak kunjung jua membuka. Sayapun harus menahan pipis dalam waktu yang lebih lama.

Ketika pipis saya sudah sampai diujung pakulitan titit, tiba-tiba seseorang yang ikut ngantri didepan saya ngajak ngobrol.

Beliau adalah seorang mbah-mbah usia 70-an, memakai baju polo pendek biru muda, celana kain abu-abu, dan memakai sandal jepit swallow kuning. Tak lupa,beliau juga memakai peci hitam untuk menutupi helai-helai rambutnya yang mulai memutih, alias uwanen. Beliau mengajak ngobrol saya.

“Suwe nggih dek. (Lama ya dek)”

“Nggih mbak, suwe tenan. Saweg e’ek mbah kadose. (Iya mbah, lama. Masih BAB kayaknya”.

“Asline pundi dek? Tesih kuliah? (Asli mana dek? Masih kuliah ya?).

“Asli Wadaslintang mbah. Nggih niki, tesih kuliah tapi sampun meh lulus Insyaallah. (Asli Wadaslintang mbah. Iya, masih kuliah tapi Insyaallah sudah hampir lulus)”. Amiiiin...

Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka. Bau senggg.... khas kamar mandi umum pun mulai tercium. Bersamaan dengan itu tiba giliran simbah depan saya untuk masuk kamar mandi.

Allahuakbar, ternyata sebelum masuk, simbah masih mengajak saya ngobrol.

“Walaaahh.. ndang mbah, wis mucuk iki...”, batin saya.

Tiba-tiba perkataan simbah itu sungguh mengejutkan saya bagai petir di tengah lapangan bal-balan.

“Monggo pipis bareng mawon dek? (Ayo dek pipis bareng aja)”, tawar simbah...

Hahaha... Sikaaak... mbatin saya, apa temenan kiye mbahe ngajak nguyuh bareng.

“Mboten nopo-nopo, wong pada-pada lanang be (Nggap apa-apa, sama-sama cowok kok)”, tambah simbah itu.

Dalam suasana yang cukup absurd itu, sayapun menjawab dengan sopan, “Hehe, monggo simbah riyen mawon. Kulo ngentosi mawon mbah. (Hehe, simbah dulu saja. Saya nunggu nggak apa-apa mbah).

Lalu simbah menjawab lagi ”Owalah.. Isin nopo? (Owalah, malu ya?)”, agak kecewa sepertinya.

Dalam pikiran saya kala itu, saya sih mikir, simbah ini begitu ikhlas menawarkan satu ruang untuk kami pipis bareng. Saya yakin, di dalam pikiran dan imaji simbahnya, tidak ada pikiran ngeres. Ia hanya ingin memudahkan saya supaya tidak lagi berlama-lama menahan pipis. Tawarannya ikhlas, mungkin beliau melihat saya bagai cucunya sendiri yang segala sesuatunya ingin ia permudah.

Tapi gimana lagi. Kendati hati saya tersentuh dengan keikhlasan tawaran simbah, namun otak saya tetap berprinsip untuk menjaga kesucian pusaka ini dari pandangan kaum lelaki, terlepas berapapun usianya.

Terlebih, saya sudah sangat lama nggak pipis bareng cowok di satu kamar mandi. Terakhir pipis bareng cowok ya pas kelas 5 SD. Waktu saya baru sunat dan ingin membuktikannya pada teman-teman supaya afdlol – yang kemudian dilanjutkan dengan lomba dawa-dawanan uyuh (Panjang-panjangan pipis).

Nah, tetapi sebagai anak muda yang menjaga hormat pada orangtua, saya pun mencoba untuk tidak mengecewakan beliau . Jika saya menjawab saya isin (malu), saya yakin simbah pasti akan kecewa berat. Akhirnya saya pun mencoba menjawab dengan cara lain.

“Mboten usah mbah, mengke mburine kulo malah meri (Nggak usah mbah, nanti yang ngantri belakang saya malah iri”.

Simbahpun dapat pipis dengan tenang.


TAMAT.


Bienvenue le mars ! Selamat datang bulan Maret !

Apa yang paling anda tunggu-tunggu di bulan Maret ini? Tentu masing-masing dari kita punya jawaban berbeda. Bisa jadi ada yang tak sabar menunggu tanggal 9. Tanggal 9 Maret yang menjadi peringatan Hari Musik Nasional ini ternyata bertepatan dengan fenomena gerhana matahari yang sudah sangat ditunggu-tunggu. Maka saya sarankan bagi semua pecinta musik tanah air untuk memutar OST film Gerhana saja di tanggal tersebut, 'Arjuna Mencari Cinta'. *Lawas....

Atau anda tak sabar menunggu tanggal 11 Maret? Hari peringatan Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) yang menjadi titik awal kedigdayaan rezim bangsat korup Soeharto. Jika anda memang menunggu angka 11, maka mari bersama kita peringati Hari Supersemar ini dengan membuka supersemarvid (ternyata ini yang membuat Soekarno turun).

Astaghfirullah...

Terserah anda mau menunggu apa. Karena saya hanya menunggu beasiswa Bidik Misi turun (Wis ra nduwe sangu).

FYI gaes, bagi yang belum tahu, beasiswa Bidik Misi adalah beasiswa yang dikelola oleh DIKTI (Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi) untuk diberikan kepada mahasiswa-mahasiswa berprestasi yang miskin atau kurang mampu. Beasiswa ini turun setiap enam bulan sekali dengan nominal 600.000 rupiah perbulannya, jadi totalnya 3.600.000 rupiah per enam bulan. Beasiswa inipun jadi tumpuan utama ribuan mahasiswa untuk menyokong hidupnya di bangku perkuliahan.

Tetapi apa boleh bikin, ternyata penyaluran beasiswa Bidik Misi ini tak semulus Cita Citata yang diharapkan. Dalam praktiknya, penyaluran beasiswa Bidik Misi selalu molor. Bahkan semester lalu, penyaluran beasiswa ini di UGM molor hingga hampir dua bulan.

Lantas apa yang terjadi? Ada fenomena menarik yang bisa kita saksikan di grup facebook KAMADIKSI (Keluarga Mahasiswa Bidik Misi) setiap masuk bulan September dan Maret - bulan turunnya beasiswa Bidik Misi. Grup facebook yang biasanya sangat sepi seperti Mushola Kuburan ini, mendadak akan diramaikan oleh ratusan mahasiswa yang berdebat mengenai telat turunnya beasiswa.

Kalau kita amati, ada dua kubu besar yang rajin berdebat hore di grup berpenghuni 4500-an mahasiswa ini. Kubu pertama adalah mahasiswa yang protes karena beasiswa telat turun. Kubu ini biasanya kalau  nggak menyampaikan opini secara mayan kritis ya paling sekedar curhat kalau duitnya sudah abis, belum dapat utangan, atau terpaksa puasa nyenin kemis biar irit. Sedangkan kubu satunya adalah kubu para Kyaiwan-Kyaiwati yang alih-alih mengkritisi telat turunnya Bidikmisi, justru mendadak menjadi Mario Teguh Syar'i yang dengan cocot lamis motivasinya menasihati kaum-kaum kelaparan supaya mau bersabar.

"Protes mulu. Sabar aja, berdoa semoga beasiswanya cepat turun".

Tak hanya sampai disitu, kubu yang kedua ini juga seringkali menganggap mereka yang protes adalah manusia-manusia tak mau bersyukur.

"Protes mulu. Bersyukurlah kita sudah dibiayai pemerintah dengan gratis. Daripada protes, mending kalian belajar yang rajin biar beasiswanya ndak percuma".

Sesekali ada nasihat untuk segera menjadi entrepreneur.

"Saya mahasiswa Bidik Misi. Saya nggak protes, karena saya masih mampu untuk jualan sendiri demi menambah sangu. Kan kalian juga bisa to jualan? Ndaftar jadi operator warnet? Atau kerja di Kafe? Mahasiswa kok bisanya protes ndak kasih solusi."

MATAMU !

Begitu saya ingin berteriak pada mereka yang malah ceramah dengan mahasiswa yang protes. Ungkapan MATAMU ini tentu saya tunjukkan untuk dua macam orang. Pertama untuk Ukhti-ukhti yang kendati ceramah tapi berparas cantik. MATAMU INDAH mbak. Yang kedua, untuk semua mahasiswa yang nggak masuk kriteria tadi, tapi malah memprotes kawannya yang protes.  MATAMU CUKKKKKK.....

Sek-sek, mari kita nyruput Kopi dulu.... Slllrrrupp..

Wis yo... Lanjutkan ben woles...

Sebelumnya, perlu saya tekankan bahwa saya tidak mempermasalahkan pilihan sikap kalian untuk bersabar, bersyukur, apalagi bertawakal dengan mau jualan sendiri. Yo ngopo aku protes... Wong sikapmu kuwi jelas-jelas sesuai dengan akhlakul karimah seperti yang diajarkan oleh LKS PAI (Pendidikan Agama Islam) jaman SMA je...

Tetapi, yang saya permasalahkan adalah sikap pemakluman anda atas sebuah amanah yang tidak dikelola dengan baik oleh sebuah lembaga tingkat dewa sekelas DIKTI. Lebih-lebih jika pemakluman itu telah menjurus brutal sehingga anda dengan bangganya menganggap semua mahasiswa yang kritis dan protes adalah mahasiswa yang tidak mau bersyukur, bersabar, dan bertawakal. Tentu tidak demikian !

Perlu diketahui, Bidik Misi itu bukan duit negara lho. Bidik Misi itu duit rakyat yang asalnya juga dari petani, buruh, hingga nelayan kecil. Negara disini hanyalah badan yang menjalankan amanah supaya uang tersebut dikelola dengan baik supaya dunia pendidikan di Indonesia bisa makin baik pula. Maka, jelas anda telah salah logika jika mengatakan "Bersyukur dan berterimakasihlah pada negara, daripada memprotes". Sekali lagi cukkkk, kita ini dibiayai rakyat, bukan dibiayai negara. Kita berhak bahkan wajib memprotes dan mengkritisi negara jika mereka tidak menjalankan suatu amanah rakyat dengan baik. Ingat, yang membayar mereka itu kita lho, rakyat.

Uang Bidik Misi. Uang itu adalah uang rakyat. Kita bisa kuliah gratis karena rakyat. Yang berarti bahwa kelak kita juga harus mengabdi untuk balas budi pada rakyat - tentu rakyat yang saya maksud disini adalah para Kaum Kromo yang tertindas. Lha kok dengan entengnya cangkem anda ngomong "Bisanya protes aja...".

Saya sendiri sungguh khawatir terhadap mahasiswa-mahasiswa yang seperti ini. Ketika ada sistem yang salah, ketika ada penyalahgunaan amanah, mereka justru memilih maklum hanya karena saat ini mereka cenderung masih bisa bertahan hidup, masih oke-oke saja dan fine.

Saya khawatir sikap egois dan hanya memikirkan diri sendiri begini kelak akan berlanjut sampai kita lulus dan terjun di masyarakat. Saya khawatir jika suatu saat kita sadar ada sebuah sistem dan amanah yang dijalankan dengan salah, namun kita memilih diam karena masih mampu makan dan baik-baik saja. Alih-alih tergerak untuk membantu, kita justru menyuruh para korban salah sistem itu untuk bersyukur, bersabar, dan bertawakal - sembari menganggap mereka cuma bisa protes. Jika demikian, tentu sikap kita tak ada beda dengan para Pendeta Katholik di Eropa pada abad 17, tak ada beda dengan Kyai di TV yang senang berceramah tentang takdir dan kemiskinan, disatu sisi ia memasang tarif puluhan juta untuk sekali ceramahnya.

Sungguh, saya yakin bahwa nama Bidik Misi dibuat tidak dengan asal-asalan. Nama Bidik Misi dipilih karena memang ada sebuah misi yang perlu kita bidik. Misi itu bukan semata mengenai apakah kita bisa dapat IPK bagus atau tidak, misi itu adalah sebuah misi mulia yang tentu tak bisa dicapai dengan keegoisan.

Misi itu adalah tentang kita - penerima Bidik Misi - yang hari ini miskin, suatu saat bisa menjadi penolong orang-orang miskin. Misi mulia itu - sekali lagi - mana mungkin bisa tercapai dengan adanya keegoisan?

Wis lah. Semoga kita tidak menjadi Mahasiswa Bidikmisi yang enggan membidik misi.

Mari berdoa supaya beasiswa bulan Maret cepat turun. Sesok dinggo nonton Deadpool... *matamu, *tur lawas

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Arsip Blog

  • ►  2019 (17)
    • ►  Desember (5)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Mei (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2018 (26)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (7)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2017 (20)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (6)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (2)
  • ▼  2016 (36)
    • ►  November (4)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (11)
    • ►  Mei (4)
    • ►  April (2)
    • ▼  Maret (4)
      • Akuprancis: Hasil Renungan dari Tugas Kuliah yang ...
      • MEMPERJUANGKAN DROIT AU BONBIN
      • PIPIS BARENG
      • Kepada Mahasiswa Kyaiwan-Kyaiwati Penerima Bidik Misi
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (5)
  • ►  2015 (42)
    • ►  Desember (3)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (8)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (7)
  • ►  2014 (68)
    • ►  Desember (4)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (10)
    • ►  Juli (7)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (10)
    • ►  April (7)
    • ►  Maret (9)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2013 (50)
    • ►  Desember (9)
    • ►  November (13)
    • ►  Oktober (15)
    • ►  September (7)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2012 (11)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (3)

Copyright © 2016 bagus panuntun. Created by OddThemes & Free Wordpress Themes 2018