Tak Perlu Ikut Lomba Cosplay

Menjadi kupu yang sehat, terbawa angin berkilau
Sekarang ku pergi, untuk bertemu dikau...

2 bait lirik diatas bukanlah puisi yang kubuat di suatu malam bersama secangkir kopi yang airnya tinggal tiga centi diatas ampasnya. Bukan. Lirik itu adalah lirik dari sebuah lagu yang kudengar di akhir era 90an, tepatnya tahun 1999 ketika aku masih bawah lima tahun. Setelah aku coba bertanya pada beberapa kawan seumuran, sepertinya lahiran tahun 95 sudah tidak tahu lagi lagu "Adventure" ini. Aku sendiri tidak tahu siapa artis yang menyanyikan lagu ini, pun tidak bisa menyanyikan lagu ini dalam versi aslinya. Tapi aku masih ingat bahwa lagu ini menjadi soundtrack pembuka dari kartun Digimon Adventure yang dulu disiarkan di Indosiar sekitar pukul 8 pagi di hari Minggu.

Rasanya beruntung di usiaku yang sudah 20 ini, aku masih hafal lirik lagu-lagu di kartun Digimon, Let's and Go, Doraemon, Captain Tsubasa, Ciborg Kurochan, Conan, Dragon Ball, Kabutaku, Crayon Sinchan, Yugi-Oh, dan banyak lagi lagu terjemahan lainnya. Lagu-lagu ini bagiku adalah lagu abadi. Setiap bait lirik-liriknya yang hanya kudengar dalam versi bahasa Indonesia, selalu membawa jiwaku kembali ke masa yang seolah tak ada goresan kesedihannya sedikitpun, masa kecil generasi 90'an. Setiap kali saya duduk di bonbin, tak ada topik serius masalah ideologi, konspirasi, atau politik yang pantas diperbincangkan, sering tiba-tiba topik pembicaraan kembali ke memori masa kecil, dimana kala itu Indosiar adalah TV favorit kami. Marathon kartun Indosiar dari jam 5 pagi sampai jam 11 siang (kalau tidak salah) bagaimanapun adalah masa-masa yang paling kami rindukan. Selesai menonton seluruh rangkaian marathon kartun, esoknya kami akan bercerita dengan kawan sekelas tentang kehebatan tokoh utama yang mampu meluluhlantakkan seekor monster raksasa.

Jika mengingat masa tersebut adalah hal menyenangkan, mungkin di satu sisi menengok kembali ke masa itu adalah hal menyedihkan. Ketika aku harus kembali ke kampung halaman, aku lebih sering mendengar ponakan-ponakan menyanyikan lagu-lagu Ayu Tingting atau Sazkia Gotik. Mungkin mereka bahagia ketika menyanyikan lagu tersebut dengan segala keluguannya, terlebih paman dan bibiku justru sering memberi tepuk tangan meriah melihat anaknya hafal satu lagu full "Oplosan".

Di usia 20 kelak, akankah mereka bangga dan bahagia, bercerita tentang lagu-lagu yang menemani masa kecil mereka? Entahlah...

Akan tetapi, minggu lalu ketika aku pulang kampung lagi, aku dikejutkan dengan ponakan-ponakan yang bermain drama dengan cerita kartun favoritku,"Naruto". Satu anak menjadi Madara, sedangkan yang lain berperan menjadi Gaara, Naruto, Sasuke, dan tentu yang cewek berebut untuk menjadi Sakura.

Ternyata 2 jam marathon episode terbaru Naruto Shippuden di Global TV telah memberi momentum bagi anak kecil era ini untuk berceloteh tentang kisah petualangan yang sama. Mereka akhirnya mendapat satu sosok inspirasi yang khas Jepang, bahwa sehebat-hebatnya orang, ia tak akan berarti tanpa dukungan dari teman. Teman adalah segalanya. Bahkan dalam kartun Tsubasa, bola yang adalah segalanya pun kemudian dijadikan sebagai teman. Bola adalah teman.

Terbukti, generasi 90an mudah diakrabkan dengan topik pembicaraan yang sama, yaitu kartun. Aku juga sedikit berharap bahwa ponakan-ponakanku yang kini masih SD, kelak akan menemukan teman-teman akrab baru yang keakrabannya diawali dengan obrolan nostalgia tentang kartun masa kecilnya.

Sayangnya masih ada satu yang kurang, lirik lagu kartun sekarang bukanlah lirik lagu terjemahan zaman dahulu. Padahal banyak dari kami yang sudah lupa cerita kartunnya, namun masih ingat lagu kartunnya. Mungkin aku boleh memberi saran pada Pak Hari Tanoe? Pak... Dubbinglah lirik lagu Naruto dengan bahasa Indonesia pak. Anak-anak pasti akan suka.

Haa? Hari Tanoe? Tidak disangka, ia yang menyelamatkan masa kecil anak-anak era kini adalah Hari Tanoe. Seperti kata Pram, seseorang hendaknya mesti adil sejak dalam pikiran maupun perbuatan. Maka, disamping sepak terjangnya menjadi cawapres Gerindra, memenangkan lagu istrinya di IMA 2015, mendirikan Perindo atau sukses membuat sang Jendral Wiranto berperan menjadi tukang becak, menyiarkan Naruto di televisinya adalah prestasi beliau yang patut kita acungi jempol. Terima kasih banyak Pak HT.

Saranku hanya ada dua, yang pertama, dalam berkampanye bapak tak perlu berpura-pura menjadi Naruto lalu blusukan ke kampung-kampung. Yang kedua, bapak juga tak perlu ikut lomba cosplay.


Share:

0 komentar